Meroket hingga 1.000 Kasus di Afrika, Akankah Cacar Monyet Jadi Endemik?

Kamis, 09 Juni 2022 - 12:27 WIB
loading...
Meroket hingga 1.000 Kasus di Afrika, Akankah Cacar Monyet Jadi Endemik?
Dengan meroketnya kasus hingga 1.000, cacar monyet membawa kekhawatiran tersendiri, apakah mungkin penyakit cacar monyet ini menjadi endemik di luar Afrika. / Foto: ilustrasi/ist
A A A
JAKARTA - Cacar monyet secara definisi masih dikategorikan sebagai penyakit endemi di wilayah Afrika, tepatnya Afrika Barat dan Tengah.

Akan tetapi, dengan meroketnya kasus hingga 1.000, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), membawa kekhawatiran sendiri, apakah mungkin penyakit cacar monyet menjadi endemik di luar Afrika?

Menurut laporan NBC News, secara historis, cacar monyet itu tidak menular dengan mudah dari manusia ke manusia. Wabah terbesar yang pernah terjadi di luar Afrika tercatat adalah ditemukannya 47 kasus cacar monyet di Amerika Serikat pada 2003.

Baca juga: AS Punya 2 Vaksin Cacar Monyet, IDI Singgung Senjata Biologis

Namun, di kasus tersebut tidak ditemukan penularan virus monkeypox dari manusia ke manusia, melainkan semua pasien yang dinyatakan cacar monyet terinfeksi virus monkeypox dari kontak langsung dengan jenis anjing tertentu yang sakit, dalam hal ini 'prairie dogs'.

Pada wabah yang terjadi di 29 negara, cacar monyet menular dari manusia ke manusia didominasi karena kontak erat dan dekat dengan pasien, melibatkan paparan ruam atau lesi orang yang terinfeksi.

"Saat ini kita berisiko terhadap virus yang mungkin menjadi endemik karena penularannya banyak terjadi dari manusia ke manusia. Terlebih, ketidakmampuan kita untuk menghentikan siklus penularannya," terang profesor kesehatan global dan epidemiologi Universitas George Mason, Amira Albert Roess, seperti dikutip Kamis (9/6/2022).

Roess membeberkan, ada beberapa faktor yang membuat penyakit cacar monyet ini sedikit lebih sulit dicegah penularannya. Pertama, kasus yang ditemukan sulit diidentifikasi.

"Pasien mengalami ruam yang kerap disalahartikan sebagai cacar air, herpes, atau sifilis. Terlebih, pada beberapa kasus ruam muncul di area genital, sehingga lebih sulit untuk dideteksi," ungkap Roess.

Faktor kedua adalah para ahli penyakit khawatir bahwa AS tidak merespons tes dengan cukup cepat untuk mengidentifikasi kasus baru tepat waktu. "Diperlukan beberapa hari sejak sampel diambil hingga akhirnya diagnosis keluar," sambungnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0960 seconds (0.1#10.140)