Apakah Pola Makan Pengaruhi Sistem Imun Tubuh? Ini Penjelasan Ahli
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pola makan sehari-hari bisa mempengaruhi sistem imunitas di dalam tubuh. Karena itu, penting untuk memperhatikan asupan harian kita agar daya tahan tubuh tetap terjaga, terlebih di masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini.
Menjaga imunitas sangat penting mengingat virus akan mudah menyerang ketika kekebalan tubuh menurun. Menurut Ahli Gizi DR. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, ketika pandemi, risiko terjadinya penurunan imunitas justru tinggi. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan makan kita yang tidak berubah sebelum dan pada saat pandemi.
"Jadi kebiasaan pola makan sebelum pandemi masih diteruskan pada saat pandemi. Di mana kebiasaan masyarakat kita adalah mengonsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak jenuh," kata DR. Rita dalam webinar kesehatan yang diselenggarakan oleh PT Ajinomoto Indonesia, belum lama ini.
Lantas, apa hubungan antara kebiasaan makan dengan imunitas tubuh?
DR. Rita menjabarkan, di dalam tubuh manusia terdapat zat yang memberi pengaruh berbeda terhadap tubuh itu sendiri, yakni karbohidrat. Kita tahu karbohidrat mengandung energi yang diperlukan oleh tubuh. Namun, harus diingat pula bahwa di dalam karbohidrat terkandung pula gula. Nah, ketika konsumsi gula ini berlebihan, produksi insulin akan terpicu peningkatannya.
"Produksi insulin yang meningkat akan mencetuskan terjadinya peradangan yang selanjutnya mempengaruhi kesehatan pembuluh darah," ujar DR. Rita.
Gula juga memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan glikasi (ikatan antara gula dan kolagen) yang bakal menghalangi vitamin C masuk ke dalam sel, sehingga sel tubuh mudah mengalami serangan radikal bebas.
Selain itu, gula ternyata juga sangat disukai oleh mikroba patogen yang merusak. Sebab gula merupakan makanan bagi mikroba patogen di dalam usus, sehingga jumlahnya bisa meningkat dan akan menekan mikrobiota yang bersifat positif.
"Kita sudah sangat paham bahwa di usus ada dua mikroba, yaitu patogen dan mikrobiota. Keduanya hidup berdampingan. Jika mikrobiota di dalam tubuh proporsinya 70 persen dan patogen 30 persen, itu baik. Tapi kalau sebaliknya, maka sangat mudah bagi tubuh mengalami infeksi," papar DR. Rita.
"Jadi kalau makan gula berlebih, mikroba patogen akan semakin banyak," tandasnya.
Untuk itu, batasi asupan gula Anda. Batas konsumsi gula adalah dua sendok makan atau 26 gram per hari.
Selain gula, garam atau natrium berlebih juga bisa memengaruhi sistem imunitas. Garam yang masuk ke tubuh secara alami akan disaring oleh ginjal dan kelebihannya dieksresikan dalam urin.
"Ginjal memiliki sensor natrium klorida yang mengaktifkan fungsi eksresi garam. Ketika kita makan makanan tinggi garam, sensor ini akan bekerja untuk mengurangi kelebihan natrium. Tapi, ketika garam yang masuk berlebih, maka akan memicu terbentuknya zat lain yaitu glukokortikoid sehingga terjadi penumpukan. Ketika glukokortikoid menumpuk, maka fungsi granulosit terhambat," terang DR. Rita.
Granulosit adalah bagian dari sel darah putih yang merupakan "tentara" di tubuh kita untuk melawan banyak virus dan bakteri yang masuk.
"Jadi bayangkan ketika fungsi granulosit terhambat. Tubuh kita akan mengalami kelemahan imunitas," imbuh DR. Rita.
Batasan garam per hari yang dianjurkan WHO adalah 2.400 mg atau sekitar 1 sendok teh.
Untuk memenuhi anjuran tersebut, DR. Rita memberikan tips cara mengurangi asupan garam di rumah. Yaitu dengan mengurangi penggunaan garam pada masakan dan menambahkan MSG, rempah serta sedikit gula untuk memperkuat rasa; mengurangi porsi dn frekuensi konsumsi makanan tinggi garam; serta mengimbangi makanan tinggi garam dengan makanan tinggi kalium, terutama yang berasal dari sayur dan buah tertentu.
"Makanya disarankan ketika kita makan makanan yang tinggi garam, itu harus diimbangi dengan sayur yang lebih banyak, karena kandungan kalium pada sayur dan buah tertentu mampu mengeluarkan natrium secara cepat dari dalam tubuh kita," terang DR. Rita.
Lemak jenuh juga berkaitan dengan imunitas tubuh. Lemak jenuh ini biasanya terdapat pada jajanan di luaran.
Lemak jenuh berasal dari produk olahan bersumber hewani ataupun nabati yang melalui proses pemanasan berlebihan. Bila konsumsinya lebih dari 10 persen energi total, maka itu bisa menjadi pemicu peradangan kronis di dalam tubuh.
