Dua Pasang Hati

Sabtu, 15 Agustus 2015 - 09:19 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Ia harus belajar tegar dan menerima semua keadaan dengan lapang dada. Sementara Keenan hanya bisa mengantisipasi tanggapan wanita Tionghoa di hadapannya ini.

Sayup mata indahnya mendadak sayu, ketika Keenan melontarkan pertanyaan itu. Apa janganjangan.. dia salah ngomong? ”Belum, Nan. Boleh aku ceritakan ke kamu nanti?” Cowok itu mengangguk lalu tersenyum kecil pada wanita itu. Mata Keenan beralih pada wajah Tatiana yang sudah mulai mengantuk, dan sedikit rewel saat sang ibu menyelesaikan suapan terakhirnya.

Karena itulah, Keenan mengambil Tatiana dari baby chairnya, lalu mendekapnya di dada bidang cowok itu, layaknya seorang ayah pada putrinya. Pemandangan itu justru membuat para wanitawanita di restoran menatap iri pada Keenan dan Feli yang begitu serasi sebagai pasangan suami-istri.

Perlakuan Keenan menghangatkan sekujur tubuh Feli, dia merasa beruntungnya siapapun nanti yang menjadi istri Keenan, karena cowok itu sangat bertanggung jawab sebagai seorang ayah, meskipun Tatiana bukanlah anak kandungnya. ”Keenan, makasih ya... udah bantu aku urus Tatiana,” senyum Feli kemudian. ”Nggak pa-pa, Fel.”

Cowok itu berujar sambil menepuk-nepuk punggung Tatiana yang mulai tertidur pulas di dekapnya Lara berusaha menghentikan tangisannya, di toilet mall bergengsi itu. Sejak tadi terasa sulit baginya untuk menyetop air mata yang mengucur deras dari pelupuknya. Entahlah, nafasnya tercekat sesaat menyaksikan Feli kembali bersama Keenan.

Luka yang sembilan tahun lalu hampir sembuh, kembali tergores di dalam batinnya. Echa hanya bisa mondar-mandir di depan pintu kamar mandi, menunggu sobatnya merasa lega, se-lega-leganya-kalau perlu, sampai air matanya terkuras satu galon, asalkan Lara bisa tersenyum lagi. Meski dia nggak begitu tahu siapa wanita cantik yang duduk di hadapan Keenan itu, tetapi dari gelagat Lara tampaknya dia tahu siapa sosok itu.

Namun daripada sobatnya itu kembali menangis, dia sejak tadi diam saja dan menyimpan pertanyaannya dalam hati. ”Halo, Sayang? Kenapa... kok kamu telepon aku tibatiba?” Ardio, sang kekasih tiba-tiba menghubunginya. Padahal beberapa menit yang lalu di chat, dia bilang dia lagi periksa pasien. ”Kamu lagi sama Lara ya, Cha? Aku mau kasih tahu kamu sesuatu, tapi jangan pas ada Lara.”

Ardio memohon pada gadis itu untuk keluar sebentar dari toilet dan membahas apa yang sebenarnya terjadi. ”Kenapa, Sayang? Penting banget ya?” tanya Echa penasaran. Sayup suaranya sengaja diperkecil, agar Lara tak mendengarnya. ”Keenan lagi ketemuan sama Feli, Yang. Lara jangan sampe tau ya,” tutur Ardio pada kekasihnya.

Sayangnya semua perkiraan Ardio terlambat, Echa sudah memberitahu kalau sekarang mereka berada di restoran yang sama dengan Keenan. Gadis cantik itu menyembunyikan rasa kagetnya, saat tahu wanita cantik itu adalah Feli. Kini ia makin paham, alasan kenapa Lara tibatiba meninggalkan restoran. ”Telat, Yang. Ternyata kita makan di resto yang sama, sama si Keenan.”

Keduanya mendesah nafas bersama pasrah sekaligus kalut, gagal sudah semua yang mereka rencanakan selama ini. Mereka bahkan sempat diam beberapa menit, sampai akhirnya saling menutup telepon. Tak lama kemudian, Lara akhirnya keluar dari toilet. Matanya sudah mulai terlihat sembab, meski belum sampai terlalu bengkak, serta hidung dan wajahnya sedikit memerah.

Ia tampak kehabisan tenaga dan wajah bingung. Sulit untuknya membuka mulut, akibat shock mendapati Feli yang ternyata sudah berada di Jakarta. Echa memapah sobatnya yang masih nampak lingung, tapi kemudian dia memberi isyarat agar tidak melakukannya, dan bergulat dengan diri sendiri bahwa ia mampu berdiri tegak lagi. Gue ada Gavin, nggak seharusnya gue jatuh lagi, Lara terus mendoktrin pikirannya agar lepas dari bayang wajah Keenan dan Feli.

Namun sepertinya takdir belum puas menyiksa batin Lara. Baru juga dia merasa tenang, dua orang yang tak ingin dilihatnya sudah tampil melenggang di depannya. Batinnya tersentak kaget ketika mata mereka bertiga saling beradu pandang. Keenan mengarahkan mata tajamnya pada mata Lara yang melirik ke lengan tangannya. (bersambung)

OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6775 seconds (0.1#10.140)