Dua Pasang Hati
A
A
A
”Bagus kalo gitu, Dok. Kebetulan.. hmm, mobil saya lagi di bengkel. Biasa, penyakit bulanan,” guraunya basa-basi. ”Apa... nanti malam kita boleh pulang bareng?” Ratna tanpa malu-malu bertanya.
”Oh gitu. Ya nggak apa-apa sih, tapi saya pulang agak malam. Nggak apa-apa kalo kamu mau nunggu?” Ratna tersenyum mengerti, ”Nggak pa-pa, Dok. Terima kasih banyak ya sebelumnya.” ”No probs.” Lara melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Harusnya jam segini, dia sudah berada di rumah, makan cemilan sampe bego sambil nonton film komedi, kesukaannya.
Yang ada sekarang... malah harus berkutat dengan beberapa dokumen dekor yang harus diselesaikan. Lara mengambil napas panjang, rasanya sudah lama sekali nggak ketemu dengan pacar keduanya alias... handphone . Ia mengambil handphone -nya yang diletakkannya di laci meja ruangan rumah sakit itu. Wah, ternyata banyak banget notif yang masuk dari teman-temannya, dan juga dari... KEENAN? Ia sedikit berdeham, ketika nama cowok itu tertera di layar handphone -nya.
Ada apa ya sama si cowok sombong ini? Kok bisa-bisanya dia chat BBM Lara lebih dulu? Cheerleaders di hati Lara mulai menari-nari riang. Jantungnya berdegup lebih kencang, dan tangannya tak berhenti memencet aplikasi BBM-nya. Keenan Saputra: Sori. Oh... my God? Lara mengucekngucek matanya yang tak gatal. Sori? Cowok yang dinginnya lebih parah dari kulkas itu said sorry to her?
Astaga, ini benar-benar sebuah keajaiban buat Lara. Bertahun-tahun mengenal pribadi cowok itu yang begitu acuh, dia nggak pernah meminta maaf bahkan untuk hal kecil saja. Lara tersenyum kecil, melihat perubahan sikap Keenan yang mulai menyentuh pelupuk hatinya. Dan kebetulan... Lara sedari tadi belum keluar ruangan karena berkutat dengan pekerjaannya.
Ada baiknya jika dia menghibur diri dengan keluar ruangan lalu membeli segelas kopi hangat di Seven-Eleven, dekat kantin rumah sakit, terlebih lagi perasaannya sekarang sangat senang. Maka gadis itu bangkit dari kursinya, lalu keluar dari ruangannya. Ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sedikit gelap, dan berusaha menguatkan dirinya agar tidak seperti waktu itu.
Lara meremas tangannya kuatkuat, supaya ia diberi kekuatan. Ketika gadis itu sudah sampai di depan pintu lobi rumah sakit, Lara mendapati Keenan tengah berjalan menuju pintu lobi dengan beberapa dokter pria lainnya. Lagi-lagi, jantung Lara berdetak lebih kencang serta hatinya yang terperanjat, melihat wajah Keenan yang sudah mencukur kumis dan janggutnya.
Lara merasakan sengatan aneh yang menguak dari kelakar hatinya, apa dia nyukur kumis dan janggutnya setelah gue bilang dia keliatan tua? Pikir Lara, hanya saja dia menyimpannya dalam hati. Gadis itu tersenyum kecil mendapati perubahan-perubahan Keenan yang mungkin saja disebabkan dirinya. Tangan Lara sudah melambailambai pada Keenan, tapi tetep aja... dia selalu mengacuhkan Lara. Dan.. tau apa yang lebih nyebelin lagi?
Seorang dokter berambut panjang dan berwajah cantik, tiba-tiba saja menyapanya dan ia membalas lambaian tangannya. Oh.. coba lihat itu, tangan Keenan baru saja menepuk pundak perempuan itu! Lara cepat-cepat memalingkan wajahnya ke arah lain, begitu muak dengan kelakuan Keenan yang oh-solame itu. Belum sampai di situ saja, Keenan dan perempuan itu berjalan ke arah Lara, dan didapatinya tangan perempuan itu menyelinap dibalik lengan besar Keenan.
Sori? What the hell is the sorry for? Lara menggerutu dalam hati. Keenan bener-bener playboy dalam selimut! Oh... mungkin dengan sengaja berbuat baik, agar Lara simpati padanya. Lara sepertinya harus menarik kembali ucapannya, kalau Keenan sudah mulai berubah. Ternyata dia masih pribadi yang sama persis sembilan tahun lalu, ketika ia baru tahu Feli merebut Keenan darinya.