"Asupan lemak jenuh berlebih berhubungan dengan resistensi insulin yang memicu inflamasi kronis," pungkas DR. Rita.
Menjaga imunitas sangat penting mengingat virus akan mudah menyerang ketika kekebalan tubuh menurun. Menurut Ahli Gizi DR. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, ketika pandemi, risiko terjadinya penurunan imunitas justru tinggi. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan makan kita yang tidak berubah sebelum dan pada saat pandemi.
"Jadi kebiasaan pola makan sebelum pandemi masih diteruskan pada saat pandemi. Di mana kebiasaan masyarakat kita adalah mengonsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak jenuh," kata DR. Rita dalam webinar kesehatan yang diselenggarakan oleh PT Ajinomoto Indonesia, belum lama ini.
Lantas, apa hubungan antara kebiasaan makan dengan imunitas tubuh?
DR. Rita menjabarkan, di dalam tubuh manusia terdapat zat yang memberi pengaruh berbeda terhadap tubuh itu sendiri, yakni karbohidrat. Kita tahu karbohidrat mengandung energi yang diperlukan oleh tubuh. Namun, harus diingat pula bahwa di dalam karbohidrat terkandung pula gula. Nah, ketika konsumsi gula ini berlebihan, produksi insulin akan terpicu peningkatannya.
"Produksi insulin yang meningkat akan mencetuskan terjadinya peradangan yang selanjutnya mempengaruhi kesehatan pembuluh darah," ujar DR. Rita.
Gula juga memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan glikasi (ikatan antara gula dan kolagen) yang bakal menghalangi vitamin C masuk ke dalam sel, sehingga sel tubuh mudah mengalami serangan radikal bebas.
Selain itu, gula ternyata juga sangat disukai oleh mikroba patogen yang merusak. Sebab gula merupakan makanan bagi mikroba patogen di dalam usus, sehingga jumlahnya bisa meningkat dan akan menekan mikrobiota yang bersifat positif.
"Kita sudah sangat paham bahwa di usus ada dua mikroba, yaitu patogen dan mikrobiota. Keduanya hidup berdampingan. Jika mikrobiota di dalam tubuh proporsinya 70 persen dan patogen 30 persen, itu baik. Tapi kalau sebaliknya, maka sangat mudah bagi tubuh mengalami infeksi," papar DR. Rita.
"Jadi kalau makan gula berlebih, mikroba patogen akan semakin banyak," tandasnya.
Untuk itu, batasi asupan gula Anda. Batas konsumsi gula adalah dua sendok makan atau 26 gram per hari.
Selain gula, garam atau natrium berlebih juga bisa memengaruhi sistem imunitas. Garam yang masuk ke tubuh secara alami akan disaring oleh ginjal dan kelebihannya dieksresikan dalam urin.
"Ginjal memiliki sensor natrium klorida yang mengaktifkan fungsi eksresi garam. Ketika kita makan makanan tinggi garam, sensor ini akan bekerja untuk mengurangi kelebihan natrium. Tapi, ketika garam yang masuk berlebih, maka akan memicu terbentuknya zat lain yaitu glukokortikoid sehingga terjadi penumpukan. Ketika glukokortikoid menumpuk, maka fungsi granulosit terhambat," terang DR. Rita.
Granulosit adalah bagian dari sel darah putih yang merupakan "tentara" di tubuh kita untuk melawan banyak virus dan bakteri yang masuk.
"Jadi bayangkan ketika fungsi granulosit terhambat. Tubuh kita akan mengalami kelemahan imunitas," imbuh DR. Rita.
Batasan garam per hari yang dianjurkan WHO adalah 2.400 mg atau sekitar 1 sendok teh.
Untuk memenuhi anjuran tersebut, DR. Rita memberikan tips cara mengurangi asupan garam di rumah. Yaitu dengan mengurangi penggunaan garam pada masakan dan menambahkan MSG, rempah serta sedikit gula untuk memperkuat rasa; mengurangi porsi dn frekuensi konsumsi makanan tinggi garam; serta mengimbangi makanan tinggi garam dengan makanan tinggi kalium, terutama yang berasal dari sayur dan buah tertentu.
"Makanya disarankan ketika kita makan makanan yang tinggi garam, itu harus diimbangi dengan sayur yang lebih banyak, karena kandungan kalium pada sayur dan buah tertentu mampu mengeluarkan natrium secara cepat dari dalam tubuh kita," terang DR. Rita.
Lemak jenuh juga berkaitan dengan imunitas tubuh. Lemak jenuh ini biasanya terdapat pada jajanan di luaran.
Lemak jenuh berasal dari produk olahan bersumber hewani ataupun nabati yang melalui proses pemanasan berlebihan. Bila konsumsinya lebih dari 10 persen energi total, maka itu bisa menjadi pemicu peradangan kronis di dalam tubuh.
"Asupan lemak jenuh berlebih berhubungan dengan resistensi insulin yang memicu inflamasi kronis," pungkas DR. Rita.
(tsa)