Pentingnya Edukasi Gizi Anak untuk Cegah Stunting

Rabu, 24 Juni 2020 - 11:30 WIB
loading...
Pentingnya Edukasi Gizi Anak untuk Cegah Stunting
Mengonsumsi makanan sehat dan seimbang menjadikan anak terhindari dari stunting. Foto Ilustrasi/Shutterstock
A A A
JAKARTA - Prevalensi balita stunting di Tanah Air pada tahun lalu yakni 27,7%. Jumlah yang masih jauh dari nilai standar WHO yang seharusnya di bawah 20%. Sedangkan menurut data WHO, di masa pandemi COVID-19 terdapat tambahan 700.000 anak mengalami stunting karena pertumbuhan ekonomi turun 1%.

Dikatakan Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Dra. Chairunnisa, M.Kes, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Kondisi ini disebabkan oleh banyak hal, antara lain faktor gizi buruk, kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi , praktik pengasuhan yang tidak baik, serta minimnya akses air bersih dan sanitasi.

Chaerunnisa mengatakan, banyak masyarakat yang masih rendah edukasi soal gizi. Contohnya kebiasaan memberikan anak susu kental manis. Dari hasil survei yang dilakukan YAICI tahun 2019 di Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara dengan 2.700 responden ibu balita, terungkap bahwa 1 dari 3 ibu beranggapan kental manis adalah susu. ( )

"Sebanyak 37% responden percaya susu kental manis /krimer kental manis (SKM/KKM) adalah produk minuman yang menyehatkan anak," bebernya dalam Webinar yang diadakan YAICI dan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah belum lama ini.

Sementara dari observasi lapangan pada 161 minimarket dan supermarket di Jabodetabek tahun 2020, terlihat bahwa 62,7% produk kental manis masih diletakkan di satu tempat dengan produk susu untuk bayi, dewasa, susu UHT, dan susu cair lain. Sedangkan 37,7% sudah meletakkan produk itu di satu tempat dengan produk kopi, teh, dan sereal.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, SE, MM menyebutkan, SKM adalah gula beraroma susu. "Dari survei yang dilakukan YAICI tahun 20l8, SKM bahkan memakan korban," kata Arif.

Survei yang dilakukan di Batam dan Kendari menunjukkan, ada anak yang menderita gizi buruk bahkan sampai meninggal dunia akibat hanya mengonsumsi SKM. Masalahnya edukasi bahwa SKM bukanlah susu belum sepenuhnya didukung pemerintah. Terbukti dalam paket sembako yang diberikan, masih terselip SKM.

"Di sembako yang diberikan di masa COVID-19 ini, ada SKM. Padahal SKM mengandung gula 50% lebih," imbuh Arif.

Spesialis Anak Dr. dr. T. Rachmat, Sp.A, MARS menegaskan bahwa SKM seharusnya tidak diberikan pada anak di bawah 18 tahun.

"ASI diberikan 0-6 bulan, 6-24 bulan ASI dan MPASI, lewat dari usia itu makanan keluarga dengan gizi seimbang. Jangan berikan SKM," ujar dr. Rachmat.

SKM mengandung gula tambahan. Kadar gula tambahan pada makanan untuk anak yang direkomendasikan WHO tahun 2015 adalah kurang dari 10% total kebutuhan kalori. Sementara kandungan gula dalam 1 porsi SKM suatu merek, terungkap lebih dari 50% total kalorinya. Inilah sebabnya SKM tidak dianjurkan bagi bayi dan anak sebab kadar protein rendah sementara kadar gulanya tinggi. ( )

Pemerintah sendiri menargetkan pada 2024 stunting turun menjadi 14%, salah satunya melalui prioritas penanganan stunting yang dilakukan terhadap 260 kabupaten/ kota.

Selain pertumbuhan yang terhambat, stunting juga sebabkan perkembangan otak tidak maksimal, sehingga kemampuan mental dan belajar menjadi kurang. Akibatnya prestasi sekolah buruk.

Dalam jangka panjang, kekurangan gizi pada awal kehidupan bakal menurunkan produktivitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kemiskinan. Stunting juga berkontribusi menyumbang risiko penyakit degeneratif di usia dewasa kelak.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1322 seconds (0.1#10.140)