Klaim Kasus Gagal Ginjal Akut Terkendali Dianggap Over Confident, Ini Kata Epidemiolog
loading...

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menilai bahwa Kemenkes over confident karena mengklaim kasus gagal ginjal akut sudah terkendali. Foto/Dok.MPI
A A A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim bahwa kasus gagal ginjal akut di Indonesia semakin terkendali usai mengeluarkan imbauan larangan mengonsumsi obat sirup. Salah satu indikatornya adalah tidak ada penambahan kasus baru per 6 November 2022.
Kasus kematian pasien gagal ginjal akut juga tidak ada di periode yang sama. Ini menjadi kabar baik bagi masyarakat, namun Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menilai bahwa Kemenkes over confident.
"Saya gak begitu percaya dan berbahaya menyatakan (aman) dari data yang hanya bersumber dari laporan fasilitas pelayanan kesehatan," terang Dicky pada MNC Portal, Selasa (8/11/2022).
"Jadi, jika menyatakan bahwa kasus gagal ginjal akut ini mulai terkendali, itu sangat prematur dan over confident," tambahnya.
Baca Juga: Gandeng Epidemiolog, Kemenkes Kaji Status KLB Gagal Ginjal Akut pada Anak
Mengandalkan data yang dilaporkan ke fasiltas pelayanan kesehatan, yang dipastikan Dicky bukan data real, sangat berbahaya. Artinya, banyak kasus yang tidak tercatat di masyarakat dan ini akan merugikan masyarakat sendiri.
"Di Indonesia itu 70 persen orang sakit tidak langsung ke rumah sakit, melainkan mereka merawat diri di rumah. Karena hal itu, mengandalkan data laporan kasus saja akan membahayakan," tegas Dicky.
Ia melanjutkan, apalagi obat yang dilarang itu dijual bebas dan harganya relatif murah. Kondisi ini memperburuk situasi data kasus gagal ginjal akut.
"Saya juga menilai terlalu prematur untuk menyatakan bahwa penyebab terbesar gagal ginjal akut adalah cemaran etilen glikol dan dietilen glikol," ungkapnya.
"Pemerintah harus membuka secara terang semua faktor yang diduga penyebab gagal ginjal akut dan kasus di setiap faktornya, agar publik juga punya kewaspadaan pada kondisi lain," tambah Dicky Budiman.
Lihat Juga: Cegah Kanker Serviks, Pelaksanaan Vaksinasi HPV Gratis Tahun Ini Dimulai dari DKI Jakarta
Kasus kematian pasien gagal ginjal akut juga tidak ada di periode yang sama. Ini menjadi kabar baik bagi masyarakat, namun Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menilai bahwa Kemenkes over confident.
"Saya gak begitu percaya dan berbahaya menyatakan (aman) dari data yang hanya bersumber dari laporan fasilitas pelayanan kesehatan," terang Dicky pada MNC Portal, Selasa (8/11/2022).
"Jadi, jika menyatakan bahwa kasus gagal ginjal akut ini mulai terkendali, itu sangat prematur dan over confident," tambahnya.
Baca Juga: Gandeng Epidemiolog, Kemenkes Kaji Status KLB Gagal Ginjal Akut pada Anak
Mengandalkan data yang dilaporkan ke fasiltas pelayanan kesehatan, yang dipastikan Dicky bukan data real, sangat berbahaya. Artinya, banyak kasus yang tidak tercatat di masyarakat dan ini akan merugikan masyarakat sendiri.
"Di Indonesia itu 70 persen orang sakit tidak langsung ke rumah sakit, melainkan mereka merawat diri di rumah. Karena hal itu, mengandalkan data laporan kasus saja akan membahayakan," tegas Dicky.
Ia melanjutkan, apalagi obat yang dilarang itu dijual bebas dan harganya relatif murah. Kondisi ini memperburuk situasi data kasus gagal ginjal akut.
"Saya juga menilai terlalu prematur untuk menyatakan bahwa penyebab terbesar gagal ginjal akut adalah cemaran etilen glikol dan dietilen glikol," ungkapnya.
"Pemerintah harus membuka secara terang semua faktor yang diduga penyebab gagal ginjal akut dan kasus di setiap faktornya, agar publik juga punya kewaspadaan pada kondisi lain," tambah Dicky Budiman.
Lihat Juga: Cegah Kanker Serviks, Pelaksanaan Vaksinasi HPV Gratis Tahun Ini Dimulai dari DKI Jakarta
(hri)