Dua Pasang Hati
A
A
A
Benar saja, tak butuh waktu lama, Echa sudah bisa menonton sahabatnya yang sekarang sudah lebih gaya dan modis, ketimbang saat dia masih sendiri.
Bila diperhatikan, semakin kesini gaya berpakaian Lara betul-betul terpengaruh dari Gavin, yang usianya memang tiga tahun di bawah perempuan itu. Bukan itu saja, Lara juga mulai berdandan tipis dengan paduan lipstik berwarna nude yang begitu serasi dengan kulit putih langsatnya dan paras indonya.
”Ckckck... kalo kayak begini sih, gue bisa dikira jalan sama junior gue, nih!” sindir Echa tentunya dalam taraf bercanda. Gadis itu memerhatikan wajah Lara yang bersemu merah sedikit, ”Kepengaruh ya sama Gavin?” Echa menyikut lengannya, ”Are you happier now?” Dan dari rentetan pertanyaan itu, Lara hanya menjawab singkat dan menggantung, ”As you see now. Am I look happier and younger?” Ia menyunggingkan senyumnya.
Echa manggut-manggut saja, berusaha percaya kalo keadaan hati sobatnya ini sudah mulai terobati dibandingkan bulan-bulan yang lalu. Dalam hati, Echa hanya mampu mendoakan yang terbaik aja untuk sobat dari masa kecilnya itu. ”Laki lo udah nelpon belum, Ra? Dari tadi gue liat, lo mantengin hape terus. Manyun mulutnya kayak bebek,” ujar
Echa tanpa menoleh pada Lara, karena fokus menyetir. ”Udah sih, tadi pagi sebelum gue gereja. Dia lagi jalan-jalan ke Ungaran sama Bandungan hari ini. Ada proyek di sana juga.” ”Aigoo, sibuk juga rupanya si Gavin. Gue kira dia gitu-gitu aja kerjanya.” Echa memberi komentar sambil memencet tombol on di radionya. ”Ya iyalah, jangan liat dia masih muda gitu, Cha.
Dia itu orangnya pekerja keras, berbakat, baik, perhatian... penyayang, ngangenin juga...” Gadis itu sedikit tersipu-sipu. Echa melirik wajah Lara yang sedikit memerah, lalu tersenyum tulus, ”Semoga aja pilihan lo itu nggak bikin lo sedih ataupun nyesel deh, Ra. I support, selama dia nggak nyakitin lo sama sekali.” ”Iya, Cha. Thank you ya, udah dukung gue sepenuhnya.
Gavin... gue rasa dia jauh lebih baik deh,” gumam Lara dengan pandangan menerawang. ”Pokoknya as long as you happy, gue juga happy for you, Ra. Lo udah gede ini, bisa nentuin who is the best for you.” Lagu dari Kerispatih yang jaman baheula banget, Sepanjang Usia menutup pembicaraan dua sahabat karib sejak SMA itu, dan tepat banget keduanya sampai di Grand Indonesia, salah satu mall yang paling diminati anak-anak gaul se- Jakarta.
Begitu mendapat lahan parkir, dua sahabat ini turun dari mobil Freed milik Echa, dan bergegas ke lobby utamanya. Bukan perempuan namanya, kalo paling nggak gemas sama barang-barang top brands dari luar negeri, seperti Topshop, Zara, HnM, Mango dan jenis-jenis lainnya yang menjajakan pakaianpakaian bergaya dari kelas dunia.
Seperti yang dialami dua sahabat karib itu, meski nggak beli apapun karena udah menghabiskan duit mereka untuk membayar sebagian kewajibannya, mereka tetap puas tuh bisa menjajal beberapa pakaian yang sesuai dengan tubuh mereka. Spend time sama best friend terasa lebih baik, kan? Apalagi kalau satu selera begini.
Puas memanjakan mata, dan merelaksasi pikiran mereka dari pekerjaan selama satu minggu itu, Lara dan Echa pun memanjakan lidah mereka di sebuah restoran Amerika favorit keduanya. Sambil duduk manis dan menunggu giliran dilayani oleh pelayan restoran, keduanya sempat sibuk pada ponsel genggam masing-masing. Biasa, para pacar sudah mulai melepas kangen meski hanya via BBM atau akun med-sos lainnya.
Saat Lara sudah menjauhkan ponsel genggamnya dari jangkauan, serta si Mbak pelayan berdiri manis di depan mereka, menunggu orderan-tiba-tiba saja sorot mata Lara menyiratkan keterkejutan yang berkilat-kilat saat melihat sosok pria yang dikenalnya itu duduk tak jauh dari bangkunya. New girlfriend? Lara mendengus kesal, sekaligus bersyukur tidak menjatuhkan pilihannya pada pria itu.
