Dokter Spesialis: Belum Ada Bukti BPA Sebabkan Gangguan Janin dan Kanker

Jum'at, 12 Agustus 2022 - 17:28 WIB
loading...
Dokter Spesialis: Belum Ada Bukti BPA Sebabkan Gangguan Janin dan Kanker
Sejumlah dokter spesialis membantah isu-isu miring isu tentang bahaya kesehatan mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) galon karena mengandung Bisfenol A (BPA) sempat membuat masyarakat khawatir. Foto/Ilustrasi/Dok.Sindonews
A A A
JAKARTA - Munculnya isu tentang bahaya kesehatan mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) galon karena mengandung Bisfenol A (BPA) sempat membuat masyarakat khawatir. Namun, dokter-dokter spesialis membantah isu-isu miring tersebut.

Kementerian Kesehatan menyarankan agar masyarakat mengkonsumsi air minum sekitar 8 gelas ukuran 230 mililiter per hari atau hampir setara dengan dua liter. Dan air minum dalam kemasan (AMDK) guna ulang menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air minum setiap hari.

Namun, sempat muncul isu bahwa AMDK galon yang menggunakan bahan plastik jenis polikarbonat berbahaya bagi kesehatan manusia. Hal tersebut karena BPA yang ada dalam kemasan galon itu disebutkan dapat bermigrasi ke dalam airnya jika terpapar panas matahari.

Menanggapi hal itu, dokter spesialis obstetri dan ginekologi sekaligus Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Jawa Barat, Dr. Muhammad Alamsyah Aziz, SpOG (K), KIC, M.Kes, mengatakan hingga saat ini belum ada laporan kasus gangguan kesehatan pada ibu hamil maupun kepada janin yang berkaitan dengan konsumsi AMDK guna ulang atau galon berbahan Polikarbonat.



Hal ini juga sejalan dengan penelitian pakar yang menyebut kan bahwa tingkat migrasi BPA dalam kemasan galon sangat kecil.

“Jadi, sampai saat ini Bisfenol yang ditemukan di dalam air akibat migrasi dari kemasannya itu sangat rendah sekali. Masih dalam batas ambang aman, baik itu yang sudah dikeluarkan BPOM dan WHO. Baik itu data-data yang kita temukan,1000 kali lebih aman dibanding batas ambang. Jadi, jangan khawatir untuk mengkonsumsi air dari galon,” katanya mengutip CNN Insider baru-baru ini.

Di tayangan yang sama, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP juga mengatakan bahwa hingga saat ini bahan Bisfenol A yang terdapat dalam kemasan plastik polikarbonat tidak terbukti menyebabkan kanker. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat tidak perlu panik dan takut untuk mengkonsumsi AMDK galon.

“Saya harap tidak perlu khawatir, karena BPA yang ada di air kemasan itu buktinya masih sangat lemah untuk bisa menyebabkan kanker. Jadi, masyarakat belum perlu khawatir atau tidak perlu khawatir saat ini,” katanya.

Dia mengatakan isu ini hanya memunculkan kepanikan saja di masayrakat. “Yang ada katanya, dilakukan percobaan pada tikus, di mana tikusnya benar-benar diberi makan BPA. Tapi sebuah penelitian, awalnya itu juga tidak sampai begitu, memberikan langsung BPA ke hewan percobaan,” tukasnya.

Malah, dia menyarankan salah satu kiat untuk mencegah kanker itu adalah dengan minum air putih yang cukup. Dia juga mememinta agar masyarakat rajin melakukan gaya hidup sehat seperti berolah raga dan makan makanan bergizi.

Di tempat terpisah, Dosen Biokimia dari Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB), Syaefudin, PhD, mengungkapkan bahwa BPA yang tidak sengaja dikonsumsi para konsumen dari kemasan pangan akan dikeluarkan lagi dari dalam tubuh. Karena, menurutnya, BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh itu akan diubah di dalam hati menjadi senyawa lain sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan lewat urin.

“Jadi sebenarnya, kalau BPA itu tidak sengaja dikonsumsi oleh kita tubuh kita. Misalkan dari air minum dalam kemasan yang mengandung BPA. Tapi, ketika dikonsumsi, yang paling berperan itu adalah hati. Ada proses glukorodinase di hati, di mana ada enzim yang mengubah BPA itu menjadi senyawa lain yang mudah dikeluarkan tubuh lewat urin,” katanya.

Selain itu, kata Syaefudin, sebenarnya BPA ini memiliki biological half life atau waktu paruh biologisnya. Artinya, ketika BPA itu misalnya satuannya 10, masuk dalam tubuh, dia selama 5-6 jam akan cuma tersisa 5. “Nah, yang setengahnya lagi itu dikeluarkan dari tubuh. Artinya, yang berpotensi untuk menjadi toksik dalam tubuh itu sebenarnya sudah berkurang,” tuturnya.

Dari sisi seorang biokimia, menurut Syaefudin, uji BPA setelah dikonsumsi itu sangat perlu dilakukan. “Makanya yang perlu dicek sekarang itu adalah kondisi kita itu seperti apa sih dengan regulasi yang ada sekarang. Sebenarnya paparan eksisting kita itu berapa setelah berada di dalam tubuh. Kalau sudah tahu paparannya ini baru bisa jadi argumentasi yang logis untuk industri maupun masyarakat. Selama data ini tidak ada, BPOM tidak bisa lantas mengatakan bahwa BPA kemasan galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan,” katanya.

“Jangan-jangan, half life yang 5-6 jam itu mampu sudah mereduksi BPA itu,” tambahnya.

Jadi, dia menyarankan agar selain melakukan uji existing terhadap airnya, BPOM juga mengecek lagi kondisi riilnya berapa orang di seluruh Indonesia yang telah mengkonsumsi air AMDK guna ulang itu, yang paparan BPA di dalam tubuhnya melebihi batas aman yang sudah ditetapkan sebesar 0,6 bpj.

“Setelah itulah baru BPOM bisa membuat kesimpulan. Tapi sebelum itu dilakukan, ya tidak bisa disimpulkan BPA dalam galon guna ulang itu berbahaya,” ucapnya.
(hri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1745 seconds (0.1#10.140)