6 Fakta Terkait Heboh Singapura dan 3 Negara Lain Daftarkan Kebaya ke UNESCO
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemberitaan soal rencana Singapura mendaftarkan kebaya sebagai salah satu warisan budaya tak benda UNESCO dalam upaya multinasional bersama Brunei, Malaysia, dan Thailand, membuat masyarakat Indonesia sedikit emosi.
Banyak yang beranggapan bahwa Indonesia kalah cepat dari keempat negara tersebut untuk membawa kebaya ke UNESCO. Namun, sebelum menimbulkan konflik dan perpecahan, kita sebaiknya perlu memahami apa sebenarnya maksud serta fungsi di balik langkah pendaftaran suatu warisan budaya tak benda seperti kebaya ke UNESCO.
Berikut beberapa faktanya, dikutip dari laman News Delivers, Kamis (24/11/2022).
1. Upaya Indonesia melalui Kebaya Goes to UNESCO
Di tengah gencarnya kampanye “Kebaya Goes to UNESCO”, patut dicatat bahwa tidak hanya wanita Indonesia yang gemar mengenakan kebaya. Pemerintah Indonesia bahkan pernah menegaskan, jika kebaya Indonesia mendapat pengakuan dari UNESCO, bukan berarti Indonesia berhak mengklaim hak kekayaan intelektual atas warisan budaya tak benda.
Meski begitu, berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengampanyekan #KebayaGoesToUNESCO terus dilakukan. Tujuannya tak lain agar kebaya diakui sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage/ICH) atau warisan budaya tak benda oleh Badan Urusan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB. Setiap tahun, organisasi tersebut merilis Daftar ICH dari berbagai negara.
2. Kebaya Belum Masuk Nominasi UNESCO
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid memastikan bahwa hingga saat ini pemerintah Indonesia belum mengajukan kebaya ke UNESCO.
“Belum terdaftar secara resmi,” kata Hilmar Farid kepada VOA, beberapa bulan lalu.
Menurutnya, saat itu, prosesnya masih dalam tahap penyusunan berkas atau pengumpulan dokumen pendukung oleh masyarakat, termasuk Perempuan Indonesia Berkebaya (PBI).
3. Kebaya Tidak Hanya Diapresiasi di Indonesia
Tak bisa dipungkiri juga bahwa negara yang warganya memakai dan melestarikan kebaya, bukan hanya Indonesia. Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam juga memiliki kebaya khas mereka sendiri.
Kepala Unit Kebudayaan UNESCO Jakarta Moe Chiba mengatakan, ICH pada dasarnya dimiliki oleh orang-orang yang mempraktikkannya.
“Orang-orang bepergian melintasi perbatasan. Saat itu tidak ada batas negara, sehingga orang dapat bergerak dengan bebas. Sangat umum untuk melihat tradisi atau warisan budaya yang mirip atau hampir sama (di berbagai negara). Itulah keindahan ICH,” ujar Moe kepada VOA.
Sehingga, ia menilai, negara-negara yang memiliki tradisi atau budaya yang sama dapat bergabung untuk menominasikan budaya tersebut ke UNESCO. Misalnya, ritual dan permainan tarik tambang terdaftar sebagai warisan budaya di empat negara yakni Kamboja, Filipina, Republik Korea, dan Vietnam. Selain itu, pantun juga terdaftar sebagai warisan budaya dari Indonesia dan Malaysia.
4. Indonesia Akan Mencalonkan Kebaya Sendiri atau Bersama Negara Lain?
Sekali lagi, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebut bahwa semua itu belum diputuskan.
“Memang saat ini sedang ada pembicaraan soal itu karena Malaysia juga punya rencana untuk meminang kebaya sebagai warisan,” katanya.
5. Pengakuan UNESCO Bukanlah Penghargaan Hak Cipta
Selain itu, Hilmar mengingatkan, yang terpenting adalah arti dari daftar tersebut. Daftar UNESCO berjudul "Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan" bertujuan untuk menunjukkan keragaman warisan budaya dan meningkatkan kesadaran publik.
Hilmar menegaskan bahwa pengakuan UNESCO bukan pemberian hak cipta.
“Semangatnya bukan kalau Indonesia mendaftar sekarang dan kemudian memiliki hak eksklusif atas budaya itu, negara lain tidak bisa menggunakannya. Tapi ini adalah kontribusi masing-masing negara dan budayanya terhadap budaya dunia,” paparnya.
Moe menyampaikan pesan serupa. Ia mengatakan, warisan budaya tak benda itu milik masyarakat, bukan milik pemerintah atau negara. Dia menyerukan nominasi bersama jika budaya itu ada di beberapa negara.
“Kami berharap proses pencalonan tidak memicu perselisihan antarkomunitas atau negara, tetapi justru menumbuhkan kolaborasi dan saling menghargai,” harapnya.
6. Indonesia Telah Daftarkan Sejumlah Warisan Budaya ke UNESCO
Proses nominasi yang melibatkan beberapa negara dapat dilakukan setiap tahun. Sedangkan nominasi dari satu negara hanya bisa dilakukan dua tahun sekali. Siklus ini juga menjadi pertimbangan pemerintah, apalagi banyak warisan budaya Indonesia yang antre untuk dinominasikan seperti reog, tempe, dan tenun.