Eh, tunggu. Bukan itu saja, si pria yang dikenalnya sejak lama itu... datang bertiga?! Ini yang jadi pacar barunya si gelo itu, seriously janda anak satu ato gimana sih? Sepertinya indra keingintahuan Lara sedang berjalan sangat baik, sampaisampai nggak sadar bahwa gilirannya memesan makanan sudah tiba. (bersambung)
Vania M. Bernadette
Bila diperhatikan, semakin kesini gaya berpakaian Lara betul-betul terpengaruh dari Gavin, yang usianya memang tiga tahun di bawah perempuan itu. Bukan itu saja, Lara juga mulai berdandan tipis dengan paduan lipstik berwarna nude yang begitu serasi dengan kulit putih langsatnya dan paras indonya.
”Ckckck... kalo kayak begini sih, gue bisa dikira jalan sama junior gue, nih!” sindir Echa tentunya dalam taraf bercanda. Gadis itu memerhatikan wajah Lara yang bersemu merah sedikit, ”Kepengaruh ya sama Gavin?” Echa menyikut lengannya, ”Are you happier now?” Dan dari rentetan pertanyaan itu, Lara hanya menjawab singkat dan menggantung, ”As you see now. Am I look happier and younger?” Ia menyunggingkan senyumnya.
Echa manggut-manggut saja, berusaha percaya kalo keadaan hati sobatnya ini sudah mulai terobati dibandingkan bulan-bulan yang lalu. Dalam hati, Echa hanya mampu mendoakan yang terbaik aja untuk sobat dari masa kecilnya itu. ”Laki lo udah nelpon belum, Ra? Dari tadi gue liat, lo mantengin hape terus. Manyun mulutnya kayak bebek,” ujar
Echa tanpa menoleh pada Lara, karena fokus menyetir. ”Udah sih, tadi pagi sebelum gue gereja. Dia lagi jalan-jalan ke Ungaran sama Bandungan hari ini. Ada proyek di sana juga.” ”Aigoo, sibuk juga rupanya si Gavin. Gue kira dia gitu-gitu aja kerjanya.” Echa memberi komentar sambil memencet tombol on di radionya. ”Ya iyalah, jangan liat dia masih muda gitu, Cha.
Dia itu orangnya pekerja keras, berbakat, baik, perhatian... penyayang, ngangenin juga...” Gadis itu sedikit tersipu-sipu. Echa melirik wajah Lara yang sedikit memerah, lalu tersenyum tulus, ”Semoga aja pilihan lo itu nggak bikin lo sedih ataupun nyesel deh, Ra. I support, selama dia nggak nyakitin lo sama sekali.” ”Iya, Cha. Thank you ya, udah dukung gue sepenuhnya.
Gavin... gue rasa dia jauh lebih baik deh,” gumam Lara dengan pandangan menerawang. ”Pokoknya as long as you happy, gue juga happy for you, Ra. Lo udah gede ini, bisa nentuin who is the best for you.” Lagu dari Kerispatih yang jaman baheula banget, Sepanjang Usia menutup pembicaraan dua sahabat karib sejak SMA itu, dan tepat banget keduanya sampai di Grand Indonesia, salah satu mall yang paling diminati anak-anak gaul se- Jakarta.
Begitu mendapat lahan parkir, dua sahabat ini turun dari mobil Freed milik Echa, dan bergegas ke lobby utamanya. Bukan perempuan namanya, kalo paling nggak gemas sama barang-barang top brands dari luar negeri, seperti Topshop, Zara, HnM, Mango dan jenis-jenis lainnya yang menjajakan pakaianpakaian bergaya dari kelas dunia.
Seperti yang dialami dua sahabat karib itu, meski nggak beli apapun karena udah menghabiskan duit mereka untuk membayar sebagian kewajibannya, mereka tetap puas tuh bisa menjajal beberapa pakaian yang sesuai dengan tubuh mereka. Spend time sama best friend terasa lebih baik, kan? Apalagi kalau satu selera begini.
Puas memanjakan mata, dan merelaksasi pikiran mereka dari pekerjaan selama satu minggu itu, Lara dan Echa pun memanjakan lidah mereka di sebuah restoran Amerika favorit keduanya. Sambil duduk manis dan menunggu giliran dilayani oleh pelayan restoran, keduanya sempat sibuk pada ponsel genggam masing-masing. Biasa, para pacar sudah mulai melepas kangen meski hanya via BBM atau akun med-sos lainnya.
Saat Lara sudah menjauhkan ponsel genggamnya dari jangkauan, serta si Mbak pelayan berdiri manis di depan mereka, menunggu orderan-tiba-tiba saja sorot mata Lara menyiratkan keterkejutan yang berkilat-kilat saat melihat sosok pria yang dikenalnya itu duduk tak jauh dari bangkunya. New girlfriend? Lara mendengus kesal, sekaligus bersyukur tidak menjatuhkan pilihannya pada pria itu.
Eh, tunggu. Bukan itu saja, si pria yang dikenalnya sejak lama itu... datang bertiga?! Ini yang jadi pacar barunya si gelo itu, seriously janda anak satu ato gimana sih? Sepertinya indra keingintahuan Lara sedang berjalan sangat baik, sampaisampai nggak sadar bahwa gilirannya memesan makanan sudah tiba. (bersambung)
Vania M. Bernadette
(ftr)