Waspadai TB di Tengah Pandemi, Ini Bedanya dengan Covid-19
loading...
A
A
A
"COVID-19 belum punya obat, sedangkan TBC sudah ada obatnya, dengan catatan harus dikonsumsi dengan baik dan patuh," kata dia.
Walaupun memiliki obat dalam membantu penyembuhan, masih banyak masyarakat yang menyepelekan penyakit TBC karena dianggap merupakan penyakit lama sehingga kurang memperhatikan kedisiplinan pada proses penyembuhan melalui konsumsi obat yang telah tersedia. Ini menyebabkan para penderita TB menjadi resisten atau obatnya sudah tidak mempan lagi dengan penyakit TBC tersebut.
"Ketika sudah mengkonsumsi, lalu stop, lalu nanti minum lagi. Jadi sembuhnya tidak betul-betul sembuh sempurna. Padahal obat TB harus dikonsumsi dalam waktu yang cukup panjang yaitu enam bulan. Namun pada bulan pertama dan kedua merasa sudah sembuh, padahal belum sembuh. Hal ini yang menjadi resisten dan masalah yang masih menjadi tantangan kita," ujar Wiendra.
Wiendra juga menambahkan bahwa orang yang menderita TBC bukan menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit COVID-19. (Baca Juga: Tuberkulosis Masih Jadi Beban Kesehatan Indonesia )
"Menurut data, hanya 19 orang penderita TBC yang terkena COVID-19. Pada data yang tersedia, justru penyakit tidak menular atau PTM menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit COVID-19. Walaupun TBC ada dalam 10 besar penyakit bawaan yang rawan terkena COVID-19, namun TBC bukan nomor satu," kata dia.
Selanjutnya, Wiendra mengimbau kepada pasien TBC untuk tetap selalu berobat ke pelayanan kesehatan yang ada dan mengkonsumsi obat hingga sembuh total sehingga penularannya tidak semakin meningkat.
"Pelayanan TBC tidak bisa berhenti, kalau butuh ke layanan protokol kesehatan tetap dijalani. Jangan putus obat dan pastikan bahwa obat itu didapatkan oleh pasien," kata Wiendra menegaskan. (Baca Juga: Indonesia Peringkat Tiga Angka Tuberkulosis Tertinggi di Dunia )
Langkah pencegahan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia bahwa kesehatan dan kebersihan adalah hal yang penting. Hal ini turut menjadi peluang untuk mencegah penularan penyakit TBC dengan melakukan hal yang sama, seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak.
"Mengubah kebiasaan pastinya sulit, tidak semudah membalik telapak tangan, tapi adanya COVID-19, kita memiliki peluang untuk menumbuhkan kebiasaan dengan disiplin dan patuh untuk menjalankan protokol kesehatan seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak, sehingga tidak hanya berguna untuk mencegah COVID-19, tapi juga berguna untuk mencegah penularan TBC," ujar dia.
Walaupun memiliki obat dalam membantu penyembuhan, masih banyak masyarakat yang menyepelekan penyakit TBC karena dianggap merupakan penyakit lama sehingga kurang memperhatikan kedisiplinan pada proses penyembuhan melalui konsumsi obat yang telah tersedia. Ini menyebabkan para penderita TB menjadi resisten atau obatnya sudah tidak mempan lagi dengan penyakit TBC tersebut.
"Ketika sudah mengkonsumsi, lalu stop, lalu nanti minum lagi. Jadi sembuhnya tidak betul-betul sembuh sempurna. Padahal obat TB harus dikonsumsi dalam waktu yang cukup panjang yaitu enam bulan. Namun pada bulan pertama dan kedua merasa sudah sembuh, padahal belum sembuh. Hal ini yang menjadi resisten dan masalah yang masih menjadi tantangan kita," ujar Wiendra.
Wiendra juga menambahkan bahwa orang yang menderita TBC bukan menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit COVID-19. (Baca Juga: Tuberkulosis Masih Jadi Beban Kesehatan Indonesia )
"Menurut data, hanya 19 orang penderita TBC yang terkena COVID-19. Pada data yang tersedia, justru penyakit tidak menular atau PTM menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit COVID-19. Walaupun TBC ada dalam 10 besar penyakit bawaan yang rawan terkena COVID-19, namun TBC bukan nomor satu," kata dia.
Selanjutnya, Wiendra mengimbau kepada pasien TBC untuk tetap selalu berobat ke pelayanan kesehatan yang ada dan mengkonsumsi obat hingga sembuh total sehingga penularannya tidak semakin meningkat.
"Pelayanan TBC tidak bisa berhenti, kalau butuh ke layanan protokol kesehatan tetap dijalani. Jangan putus obat dan pastikan bahwa obat itu didapatkan oleh pasien," kata Wiendra menegaskan. (Baca Juga: Indonesia Peringkat Tiga Angka Tuberkulosis Tertinggi di Dunia )
Langkah pencegahan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia bahwa kesehatan dan kebersihan adalah hal yang penting. Hal ini turut menjadi peluang untuk mencegah penularan penyakit TBC dengan melakukan hal yang sama, seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak.
"Mengubah kebiasaan pastinya sulit, tidak semudah membalik telapak tangan, tapi adanya COVID-19, kita memiliki peluang untuk menumbuhkan kebiasaan dengan disiplin dan patuh untuk menjalankan protokol kesehatan seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak, sehingga tidak hanya berguna untuk mencegah COVID-19, tapi juga berguna untuk mencegah penularan TBC," ujar dia.
(alv)