Bahayakan Nyawa Manusia, Dua Perusahaan Farmasi Disanksi Berat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dua perusahaan farmasi , PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries bakal menerima sanksi berat.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bahwa kedua perusahaan itu terbukti menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol dan produk jadi mengandung etilen glikol dan dietilen glikol melebihi ambang batas.
Temuan BPOM dan Bareskrim Polri tersebut didasari hasil pemeriksaan melalui sejumlah karyawan, dokumen, sarana, dan produk terhadap dua industri farmasi tersebut.
Baca juga: Hindari Risiko Gangguan Kesehatan, Ini Jenis Olahraga yang Aman buat Jantung
"Kedua industri farmasi tersebut diberikan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB) untuk fasilitas produksi cairan oral non betalaktam," sabut BPOM dalam pernyataan resminya di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
"Karena sanksi tersebut juga seluruh izin edar produk cairan oral nonbetalaktam dari kedua industri farmasi tersebut dicabut," lanjut pernyataan BPOM.
Berdasarkan keterangan saksi dan ahli, Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengatakan, telah terjadi dugaan tindak pidana dengan unsur pasal memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana diatur dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah," ujar Penny.
Selain itu, terdapat unsur pasal lain yaitu memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bahwa kedua perusahaan itu terbukti menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol dan produk jadi mengandung etilen glikol dan dietilen glikol melebihi ambang batas.
Temuan BPOM dan Bareskrim Polri tersebut didasari hasil pemeriksaan melalui sejumlah karyawan, dokumen, sarana, dan produk terhadap dua industri farmasi tersebut.
Baca juga: Hindari Risiko Gangguan Kesehatan, Ini Jenis Olahraga yang Aman buat Jantung
"Kedua industri farmasi tersebut diberikan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB) untuk fasilitas produksi cairan oral non betalaktam," sabut BPOM dalam pernyataan resminya di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
"Karena sanksi tersebut juga seluruh izin edar produk cairan oral nonbetalaktam dari kedua industri farmasi tersebut dicabut," lanjut pernyataan BPOM.
Berdasarkan keterangan saksi dan ahli, Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengatakan, telah terjadi dugaan tindak pidana dengan unsur pasal memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana diatur dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah," ujar Penny.
Selain itu, terdapat unsur pasal lain yaitu memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.