Cowok itu obviously menghindari Lara, purapura tidak kenal demi perempuan cantik. Lara dengan sengaja membalikkan badannya, agar Keenan tak menyadari bahwa ia sedari tadi mematung di sana. Melihat perempuan cantik itu masih saja menyelipkan tangannya pada lengan Keenan, dan tidak membuat cowok itu menolaknya... sedikit membuat hati Lara terhenyak. Bukankah beberapa waktu lalu Lara juga menyentuhnya? (bersambung)
Vania M. Bernadette
”Oh gitu. Ya nggak apa-apa sih, tapi saya pulang agak malam. Nggak apa-apa kalo kamu mau nunggu?” Ratna tersenyum mengerti, ”Nggak pa-pa, Dok. Terima kasih banyak ya sebelumnya.” ”No probs.” Lara melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Harusnya jam segini, dia sudah berada di rumah, makan cemilan sampe bego sambil nonton film komedi, kesukaannya.
Yang ada sekarang... malah harus berkutat dengan beberapa dokumen dekor yang harus diselesaikan. Lara mengambil napas panjang, rasanya sudah lama sekali nggak ketemu dengan pacar keduanya alias... handphone . Ia mengambil handphone -nya yang diletakkannya di laci meja ruangan rumah sakit itu. Wah, ternyata banyak banget notif yang masuk dari teman-temannya, dan juga dari... KEENAN? Ia sedikit berdeham, ketika nama cowok itu tertera di layar handphone -nya.
Ada apa ya sama si cowok sombong ini? Kok bisa-bisanya dia chat BBM Lara lebih dulu? Cheerleaders di hati Lara mulai menari-nari riang. Jantungnya berdegup lebih kencang, dan tangannya tak berhenti memencet aplikasi BBM-nya. Keenan Saputra: Sori. Oh... my God? Lara mengucekngucek matanya yang tak gatal. Sori? Cowok yang dinginnya lebih parah dari kulkas itu said sorry to her?
Astaga, ini benar-benar sebuah keajaiban buat Lara. Bertahun-tahun mengenal pribadi cowok itu yang begitu acuh, dia nggak pernah meminta maaf bahkan untuk hal kecil saja. Lara tersenyum kecil, melihat perubahan sikap Keenan yang mulai menyentuh pelupuk hatinya. Dan kebetulan... Lara sedari tadi belum keluar ruangan karena berkutat dengan pekerjaannya.
Ada baiknya jika dia menghibur diri dengan keluar ruangan lalu membeli segelas kopi hangat di Seven-Eleven, dekat kantin rumah sakit, terlebih lagi perasaannya sekarang sangat senang. Maka gadis itu bangkit dari kursinya, lalu keluar dari ruangannya. Ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sedikit gelap, dan berusaha menguatkan dirinya agar tidak seperti waktu itu.
Lara meremas tangannya kuatkuat, supaya ia diberi kekuatan. Ketika gadis itu sudah sampai di depan pintu lobi rumah sakit, Lara mendapati Keenan tengah berjalan menuju pintu lobi dengan beberapa dokter pria lainnya. Lagi-lagi, jantung Lara berdetak lebih kencang serta hatinya yang terperanjat, melihat wajah Keenan yang sudah mencukur kumis dan janggutnya.
Lara merasakan sengatan aneh yang menguak dari kelakar hatinya, apa dia nyukur kumis dan janggutnya setelah gue bilang dia keliatan tua? Pikir Lara, hanya saja dia menyimpannya dalam hati. Gadis itu tersenyum kecil mendapati perubahan-perubahan Keenan yang mungkin saja disebabkan dirinya. Tangan Lara sudah melambailambai pada Keenan, tapi tetep aja... dia selalu mengacuhkan Lara. Dan.. tau apa yang lebih nyebelin lagi?
Seorang dokter berambut panjang dan berwajah cantik, tiba-tiba saja menyapanya dan ia membalas lambaian tangannya. Oh.. coba lihat itu, tangan Keenan baru saja menepuk pundak perempuan itu! Lara cepat-cepat memalingkan wajahnya ke arah lain, begitu muak dengan kelakuan Keenan yang oh-solame itu. Belum sampai di situ saja, Keenan dan perempuan itu berjalan ke arah Lara, dan didapatinya tangan perempuan itu menyelinap dibalik lengan besar Keenan.
Sori? What the hell is the sorry for? Lara menggerutu dalam hati. Keenan bener-bener playboy dalam selimut! Oh... mungkin dengan sengaja berbuat baik, agar Lara simpati padanya. Lara sepertinya harus menarik kembali ucapannya, kalau Keenan sudah mulai berubah. Ternyata dia masih pribadi yang sama persis sembilan tahun lalu, ketika ia baru tahu Feli merebut Keenan darinya.
Cowok itu obviously menghindari Lara, purapura tidak kenal demi perempuan cantik. Lara dengan sengaja membalikkan badannya, agar Keenan tak menyadari bahwa ia sedari tadi mematung di sana. Melihat perempuan cantik itu masih saja menyelipkan tangannya pada lengan Keenan, dan tidak membuat cowok itu menolaknya... sedikit membuat hati Lara terhenyak. Bukankah beberapa waktu lalu Lara juga menyentuhnya? (bersambung)
Vania M. Bernadette
(ftr)