5 Masalah yang Muncul Jika Jarak Kelahiran dan Kehamilan di Bawah 2 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jarak kelahiran penting untuk diperhitungkan dan dipertimbangkan. Jika Anda sebagai orang tua abai akan hal ini, akan ada 5 masalah yang muncul jika jarak kelahiran di bawah 2 tahun.
Jangan sampai Anda sebagai orangtua tidak peduli akan hal ini, karena ada 3 pihak yang akan dirugikan dengan jarak kelahiran terlalu pendek. Mereka adalah ibunya, anak yang ada di luar kandungan, dan anak yang di dalam kandungan.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Obstetri dan Ginekologi Sosial Prof Dwiana Ocviyanti, SpOG(K) menjelaskan bahwa akan ada masalah serius yang dihadapi jika jarak kehamilan tidak diperhatikan.
"Jarak kelahiran yang terlalu pendek, kurang dari 2 tahun, sangat tidak disarankan. Sebab, si ibu punya risiko kematian, anak yang ada di luar kandungan kurang dapat hak kesehatan optimal, pun anak yang ada di kandungan," terang Prof Ovi, sapaan akrabnya, di Webinar Tentang Anak X BKKBN, Senin (4/7/2022).
Prof Ovi menerangkan lebih detail lima masalah yang muncul jika jarak kelahiran di bawah 2 tahun, apa saja?
1. Ibu tidak recovery optimal
Jika ibu sudah hamil lagi di bawah 2 tahun, artinya ibu tidak recovery secara optimal. Ini akan sangat merugikan, bahkan bisa mengancam nyawa.
"Proses melahirkan itu artinya banyak darah yang keluar dari tubuh ibu. Lalu, ibu juga akan kurang tidur karena perlu recovery tubuh pasca persalinan plus menjaga anak," terang Prof Ovi.
Kondisi tersebut meningkatkan risiko ibu mengalami anemia. Kalau mengalami anemia dan hamil, itu berisiko tinggi alami keguguran, persalinan prematur, serta pertumbuhan janin terhambat.
"Saat persalinan, akan ada kesulitan yang terjadi. Perdarahan yang banyak juga mungkin terjadi dan ini berisiko kematian," tambah Prof Ovi.
2. Mengurangi hak anak mendapatkan ASI
Karena ibu sudah hamil lagi saat anak belum berusia lebih dari 2 tahun yang artinya masih membutuhkan ASI, kesempatan hak ASI anak yang ada di luar kandungan berkurang. Itu terjadi karena ibu tidak bisa secara maksimal memberikan waktu untuk menyalurkan ASI ke anak. Ini akan berdampak pada pertumbuhan anak yang ada di luar kandungan.
3. Mengurangi hak anak mendapatkan perawatan tumbuh kembang
Perhatian ibu akan terpecah, pada anak yang di luar dan dalam kandungan. Anak yang di luar masih terlalu kecil untuk dilepas, sedangkan ibu juga perlu menjaga bayi yang ada di kandungan.
"Makanya, banyak kasus anak lebih rewel karena ibunya yang sedang hamil tidak memberi perhatian lebih," terang Prof Ovi.
"Atau pada contoh kasus lainnya, anak yang di luar kandungan masih minta gendong, tapi karena ibu sedang hamil jadi tidak bisa gendong. Alhasil, kesetaraan sejahtera bagi anak di luar dan dalam kandungan tidak didapatkan," tambahnya.
4. Pertumbuhan anak yang di dalam kandungan tidak optimal
Karena ibu perlu membagi peran untuk anak di dalam dan luar kandungan, besar kemungkinannya ibu tidak membuat anak yang di dalam kandungan tumbuh optimal. Karena itu, risiko stunting menjadi lebih tinggi, akibat ibu juga mesti fokus merawat dan menjaga anak di luar kandungan.
5. Ibu tidak sehat
Anak di dalam dan luar kandungan pun jadi tidak sehat. "Bagi ayah da ibu perlu diketahui bahwa ibu yang tidak sehat akan menentukan kesehatan anak di dalam dan luar kandungan," ungkap Prof Ovi.
Misalnya, karena ibu tidak sehat, si anak yang di luar kandungan minta ditemani main tidak bisa mendapat perhatian itu. Lalu, karena ibu sakit, itu akan memberi dampak langsung pada anak di dalam kandungan.
Jadi, Prof Ovi sangat menyarankan agar mengatur jarak kelahiran. Jika merujuk pada standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), jaraknya adalah 2,9 tahun.
Tapi, BKKBN sendiri menyarankan agar memberi jarak kelahiran itu minimal 3 tahun. Ini diharapkan orangtua sudah bisa memberikan perhatian pada anak di luar kandungan secara baik.
