Dua Pasang Hati
A
A
A
Awas aja nih, kalo dia sengaja ngomong deketdeket Lara, disumpel es, baru tahu! ”Nggak usah kelamaan gitu ngeliatin gue, lama-lama mata lo jereng kalo keterusan,” gumam Keenan tanpa menoleh pada Lara setitikpun.
Ya ampun, orang ini ternyata notice -nya cepet banget, ya? Nggak nyangka, padahal orangnya cuek bebek begitu. ”Hahaha, apaan sih lo. Pede jaya banget ya. Inget lo itu udah tua, masih aja niru-niru anak muda,” sindir Lara sambil tertawa. ”Biar tua-tua gini, sembilan tahun lalu juga lo cinta banget kan sama gue?” Skak, Lara! Skak! Habis sudah otak Lara untuk mencari bahan sanggahan yang terlontar dari cowok berdarah Jawa-Inggris ini.
Keenan selalu tahu di mana letak kelemahan Lara, dan membuatnya mati kutu nggak berdaya. ”Itu kan dulu...” Lara mulai membela diri, tapi tetap nggak bisa tertipu dari nada bicaranya yang ragu, akibatnya kebimbangan Lara ini mengundang senyum kemenangan dari Keenan dan lagi-lagi pertanyaan menyebalkan dari si ibu-ibu tadi. ”Mas ini mantan suaminya?” tanyanya dengan wajah tanpa bersalah yang disertai senyumsenyum menggoda. Si ibu ini, menepuk pundak belakang Keenan, lalu memberi saran, ”Makanya yang romantis dong, Mas.
Biar cepet rujuk sama mantan istrinya si Mas.” Ih! Lara udah nggak tahan lagi dengan kicauan si Ibu-ibu kepo ini, dalem hati Lara udah merutuk, urusin aja anak lo ndiri! Rasanya pengen banget nabok mulut jahil ibuibu ini. ”Bu, dia ini cuma..” Baru saja Lara meralat semuanya, tiba-tiba Keenan menarik tubuh gadis itu berdekatan dengannya. ”Saya mantan pacarnya, Bu. Saya nggak perlu jadi orang romantis untuk bahagiain dia. Mantan saya ini, cinta saya apa adanya,” ucap Keenan sambil menatap lurus ibu-ibu itu.
Pandangan matanya itu, beda dari yang biasanya, bagi Lara sih, ya. Meskipun tetep terlihat datar dan dingin, tapi nggak tahu kenapa, Keenan mengatakannya dengan sungguh-sungguh, seperti nggak punya beban dengan ucapannya tersebut, apalagi sampe si ibu-ibu ini percaya seratus persen padanya. Tensi darah Lara seolah bergejolak naikturun, seusai mendengar ucapan Keenan demi menutup mulut si ibuibu ini. Dan karena itu, organ-organ vital Lara seolah dilumpuhkan oleh satu nama yaitu, Keenan.
Daya pikatnya yang mahadahsyat itu, benar-benar mengorek kenangan indah mereka, sewaktu Lara masih SMA dulu. Tapi akibat ulah Keenan ini, si ibuibu itu beneran tutup mulut, lho. Dia udah nggak banyak komentar aneh-aneh soal Keenan lagi, kayaknya kali ini Keenan sukses lagi. Selain menyihir ibu-ibu itu sampe kagum dengannya, tapi juga kembali menyihir Lara dengan daya pikatnya itu.
Mungkin, malam ini akan menjadi malam pertama untuk Lara, menyusuri jalan pinggiran Ibu Kota yang biasanya riuh ramai dengan kemacetan-dan sekarang, beranjak sepi dari masalah paling pelik di Jakarta itu, bersama dengan seseorang yang juga ikutan membuat keadaan hatinya pelik. Kalau aja Lara boleh jujur, sejak tadi sebenernya gadis itu merasa bahagia hari ini. Bukan karena kelakuan Keenan yang membuat jantungnya berdebar kencang tadi, tapi karena pria yang dulu sempat mengisi hatinya itu, sepertinya sudah mulai beradaptasi terhadap sisi pribadi Lara yang lain.
Walaupun Keenan terlihat anteng-anteng aja dari tadi, Lara memerhatikan sikap Keenan sedikit berubah padanya. Dia tidak lagi menyunggingkan senyum sinisnya atau mengomentari Lara dengan kata-kata cabenya itu, melainkan senyum lima detik, nunduk malu, atau memerhatikan Lara yang sedang serius berbicara padanya. Pokoknya, beda banget deh dari pribadi Keenan yang terkenal arogan, ketus dan dingin itu.
Seperti tadi misalnya, ketika Lara memanggilnya dengan sebutan Dokter Tua dia malah senyum-senyum aja, dan as always ya, mengkhawatirkan kerutankerutan di wajahnya. Wait, since when this cold guy being concern about his age? ”Ehrm, gue liat-liat ada yang nyukur abis the moustache and beard , nih?” sindir Lara, ketika mereka berjalan berdampingan.
Cowok itu mengumbar senyum tulusnya kemudian menjawab, ”Kenapa, gue kelihatan ganteng ya? Lebih muda dua tahun, kan?” Terang saja jawaban oh-soconfident -nya Keenan membuat Lara tergelak. ”Hahaha, pede banget sih lo. Begini nih, kalo dokter tua maunya dibilang muda terus...” ”Buat gue tiga puluh itu belum tua. Umur segini, cowok lebih seneng cari duit, daripada cari bini,” sahutnya dengan alasan logis.
