Memahami Demensia dan Penanganannya, Simak Penjelasan Dokter Spesialis Saraf
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harus dipahami, demensia bukanlah penyakit, tetapi merupakan sekelompok kondisi atau 'sindrom' gabungan sejumlah gejala dengan penurunan fungsi kognisi otak. Demensia terjadi ketika otak mengalami kerusakan karena penyakit, seperti penyakit Alzheimer, stroke ataupun penyakit lainnya .
"Secara detail, demensia merupakan kondisi penurunan fungsi konigsi seperti hilangnya memori dan kemampuan menilai atau juga daya ingat, pola berpikir dan akan menggangu aktifitas penderita. Angka kejadian demensia paling sering terjadi pada usia >=65 tahun," tutur dokter Laura P. Susila Tambunan, M.Kes, Mked(Neu), Sp.N., dari Siloam Hospital Mampang, melalui bincang sehat pada aplikasi live Instagram.
Namun saat ini, lanjut dokter spesialis saraf ini, telah banyak ditemukan kasus demensia pada usia produktif 40-50 tahun. Bahkan telah dilaporkan kasus demensia pada usia 20 tahun. "Demensia pada usia produktif ini dikenal dengan Young Onset Dementia atau Early Onset Dementia," imbujnya.
Dari banyak tipe demensia, data menunjukkan yang paling sering ditemukan adalah demensia Alzheimer yang berhubungan dengan perubahan genetik dan protein di organ otak. "Lalu diikuti oleh Demensia Vaskular yang diakibatkan oleh gangguan pada pembuluh darah otak seperti stroke atau small vessel diseasse," pungkasnya.
Pada edukasi ini, dokter Laura menyampaikan bahwa jenis demensia yang paling sering terjadi adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Alzheimer adalah jenis demensia yang berhubungan dengan perubahan genetik dan perubahan protein di otak. "Sedangkan, demensia vaskular adalah jenis demensia akibat gangguan di pembuluh darah otak," tambahnya.
Lanjut dokter Laura, adapun perbedaan antara pikun dan lupa dengan demensia, yaitu, dari keadaan penderita. Demensia lebih serius untuk ditopang kehidupannya karena demensia disebabkan rusaknya sel saraf dan hubungan antar saraf sel otak yang menyebabkan gangguan kognisi yang mengganggu fungsi sosial, aktifitas dan pekerjaan.
"Faktor resikonya antara lain, pertambahan usia, genetik keluarga, pola makan tidak sehat, jarang berolahraga, dan dapat juga karena merokok dan kecanduan alkohol", ungkapnya.
Untuk penanganan, sambungnya, screening dan deteksi dini menjadi penting. Sebab, tindakan medis ataupun pengobatan medis modern belum dapat menjamin kesembuhan atau kembali normal pada penderita demensia.
Menurut dokter, apabila sudah ditahapan tertentu, penanganan akan dioptimalkan agar tidak memburuk ke tingkat yang lebih parah. Pemeriksaan saraf, mental dan yang dikenal dengan tes fungsi luhur akan mengawali tindakan diagnosa dan dilanjutkan pemindaian otak, CT scan, MRI atau PET scan dan tindakan pendukung lainnya.
"Diibaratkan sebuah rumah itulah dimensia dan salah satu ruangan di dalamnya adalah alzheimer. Dapat diartikan alzheimer adalah salah satu tipe demensia paling umum", ungkap dr. Laura.
Lebih lanjut, dokter menyampaikan bahwa menjalankan pola hidup sehat, berolahraga rutin, asupan nutrisi cukup sekaligus melatih otak secara berkala juga upaya untuk mencegahnya.
"Termasuk mengelola penyakit penyerta seperti diabetes, kolesterol, hipertensi yang merupakan hal yang dapat dilakukan dalam mencegah keluhan penyakit demensia," tutupnya.
Lihat Juga: Kehidupan Memilukan Bruce Willis, Aktor Die Hard yang Tak Bisa Bicara akibat Demensia Frontotemporal
"Secara detail, demensia merupakan kondisi penurunan fungsi konigsi seperti hilangnya memori dan kemampuan menilai atau juga daya ingat, pola berpikir dan akan menggangu aktifitas penderita. Angka kejadian demensia paling sering terjadi pada usia >=65 tahun," tutur dokter Laura P. Susila Tambunan, M.Kes, Mked(Neu), Sp.N., dari Siloam Hospital Mampang, melalui bincang sehat pada aplikasi live Instagram.
Namun saat ini, lanjut dokter spesialis saraf ini, telah banyak ditemukan kasus demensia pada usia produktif 40-50 tahun. Bahkan telah dilaporkan kasus demensia pada usia 20 tahun. "Demensia pada usia produktif ini dikenal dengan Young Onset Dementia atau Early Onset Dementia," imbujnya.
Dari banyak tipe demensia, data menunjukkan yang paling sering ditemukan adalah demensia Alzheimer yang berhubungan dengan perubahan genetik dan protein di organ otak. "Lalu diikuti oleh Demensia Vaskular yang diakibatkan oleh gangguan pada pembuluh darah otak seperti stroke atau small vessel diseasse," pungkasnya.
Pada edukasi ini, dokter Laura menyampaikan bahwa jenis demensia yang paling sering terjadi adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Alzheimer adalah jenis demensia yang berhubungan dengan perubahan genetik dan perubahan protein di otak. "Sedangkan, demensia vaskular adalah jenis demensia akibat gangguan di pembuluh darah otak," tambahnya.
Lanjut dokter Laura, adapun perbedaan antara pikun dan lupa dengan demensia, yaitu, dari keadaan penderita. Demensia lebih serius untuk ditopang kehidupannya karena demensia disebabkan rusaknya sel saraf dan hubungan antar saraf sel otak yang menyebabkan gangguan kognisi yang mengganggu fungsi sosial, aktifitas dan pekerjaan.
"Faktor resikonya antara lain, pertambahan usia, genetik keluarga, pola makan tidak sehat, jarang berolahraga, dan dapat juga karena merokok dan kecanduan alkohol", ungkapnya.
Untuk penanganan, sambungnya, screening dan deteksi dini menjadi penting. Sebab, tindakan medis ataupun pengobatan medis modern belum dapat menjamin kesembuhan atau kembali normal pada penderita demensia.
Menurut dokter, apabila sudah ditahapan tertentu, penanganan akan dioptimalkan agar tidak memburuk ke tingkat yang lebih parah. Pemeriksaan saraf, mental dan yang dikenal dengan tes fungsi luhur akan mengawali tindakan diagnosa dan dilanjutkan pemindaian otak, CT scan, MRI atau PET scan dan tindakan pendukung lainnya.
"Diibaratkan sebuah rumah itulah dimensia dan salah satu ruangan di dalamnya adalah alzheimer. Dapat diartikan alzheimer adalah salah satu tipe demensia paling umum", ungkap dr. Laura.
Lebih lanjut, dokter menyampaikan bahwa menjalankan pola hidup sehat, berolahraga rutin, asupan nutrisi cukup sekaligus melatih otak secara berkala juga upaya untuk mencegahnya.
"Termasuk mengelola penyakit penyerta seperti diabetes, kolesterol, hipertensi yang merupakan hal yang dapat dilakukan dalam mencegah keluhan penyakit demensia," tutupnya.
Lihat Juga: Kehidupan Memilukan Bruce Willis, Aktor Die Hard yang Tak Bisa Bicara akibat Demensia Frontotemporal
(don)