Kolaborasi Riset Tembakau Alternatif Dinilai Dapat Bantu Atasi Masalah Rokok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif di Indonesia dinilai masih sangat minim. Pemerintah disarankan mendorong kolaborasi riset mengenai produk tembakau alternatif dengan pemangku kepentingan terkait, termasuk akademisi, lembaga pemerintah, hingga pelaku industri.
Peneliti dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) Emran Kartasmita menjelaskan, riset terhadap produk tembakau alternatif masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Sebagai produk yang menerapkan konsep pengurangan bahaya (harm reduction), seharusnya para pemangku kepentingan mendorong lebih banyak lagi kajian ilmiah yang meneliti tentang produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan maupun kantong nikotin.
Riset tersebut bukan untuk mendorong nonperokok menjadi konsumen produk tembakau alternatif. "Melainkan menyediakan alternatif produk yang lebih rendah risiko bagi perokok yang kesulitan untuk berhenti dan mendorong mereka beralih ke produk tersebut," ungkap Emran, Senin (19/9/2022).
Baca juga: Ratu Elizabeth II sebelum Meninggal Ungkap Tak Ingin Pemakamannya Membosankan
Menurut Emran, pemerintah, para akademisi, lembaga riset, serta pelaku usaha di industri bisa berkolaborasi untuk melakukan kajian ilmiah dengan topik-topik yang relevan terhadap produk tembakau alternatif. Kolaborasi tersebut nantinya akan menghasilkan riset yang komprehensif dan perlu dipastikan bahwa fakta mengenai produk tembakau alternatif dapat diakses oleh publik.
Emran berpendapat, riset-riset kolaboratif juga dapat mengurangi persepsi negatif yang bertentangan dengan fakta hasil kajian ilmiah.
"Cara terbaik untuk mengatasi hal tersebut (persepsi negatif) adalah dengan menyediakan data dan bukti ilmiah yang komprehensif. Khususnya yang terkait dengan aspek keamanan dan dampaknya terhadap kesehatan," kata dia.
Hasil kajian tersebut, selanjutnya perlu dipublikasikan di jurnal ilmiah yang bereputasi baik. Hal ini bertujuan agar memiliki bobot dan objektivitas ilmiah.
"Selanjutnya, agar mudah dipahami oleh masyarakat luas, bisa disampaikan secara lebih masif melalui berbagai kegiatan edukasi maupun media massa," sambungnya.
Sebelumnya, SF-ITB telah melakukan hasil kajian literatur ilmiah yang berjudul "Kajian Risiko (Risk Assessment) Produk Tobacco Heated System (THS) Berdasarkan Data dan Kajian Literatur".
Kajian ini dilakukan terhadap produk tembakau yang dipanaskan berdasarkan metode standar yang dilakukan di seluruh dunia untuk menghitung perkiraan tingkat risiko. Berdasarkan hasil kajian SF-ITB, produk tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok.
Baca juga: Uniknya Miniatur Dunia Berbahan Jutaan Keping Lego, Dibuat Tiga Tahun Tanpa Henti
Dalam proses kajian tersebut, SF-ITB mengacu pada lembaga-lembaga dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), IARC (International Agency for Research on Cancer), CDC (Centers for Disease Control and Prevention), dan US-EPA (Environmental Protection Agency).
Peneliti dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) Emran Kartasmita menjelaskan, riset terhadap produk tembakau alternatif masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Sebagai produk yang menerapkan konsep pengurangan bahaya (harm reduction), seharusnya para pemangku kepentingan mendorong lebih banyak lagi kajian ilmiah yang meneliti tentang produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan maupun kantong nikotin.
Riset tersebut bukan untuk mendorong nonperokok menjadi konsumen produk tembakau alternatif. "Melainkan menyediakan alternatif produk yang lebih rendah risiko bagi perokok yang kesulitan untuk berhenti dan mendorong mereka beralih ke produk tersebut," ungkap Emran, Senin (19/9/2022).
Baca juga: Ratu Elizabeth II sebelum Meninggal Ungkap Tak Ingin Pemakamannya Membosankan
Menurut Emran, pemerintah, para akademisi, lembaga riset, serta pelaku usaha di industri bisa berkolaborasi untuk melakukan kajian ilmiah dengan topik-topik yang relevan terhadap produk tembakau alternatif. Kolaborasi tersebut nantinya akan menghasilkan riset yang komprehensif dan perlu dipastikan bahwa fakta mengenai produk tembakau alternatif dapat diakses oleh publik.
Emran berpendapat, riset-riset kolaboratif juga dapat mengurangi persepsi negatif yang bertentangan dengan fakta hasil kajian ilmiah.
"Cara terbaik untuk mengatasi hal tersebut (persepsi negatif) adalah dengan menyediakan data dan bukti ilmiah yang komprehensif. Khususnya yang terkait dengan aspek keamanan dan dampaknya terhadap kesehatan," kata dia.
Hasil kajian tersebut, selanjutnya perlu dipublikasikan di jurnal ilmiah yang bereputasi baik. Hal ini bertujuan agar memiliki bobot dan objektivitas ilmiah.
"Selanjutnya, agar mudah dipahami oleh masyarakat luas, bisa disampaikan secara lebih masif melalui berbagai kegiatan edukasi maupun media massa," sambungnya.
Sebelumnya, SF-ITB telah melakukan hasil kajian literatur ilmiah yang berjudul "Kajian Risiko (Risk Assessment) Produk Tobacco Heated System (THS) Berdasarkan Data dan Kajian Literatur".
Kajian ini dilakukan terhadap produk tembakau yang dipanaskan berdasarkan metode standar yang dilakukan di seluruh dunia untuk menghitung perkiraan tingkat risiko. Berdasarkan hasil kajian SF-ITB, produk tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok.
Baca juga: Uniknya Miniatur Dunia Berbahan Jutaan Keping Lego, Dibuat Tiga Tahun Tanpa Henti
Dalam proses kajian tersebut, SF-ITB mengacu pada lembaga-lembaga dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), IARC (International Agency for Research on Cancer), CDC (Centers for Disease Control and Prevention), dan US-EPA (Environmental Protection Agency).
(nug)