Bahayakan Kesehatan, Masyarakat Masih Banyak yang Salah Pahami Kualitas Udara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polusi udara bisa menjadi salah satu bahaya kesehatan yang mengancam masyarakat. Kendati demikian, masih banyak masyarakat yang salah memahami tentang kualitas udara yang baik.
Hal tersebut terungkap dalam survei KIC tentang Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Udara di Indonesia yang dilakukan pada 23-29 Agustus 2021 terhadap 1.570 warga Jabodetabek secara online.
Hasil survei itu menunjukkan, sebanyak 45,9% warga Jabodetabek masih menganggap warna langit biru cerah sebagai indikator udara bersih. Hanya 15,4% yang menggunakan alat pemantau atau aplikasi sebagai rujukan untuk mengetahui kualitas udara.
Baca juga: Malam Puncak Anugerah Musik Indonesia Awards 2021 Bertabur Musisi Tanah Air
Sementara pengetahuan lebih dalam dan jauh, misal mengenai Particulate Matter (PM) 2,5 masih sangat minim diketahui, yakni hanya 22,1%.
"Padahal, jenis partikulat ini membahayakan kesehatan, karena berukuran sangat kecil sehingga dapat menembus bulu hidung atau paru-paru dan menimbulkan penyakit," papar Panel Ahli Katadata Insight Center, Mulya Amri dalam Rilis Temuan Survei Polusi Udara Minim Dibicarakan Padahal Berbahaya, Rabu (17/11/2021).
Di sisi lain, lanjut Mulya, masih banyak masyarakat yang melakukan berbagai aktivitas yang berdampak buruk pada kualitas udara.
Dari hasil survei juga terungkap, sebanyak 8,9% warga Jabodetabek masih mengelola sampahnya dengan cara dibakar serta masih banyak pula yang merokok (32,5%) yang diketahui bisa memberikan dampak tak baik bagi kesehatan pernapasan.
"Hal ini menunjukkan, masih banyak upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai udara bersih, serta bagaimana tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya," ujar Mulya.
Senada, Co-Founder dan Chief Growth Officer NAFAS, Piotr Jakubowski menerangkan, saat ini masih banyak kesalahpahaman di tengah masyarakat terkait dengan polusi udara.
Kesalahpahaman yang sering muncul adalah kualitas udara paling bagus di pagi hari karena kendaraan lebih sedikit, serta berolahraga di pagi hari maka akan membuat sehat untuk melawan polusi.
"Padahal, dari data Air Quality Index per Agustus 2021, menunjukkan bahwa pagi hari memiliki kualitas udara terburuk," kata dia.
Sementara itu, Aktivis Bicara Udara, Renny Fernandez mendorong agar masalah kualitas udara dapat menjadi perhatian serta mendapatkan langkah perbaikan yang lebih nyata.
Baca juga: BTS Berangkat ke Los Angeles, Ini Jadwalnya Selama di Amerika
"Salah satu cara biar kita bisa ikut dalam pembicaraan mengenai polusi udara dan perubahan iklim, kita perlu join atau berinteraksi dengan komunitas yang fokus pada isu tersebut. Salah satunya, Bicara Udara, yang berusaha menjadi sebuah platform learning hub untuk semakin menyebarkan kampanye hak udara bersih," ucapnya.
Lihat Juga: Jessica Tanoesoedibjo melalui MNC Peduli Raih Penghargaan Indonesia Besar, Berinovasi Tangani Sampah Makanan
Hal tersebut terungkap dalam survei KIC tentang Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Udara di Indonesia yang dilakukan pada 23-29 Agustus 2021 terhadap 1.570 warga Jabodetabek secara online.
Hasil survei itu menunjukkan, sebanyak 45,9% warga Jabodetabek masih menganggap warna langit biru cerah sebagai indikator udara bersih. Hanya 15,4% yang menggunakan alat pemantau atau aplikasi sebagai rujukan untuk mengetahui kualitas udara.
Baca juga: Malam Puncak Anugerah Musik Indonesia Awards 2021 Bertabur Musisi Tanah Air
Sementara pengetahuan lebih dalam dan jauh, misal mengenai Particulate Matter (PM) 2,5 masih sangat minim diketahui, yakni hanya 22,1%.
"Padahal, jenis partikulat ini membahayakan kesehatan, karena berukuran sangat kecil sehingga dapat menembus bulu hidung atau paru-paru dan menimbulkan penyakit," papar Panel Ahli Katadata Insight Center, Mulya Amri dalam Rilis Temuan Survei Polusi Udara Minim Dibicarakan Padahal Berbahaya, Rabu (17/11/2021).
Di sisi lain, lanjut Mulya, masih banyak masyarakat yang melakukan berbagai aktivitas yang berdampak buruk pada kualitas udara.
Dari hasil survei juga terungkap, sebanyak 8,9% warga Jabodetabek masih mengelola sampahnya dengan cara dibakar serta masih banyak pula yang merokok (32,5%) yang diketahui bisa memberikan dampak tak baik bagi kesehatan pernapasan.
"Hal ini menunjukkan, masih banyak upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai udara bersih, serta bagaimana tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya," ujar Mulya.
Senada, Co-Founder dan Chief Growth Officer NAFAS, Piotr Jakubowski menerangkan, saat ini masih banyak kesalahpahaman di tengah masyarakat terkait dengan polusi udara.
Kesalahpahaman yang sering muncul adalah kualitas udara paling bagus di pagi hari karena kendaraan lebih sedikit, serta berolahraga di pagi hari maka akan membuat sehat untuk melawan polusi.
"Padahal, dari data Air Quality Index per Agustus 2021, menunjukkan bahwa pagi hari memiliki kualitas udara terburuk," kata dia.
Sementara itu, Aktivis Bicara Udara, Renny Fernandez mendorong agar masalah kualitas udara dapat menjadi perhatian serta mendapatkan langkah perbaikan yang lebih nyata.
Baca juga: BTS Berangkat ke Los Angeles, Ini Jadwalnya Selama di Amerika
"Salah satu cara biar kita bisa ikut dalam pembicaraan mengenai polusi udara dan perubahan iklim, kita perlu join atau berinteraksi dengan komunitas yang fokus pada isu tersebut. Salah satunya, Bicara Udara, yang berusaha menjadi sebuah platform learning hub untuk semakin menyebarkan kampanye hak udara bersih," ucapnya.
Lihat Juga: Jessica Tanoesoedibjo melalui MNC Peduli Raih Penghargaan Indonesia Besar, Berinovasi Tangani Sampah Makanan
(nug)