Studi: Banyak Orang Indonesia yang Masih Belum Paham tentang Stunting

Selasa, 13 Desember 2022 - 15:16 WIB
loading...
Studi: Banyak Orang Indonesia yang Masih Belum Paham tentang Stunting
Pemerintah Indonesia melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) terus berupaya menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024. / Foto: ilustrasi/ist
A A A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) terus berupaya menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Segala cara terus dilakukan, mulai dari edukasi pangan bergizi demi cegah stunting hingga memperbaiki kualitas kesehatan perempuan sebagai calon ibu.

Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak orang Indonesia tidak sepenuhnya tahu definisi stunting itu sendiri, baik penyebab maupun dampaknya.

Baca juga: Sule Rayakan Ulang Tahun Adzam dengan Menggelar Syukuran dan Santunan Anak Yatim

Menurut studi Health Collaborative Center (HCC), 5 dari 10 orang Indonesia tidak percaya atau tidak setuju bahwa stunting bisa menghambat kognitif anak.

Bukan hanya itu, 4 dari 10 orang Indonesia tidak setuju bahwa risiko dan penyebab stunting karena faktor kurang nutrisi dari makanan.

"Dari data ini diketahui bahwa terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat tentang apa dan bagaimana dampak stunting. Definisi stunting di masyarakat masih bertentangan dengan pengetahuan kesehatan," ungkap Peneliti Utama dan Chairman HCC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, dalam paparannya di Media Breafing di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022).

Kondisi tersebut menjadi penghambat program penurunan angka stunting di Indonesia. Paslanya, ketika definisi stunting saja tidak diketahui dengan benar oleh masyarakat, bagaimana aksi bisa mencapai tujuan yang diharapkan.

"Pemahaman soal stunting menjadi dasar pengentasan stunting di masyarakat. Masalah ini juga bisa menghambat program edukasi dan kampanye yang masif yang dilakukan oleh pemerintah," tutur dr. Ray.

Selain dua poin di atas, ada empat poin salah kaprah tentang stunting lainnya yang didapatkan oleh studi ini. Poin ketiga adalah 6 dari 10 orang Indonesia tidak yakin bahwa anak berisiko stunting itu berhubungan dengan pola asuh orang tua.

Kemudian, poin salah kaprah definisi stunting keempat adalah 5 dari 10 orang Indonesia meyakini bahwa risiko stunting bukan karena ketidakmampuan membeli pangan bergizi.



Definisi salah kaprah lainnya adalah 4 dari 10 orang Indonesia meyakini stunting bukan penyakit atau kondisi medis yang serius. Dan definisi keliru berikutnya adalah 2 dari 10 orang Indonesia tidak yakin bahwa stunting bisa berpengaruh buruk bagi kondisi keluarga secara keseluruhan.

Hasil studi dengan Health Belief Model ini didapat dari mensurvei 1.676 responden yang tersebar di 31 provinsi di Indonesia. Terdapat enam provinsi terbanyak yang ikut serta dalam penelitian ini, yaitu Jawa Barat (27,9%), Jawa Timur (14,2%), Jawa Tengah (13,1%), DKI Jakarta (10,4%) dan Banten (7,3%) dan DIY (3,3 %).

Dari jumlah responden tersebut, 79 persen adalah perempuan dan 21 persen sisanya laki-laki. Diketahui juga bahwa 68 persen adalah ibu atau istri, 15 persen usia 20-35 tahun dan belum menikah, serta 12 persen ayah atau suami. Penelitian dilakukan dari Oktober hingga November 2022.

Dokter Ray, yang juga staf pengajar Kedokteran Komunitas FKUI, mengatakan bahwa penting bagi BKKBN membuat satu aksi khusus untuk mengedukasi masyarakat soal definisi stunting secara utuh. Sekali lagi, ini penting demi melancarkan program penurunan stunting yang mana dana yang dipakai begitu besar.

"Kami berharap, pemerintah dalam hal ini BKKBN punya aksi khusus untuk mengedukasi terkait definisi stunting ini. Bagaimana pun, ketika definisinya saja masih salah kaprah maka program yang masif pun akan kecil dampaknya di masyarakat," papar dr. Ray.

Lebih detailnya, berikut 6 rekomendasi peneliti HCC pada studi ini yang ditujukan kepada BKKBN:

1. Program edukasi stunting yang melibatkan kedua orang tua (ibu dan bapak).

2. Memperkuat konten edukasi stunting terkait bahaya serta cara mencegah stunting secara lebih spesifik dengan pembagian peran antara ibu dan bapak.

3. Kampanye gizi seimbang, stunting dan pola asuh orang tua sebagai satu kampanye terintegrasi.

4. Menjadikan bidan sebagai agent of change dalam edukasi gizi dan pola makan yang seimbang dalam 1000 HPK.

5. Memastikan adanya program terintegrasi untuk penyediaan pangan yang bergizi dan terakses bagi seluruh kalangan masyarakat.

Baca juga: Kaesang Pangarep Ikuti Istri Soal Momongan, Netizen Sebut Satu Sekte Sama Justin Bieber

6. Memastikan adanya layanan posyandu, puskesmas yang dapat terakses oleh keluarga.
(nug)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1615 seconds (0.1#10.140)