"Kami dari BKKBN menyarankan agar mulai mempersiapkan kehamilan setelah kelahiran sebelumnya itu minimal 3 tahun. Artinya, setelah anak pertama berusia 3 tahun, orangtua baru mulai merencanakan kehamilan berikutnya," terang Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina.
Jangan sampai Anda sebagai orangtua tidak peduli akan hal ini, karena ada 3 pihak yang akan dirugikan dengan jarak kelahiran terlalu pendek. Mereka adalah ibunya, anak yang ada di luar kandungan, dan anak yang di dalam kandungan.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Obstetri dan Ginekologi Sosial Prof Dwiana Ocviyanti, SpOG(K) menjelaskan bahwa akan ada masalah serius yang dihadapi jika jarak kehamilan tidak diperhatikan.
"Jarak kelahiran yang terlalu pendek, kurang dari 2 tahun, sangat tidak disarankan. Sebab, si ibu punya risiko kematian, anak yang ada di luar kandungan kurang dapat hak kesehatan optimal, pun anak yang ada di kandungan," terang Prof Ovi, sapaan akrabnya, di Webinar Tentang Anak X BKKBN, Senin (4/7/2022).
Baca Juga
Prof Ovi menerangkan lebih detail lima masalah yang muncul jika jarak kelahiran di bawah 2 tahun, apa saja?
1. Ibu tidak recovery optimal
Jika ibu sudah hamil lagi di bawah 2 tahun, artinya ibu tidak recovery secara optimal. Ini akan sangat merugikan, bahkan bisa mengancam nyawa.
"Proses melahirkan itu artinya banyak darah yang keluar dari tubuh ibu. Lalu, ibu juga akan kurang tidur karena perlu recovery tubuh pasca persalinan plus menjaga anak," terang Prof Ovi.
Kondisi tersebut meningkatkan risiko ibu mengalami anemia. Kalau mengalami anemia dan hamil, itu berisiko tinggi alami keguguran, persalinan prematur, serta pertumbuhan janin terhambat.
"Saat persalinan, akan ada kesulitan yang terjadi. Perdarahan yang banyak juga mungkin terjadi dan ini berisiko kematian," tambah Prof Ovi.
2. Mengurangi hak anak mendapatkan ASI
Karena ibu sudah hamil lagi saat anak belum berusia lebih dari 2 tahun yang artinya masih membutuhkan ASI, kesempatan hak ASI anak yang ada di luar kandungan berkurang. Itu terjadi karena ibu tidak bisa secara maksimal memberikan waktu untuk menyalurkan ASI ke anak. Ini akan berdampak pada pertumbuhan anak yang ada di luar kandungan.
3. Mengurangi hak anak mendapatkan perawatan tumbuh kembang
Perhatian ibu akan terpecah, pada anak yang di luar dan dalam kandungan. Anak yang di luar masih terlalu kecil untuk dilepas, sedangkan ibu juga perlu menjaga bayi yang ada di kandungan.
"Makanya, banyak kasus anak lebih rewel karena ibunya yang sedang hamil tidak memberi perhatian lebih," terang Prof Ovi.
"Atau pada contoh kasus lainnya, anak yang di luar kandungan masih minta gendong, tapi karena ibu sedang hamil jadi tidak bisa gendong. Alhasil, kesetaraan sejahtera bagi anak di luar dan dalam kandungan tidak didapatkan," tambahnya.
4. Pertumbuhan anak yang di dalam kandungan tidak optimal
Karena ibu perlu membagi peran untuk anak di dalam dan luar kandungan, besar kemungkinannya ibu tidak membuat anak yang di dalam kandungan tumbuh optimal. Karena itu, risiko stunting menjadi lebih tinggi, akibat ibu juga mesti fokus merawat dan menjaga anak di luar kandungan.
5. Ibu tidak sehat
Anak di dalam dan luar kandungan pun jadi tidak sehat. "Bagi ayah da ibu perlu diketahui bahwa ibu yang tidak sehat akan menentukan kesehatan anak di dalam dan luar kandungan," ungkap Prof Ovi.
Misalnya, karena ibu tidak sehat, si anak yang di luar kandungan minta ditemani main tidak bisa mendapat perhatian itu. Lalu, karena ibu sakit, itu akan memberi dampak langsung pada anak di dalam kandungan.
Jadi, Prof Ovi sangat menyarankan agar mengatur jarak kelahiran. Jika merujuk pada standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), jaraknya adalah 2,9 tahun.
Tapi, BKKBN sendiri menyarankan agar memberi jarak kelahiran itu minimal 3 tahun. Ini diharapkan orangtua sudah bisa memberikan perhatian pada anak di luar kandungan secara baik.
"Kami dari BKKBN menyarankan agar mulai mempersiapkan kehamilan setelah kelahiran sebelumnya itu minimal 3 tahun. Artinya, setelah anak pertama berusia 3 tahun, orangtua baru mulai merencanakan kehamilan berikutnya," terang Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina.
(hri)