Awas Ancaman Penyakit Metabolik di Masa Pandemik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Semasa pandemik, mau tak mau masyarakat dekat dengan gaya hidup tidak aktif atau sedentary lifestyle. Hal ini bisa berakibat berat badan bertambah sehingga memunculkan sindroma perut buncit yang ditandai dengan trigliserida yang tinggi, HDL turun, tekanan darah naik, serta gula darah yang juga naik.
Kondisi ini erat kaitannya dengan penyakit hipertensi, diabetes, obesitas, hingga asma. ( )
Dikatakan dr. Roy Panusunan Sibarani Sp.PD-KEMD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Endokrin Metabolik serta Ketua Komite Medis/Team COVID-19 RS Murni Teguh Sudirman Jakarta, selain gelombang kedua COVID-19 yang diperkirakan akan muncul setelah Juni ini, pada saat yang bersamaan juga muncul potensi kesehatan metabolik yang meningkat.
"Pada saat terjadi pandemi, terjadi juga perubahan pola hidup, baik secara fisik, psikis, atau kehidupan sosial selama bekerja dari rumah (WFH). Semua hal itu sudah pasti akan berpengaruh terhadap kesehatan dan yang paling menonjol terhadap kesehatan metabolik," ujarnya.
Pada era COVID-19 sekarang, semua orang terlalu fokus pada penyakit tersebut. Artinya, penyakit-penyakit seperti serangan jantung, gula tinggi, dan hipertensi jadi seperti terlupakan.
"Hanya berfokus pada COVID-19 justru membuat orang jadi tidak awas terhadap penyakit metabolik. Padahal, penyakit metabolik itu adalah penyakit degeneratif. Di mana makin tua kita, maka makin banyak kemungkinannya untuk kena penyakit diabetes, darah tinggi, dan gangguan kolesterol," kata dr. Roy.
Gangguan metabolik sendiri adalah kelainan yang memengaruhi produksi energi di dalam sel tubuh manusia sehingga mengakibatkan gangguan pada metabolisme.
Menurut dr. Roy, di Indonesia diperlakukan analisa dan data, apakah setelah enam bulan pascaera COVID-19 selesai, penyakit metabolik akan bertambah? Misalnya, yang tadinya tidak diabetes jadi diabetes. Dan, dari yang sebelumnya hanya diabetes ringan, menjadi diabetes berat. Serta yang tadinya kolestrol rendah malah menjadi naik.
"Ini semua, karena pada saat WFH, mereka takut beli obat, tidak konsultasi ke dokter, dan banyak timbul kecemasan bahkan takut bertemu orang luar," imbuh dr. Roy. ( )
Untuk mencegah timbulnya penyakit metabolik, ia menyarankan, bila pada masa pre-COVID-19 mereka sudah melakukan pola hidup yang baik, dengan olahraga rutin, konsumsi makanan sehat serta bergizi, pada saat era COVID-19 dan #dirumahaja, mereka bisa tetap melakukan kegiatan positif itu. Termasuk mereka yang biasa olahraga di gym, dapat mengganti olahraga dengan cara lain selama di rumah karena mempunyai waktu untuk diri sendiri.
Sebaliknya, untuk mereka yang belum memiliki pola hidup baik pada saat pre-COVID-19, di masa pandemi ini justru menjadi waktu yang tepat untuk membenahi pola hidup menjadi lebih baik. Memperbaiki pola hidup di antaranya dengan cara berolahraga teratur, tidur cukup, minum air putih cukup, serta makan makanan bergizi dan suplemen yang baik. Sejatinya, COVID-19 dan penyakit metabolik memiliki satu kesamaan untuk pencegahan yaitu disiplin.
Kondisi ini erat kaitannya dengan penyakit hipertensi, diabetes, obesitas, hingga asma. ( )
Dikatakan dr. Roy Panusunan Sibarani Sp.PD-KEMD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Endokrin Metabolik serta Ketua Komite Medis/Team COVID-19 RS Murni Teguh Sudirman Jakarta, selain gelombang kedua COVID-19 yang diperkirakan akan muncul setelah Juni ini, pada saat yang bersamaan juga muncul potensi kesehatan metabolik yang meningkat.
"Pada saat terjadi pandemi, terjadi juga perubahan pola hidup, baik secara fisik, psikis, atau kehidupan sosial selama bekerja dari rumah (WFH). Semua hal itu sudah pasti akan berpengaruh terhadap kesehatan dan yang paling menonjol terhadap kesehatan metabolik," ujarnya.
Pada era COVID-19 sekarang, semua orang terlalu fokus pada penyakit tersebut. Artinya, penyakit-penyakit seperti serangan jantung, gula tinggi, dan hipertensi jadi seperti terlupakan.
"Hanya berfokus pada COVID-19 justru membuat orang jadi tidak awas terhadap penyakit metabolik. Padahal, penyakit metabolik itu adalah penyakit degeneratif. Di mana makin tua kita, maka makin banyak kemungkinannya untuk kena penyakit diabetes, darah tinggi, dan gangguan kolesterol," kata dr. Roy.
Gangguan metabolik sendiri adalah kelainan yang memengaruhi produksi energi di dalam sel tubuh manusia sehingga mengakibatkan gangguan pada metabolisme.
Menurut dr. Roy, di Indonesia diperlakukan analisa dan data, apakah setelah enam bulan pascaera COVID-19 selesai, penyakit metabolik akan bertambah? Misalnya, yang tadinya tidak diabetes jadi diabetes. Dan, dari yang sebelumnya hanya diabetes ringan, menjadi diabetes berat. Serta yang tadinya kolestrol rendah malah menjadi naik.
"Ini semua, karena pada saat WFH, mereka takut beli obat, tidak konsultasi ke dokter, dan banyak timbul kecemasan bahkan takut bertemu orang luar," imbuh dr. Roy. ( )
Untuk mencegah timbulnya penyakit metabolik, ia menyarankan, bila pada masa pre-COVID-19 mereka sudah melakukan pola hidup yang baik, dengan olahraga rutin, konsumsi makanan sehat serta bergizi, pada saat era COVID-19 dan #dirumahaja, mereka bisa tetap melakukan kegiatan positif itu. Termasuk mereka yang biasa olahraga di gym, dapat mengganti olahraga dengan cara lain selama di rumah karena mempunyai waktu untuk diri sendiri.
Sebaliknya, untuk mereka yang belum memiliki pola hidup baik pada saat pre-COVID-19, di masa pandemi ini justru menjadi waktu yang tepat untuk membenahi pola hidup menjadi lebih baik. Memperbaiki pola hidup di antaranya dengan cara berolahraga teratur, tidur cukup, minum air putih cukup, serta makan makanan bergizi dan suplemen yang baik. Sejatinya, COVID-19 dan penyakit metabolik memiliki satu kesamaan untuk pencegahan yaitu disiplin.
(tsa)