Hingga saat ini terdapat 12 warisan budaya Indonesia di UNESCO sejak 2008, antara lain tari saman, pinisi, dan noken. Kini UNESCO sedang melakukan proses verifikasi jamu sebagai warisan budaya Indonesia selanjutnya.
Banyak yang beranggapan bahwa Indonesia kalah cepat dari keempat negara tersebut untuk membawa kebaya ke UNESCO. Namun, sebelum menimbulkan konflik dan perpecahan, kita sebaiknya perlu memahami apa sebenarnya maksud serta fungsi di balik langkah pendaftaran suatu warisan budaya tak benda seperti kebaya ke UNESCO.
Berikut beberapa faktanya, dikutip dari laman News Delivers, Kamis (24/11/2022).
1. Upaya Indonesia melalui Kebaya Goes to UNESCO
Di tengah gencarnya kampanye “Kebaya Goes to UNESCO”, patut dicatat bahwa tidak hanya wanita Indonesia yang gemar mengenakan kebaya. Pemerintah Indonesia bahkan pernah menegaskan, jika kebaya Indonesia mendapat pengakuan dari UNESCO, bukan berarti Indonesia berhak mengklaim hak kekayaan intelektual atas warisan budaya tak benda.
Meski begitu, berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengampanyekan #KebayaGoesToUNESCO terus dilakukan. Tujuannya tak lain agar kebaya diakui sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage/ICH) atau warisan budaya tak benda oleh Badan Urusan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB. Setiap tahun, organisasi tersebut merilis Daftar ICH dari berbagai negara.
2. Kebaya Belum Masuk Nominasi UNESCO
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid memastikan bahwa hingga saat ini pemerintah Indonesia belum mengajukan kebaya ke UNESCO.
“Belum terdaftar secara resmi,” kata Hilmar Farid kepada VOA, beberapa bulan lalu.
Menurutnya, saat itu, prosesnya masih dalam tahap penyusunan berkas atau pengumpulan dokumen pendukung oleh masyarakat, termasuk Perempuan Indonesia Berkebaya (PBI).
3. Kebaya Tidak Hanya Diapresiasi di Indonesia
Tak bisa dipungkiri juga bahwa negara yang warganya memakai dan melestarikan kebaya, bukan hanya Indonesia. Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam juga memiliki kebaya khas mereka sendiri.
Kepala Unit Kebudayaan UNESCO Jakarta Moe Chiba mengatakan, ICH pada dasarnya dimiliki oleh orang-orang yang mempraktikkannya.
“Orang-orang bepergian melintasi perbatasan. Saat itu tidak ada batas negara, sehingga orang dapat bergerak dengan bebas. Sangat umum untuk melihat tradisi atau warisan budaya yang mirip atau hampir sama (di berbagai negara). Itulah keindahan ICH,” ujar Moe kepada VOA.
Sehingga, ia menilai, negara-negara yang memiliki tradisi atau budaya yang sama dapat bergabung untuk menominasikan budaya tersebut ke UNESCO. Misalnya, ritual dan permainan tarik tambang terdaftar sebagai warisan budaya di empat negara yakni Kamboja, Filipina, Republik Korea, dan Vietnam. Selain itu, pantun juga terdaftar sebagai warisan budaya dari Indonesia dan Malaysia.
4. Indonesia Akan Mencalonkan Kebaya Sendiri atau Bersama Negara Lain?
Sekali lagi, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebut bahwa semua itu belum diputuskan.
“Memang saat ini sedang ada pembicaraan soal itu karena Malaysia juga punya rencana untuk meminang kebaya sebagai warisan,” katanya.
5. Pengakuan UNESCO Bukanlah Penghargaan Hak Cipta
Selain itu, Hilmar mengingatkan, yang terpenting adalah arti dari daftar tersebut. Daftar UNESCO berjudul "Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan" bertujuan untuk menunjukkan keragaman warisan budaya dan meningkatkan kesadaran publik.
Hilmar menegaskan bahwa pengakuan UNESCO bukan pemberian hak cipta.
“Semangatnya bukan kalau Indonesia mendaftar sekarang dan kemudian memiliki hak eksklusif atas budaya itu, negara lain tidak bisa menggunakannya. Tapi ini adalah kontribusi masing-masing negara dan budayanya terhadap budaya dunia,” paparnya.
Moe menyampaikan pesan serupa. Ia mengatakan, warisan budaya tak benda itu milik masyarakat, bukan milik pemerintah atau negara. Dia menyerukan nominasi bersama jika budaya itu ada di beberapa negara.
“Kami berharap proses pencalonan tidak memicu perselisihan antarkomunitas atau negara, tetapi justru menumbuhkan kolaborasi dan saling menghargai,” harapnya.
6. Indonesia Telah Daftarkan Sejumlah Warisan Budaya ke UNESCO
Proses nominasi yang melibatkan beberapa negara dapat dilakukan setiap tahun. Sedangkan nominasi dari satu negara hanya bisa dilakukan dua tahun sekali. Siklus ini juga menjadi pertimbangan pemerintah, apalagi banyak warisan budaya Indonesia yang antre untuk dinominasikan seperti reog, tempe, dan tenun.
Hingga saat ini terdapat 12 warisan budaya Indonesia di UNESCO sejak 2008, antara lain tari saman, pinisi, dan noken. Kini UNESCO sedang melakukan proses verifikasi jamu sebagai warisan budaya Indonesia selanjutnya.
(tsa)