(bersambung)
Ya ampun, orang ini ternyata notice -nya cepet banget, ya? Nggak nyangka, padahal orangnya cuek bebek begitu. ”Hahaha, apaan sih lo. Pede jaya banget ya. Inget lo itu udah tua, masih aja niru-niru anak muda,” sindir Lara sambil tertawa. ”Biar tua-tua gini, sembilan tahun lalu juga lo cinta banget kan sama gue?” Skak, Lara! Skak! Habis sudah otak Lara untuk mencari bahan sanggahan yang terlontar dari cowok berdarah Jawa-Inggris ini.
Keenan selalu tahu di mana letak kelemahan Lara, dan membuatnya mati kutu nggak berdaya. ”Itu kan dulu...” Lara mulai membela diri, tapi tetap nggak bisa tertipu dari nada bicaranya yang ragu, akibatnya kebimbangan Lara ini mengundang senyum kemenangan dari Keenan dan lagi-lagi pertanyaan menyebalkan dari si ibu-ibu tadi. ”Mas ini mantan suaminya?” tanyanya dengan wajah tanpa bersalah yang disertai senyumsenyum menggoda. Si ibu ini, menepuk pundak belakang Keenan, lalu memberi saran, ”Makanya yang romantis dong, Mas.
Biar cepet rujuk sama mantan istrinya si Mas.” Ih! Lara udah nggak tahan lagi dengan kicauan si Ibu-ibu kepo ini, dalem hati Lara udah merutuk, urusin aja anak lo ndiri! Rasanya pengen banget nabok mulut jahil ibuibu ini. ”Bu, dia ini cuma..” Baru saja Lara meralat semuanya, tiba-tiba Keenan menarik tubuh gadis itu berdekatan dengannya. ”Saya mantan pacarnya, Bu. Saya nggak perlu jadi orang romantis untuk bahagiain dia. Mantan saya ini, cinta saya apa adanya,” ucap Keenan sambil menatap lurus ibu-ibu itu.
Pandangan matanya itu, beda dari yang biasanya, bagi Lara sih, ya. Meskipun tetep terlihat datar dan dingin, tapi nggak tahu kenapa, Keenan mengatakannya dengan sungguh-sungguh, seperti nggak punya beban dengan ucapannya tersebut, apalagi sampe si ibu-ibu ini percaya seratus persen padanya. Tensi darah Lara seolah bergejolak naikturun, seusai mendengar ucapan Keenan demi menutup mulut si ibuibu ini. Dan karena itu, organ-organ vital Lara seolah dilumpuhkan oleh satu nama yaitu, Keenan.
Daya pikatnya yang mahadahsyat itu, benar-benar mengorek kenangan indah mereka, sewaktu Lara masih SMA dulu. Tapi akibat ulah Keenan ini, si ibuibu itu beneran tutup mulut, lho. Dia udah nggak banyak komentar aneh-aneh soal Keenan lagi, kayaknya kali ini Keenan sukses lagi. Selain menyihir ibu-ibu itu sampe kagum dengannya, tapi juga kembali menyihir Lara dengan daya pikatnya itu.
Mungkin, malam ini akan menjadi malam pertama untuk Lara, menyusuri jalan pinggiran Ibu Kota yang biasanya riuh ramai dengan kemacetan-dan sekarang, beranjak sepi dari masalah paling pelik di Jakarta itu, bersama dengan seseorang yang juga ikutan membuat keadaan hatinya pelik. Kalau aja Lara boleh jujur, sejak tadi sebenernya gadis itu merasa bahagia hari ini. Bukan karena kelakuan Keenan yang membuat jantungnya berdebar kencang tadi, tapi karena pria yang dulu sempat mengisi hatinya itu, sepertinya sudah mulai beradaptasi terhadap sisi pribadi Lara yang lain.
Walaupun Keenan terlihat anteng-anteng aja dari tadi, Lara memerhatikan sikap Keenan sedikit berubah padanya. Dia tidak lagi menyunggingkan senyum sinisnya atau mengomentari Lara dengan kata-kata cabenya itu, melainkan senyum lima detik, nunduk malu, atau memerhatikan Lara yang sedang serius berbicara padanya. Pokoknya, beda banget deh dari pribadi Keenan yang terkenal arogan, ketus dan dingin itu.
Seperti tadi misalnya, ketika Lara memanggilnya dengan sebutan Dokter Tua dia malah senyum-senyum aja, dan as always ya, mengkhawatirkan kerutankerutan di wajahnya. Wait, since when this cold guy being concern about his age? ”Ehrm, gue liat-liat ada yang nyukur abis the moustache and beard , nih?” sindir Lara, ketika mereka berjalan berdampingan.
Cowok itu mengumbar senyum tulusnya kemudian menjawab, ”Kenapa, gue kelihatan ganteng ya? Lebih muda dua tahun, kan?” Terang saja jawaban oh-soconfident -nya Keenan membuat Lara tergelak. ”Hahaha, pede banget sih lo. Begini nih, kalo dokter tua maunya dibilang muda terus...” ”Buat gue tiga puluh itu belum tua. Umur segini, cowok lebih seneng cari duit, daripada cari bini,” sahutnya dengan alasan logis.
(bersambung)
(ars)