Dua Pasang Hati
A
A
A
”K-kamu kenapa, Ra? Tenang, Sayang. Jangan nangis dulu,” Suara khawatir Gavin menggema di ujung telepon Lara, yang masih terisak sesenggukan.
Saat ini Gavin mendadak bingung, karena belum menemukan cara menenangkan hati kekasihnya itu. ”Aku...” Lara bahkan kehilangan nyawa untuk menceritakan kejadian sebenarnya pada pacarnya itu. Rasanya sungguh memalukan jika Gavin tahu masalah yang terjadi antara dia dan kakaknya. Dan lagipula, bukankah jika Gavin tahu itu artinya Lara menyakiti hati Gavin nantinya?
Dan bagaimana pula... kalo karena masalah itu, Gavin langsung mengakhiri hubungannya? Lara menggaruk kepalanya, sambil menyeka air matanya. Rasanya hal itu sangat mustahil dilakukannya. ”Sayang, halo? Kamu ketiduran ya, Yang?” Suara Gavin membuyarkan lamunan Lara. Ia berusaha tersenyum, ”Nggak, Yang. Aku cuma tiba-tiba kangen kamu,” Lara terpaksa berbohong.
Gavin terperangah sekaligus tersentuh dengan kelakuan manis kekasihnya, ”Hah... jadi kamu nangis-nangis sesenggukan gitu cuma karena aku tinggal beberapa hari ke Semarang? Ya ampun... Iya, iya.. kan besok aku pulang, Yang. Aku juga kangen banget sama kamu,” ucap cowok itu lembut. Air mata Lara kembali terjatuh, seusai ia berbohong pada Gavin.
Ia terlalu takut bersikap jujur pada cowok itu, takut jika ia akan meninggalkan Lara. Padahal saat ia tengah mencoba belajar menerima dan mencintai Gavin, lebih dari Keenan, kakaknya. ”Yang... pokoknya aku janji...aku bakal...” Tok! Tok! Ketukan pintu dari seseorang, membuat Lara mengacuhkan ucapan Gavin. Ia berlari menuju daun pintu rumahnya.
Dan ketika ia membuka pintu... ”Ga-Gavin?” Gadis itu tergagap, matanya sampaisampai sulit mengerjap, karena tak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Ia kehabisan kata-kata, dan hanya satu hal yang terlintas di pikiran Lara, yaitu tempat perlindungannya datang. Dengan uraian air mata, Lara memeluk cowok itu erat-erat.
Gavin tersenyum bahagia saat tahu perasaan Lara sudah menjadi miliknya seutuhnya, ia pun balas memeluk Lara erat-erat, mengelus puncak kepalanya. Ditatapnya mata indah gadis itu dengan sayang, lalu mengecup kening Lara lama. Perasaan Lara jauh lebih tenang saat Gavin berada di sampingnya, hatinya jauh lebih merasa damai tidak seperti tadi siang, begitu berdebar kencang.
Cowok itu kini sedang tertidur pulas di sampingnya, meski tak memeluknya. Namun bagi Lara, cukup memandang wajah tampan cowok berkacamata itu saja, ia merasa jauh lebih bahagia. Ia membiarkan Gavin terlelap di tikar yang sudah disediakan Lara sebelumnya. Namun dirasanya, pasti Gavin tak terbiasa tertidur di lantai seperti ini.
Tanpa membuat keributan, Lara dengan hati-hati menyelimuti tubuh atletis Gavin, dan meletakkan bantal di kepala cowok itu. Selanjutnya, ia mengecup kening Gavin, meski hatinya menyuruhnya berhenti melakukan itu.
”Aku mau cerita yang sejujurnya sama kamu, Nan. Semuanya,” Feli membuka suara, setelah ia membuatkan segelas teh hangat untuk cowok itu. ”Oke..” Feli menghela napas panjang, mempersiapkan batinnya untuk membuka cerita dari awal. ”Aku ninggalin kamu waktu itu sebenernya bukan karena aku kuliah, Nan. Ya walaupun, tetep, aku pindah ke Amrik.”
Tatapan Keenan menyiratkan rasa kagetnya, ”Terus karena apa, Fel?” ”Aku selingkuh, Nan.” Kalau saja saat itu Keenan sedang dalam keadaan emosi, dia pasti sudah menghancurkan satu barang di hadapannya, tetapi untung saja ia bisa mengendalikannya, meski nafasnya tercekat karena pengakuan Feli. ”Selingkuh sama siapa, Fel?” Nada suara Keenan sedikit meninggi. ”Aku...” Cewek itu mulai terisak, ”Tidur sama laki-laki lain, Nan.”
Cowok itu mendelik tajam ke arah Feli, aliran darahnya mulai naik, namun mengingat ada anak Feli, ia memendamnya, meski suaranya terdengar dingin, ”Siapa laki-laki itu, Fel? Jawab.” ”Papanya Tatiana..” ”Jadi bener kan, kamu udah nikah?” sergah Keenan.
”Dia laki-laki yang nggak bertanggung jawab, Nan. Dia...ninggalin aku, pas tau aku hamil Tatiana.” Keenan tak lagi bisa mengeluarkan sepatah kata, saat ia mendengar jawaban kegundahan hatinya selama empat tahun.
bersambung
Vania M. Bernadette
Saat ini Gavin mendadak bingung, karena belum menemukan cara menenangkan hati kekasihnya itu. ”Aku...” Lara bahkan kehilangan nyawa untuk menceritakan kejadian sebenarnya pada pacarnya itu. Rasanya sungguh memalukan jika Gavin tahu masalah yang terjadi antara dia dan kakaknya. Dan lagipula, bukankah jika Gavin tahu itu artinya Lara menyakiti hati Gavin nantinya?
Dan bagaimana pula... kalo karena masalah itu, Gavin langsung mengakhiri hubungannya? Lara menggaruk kepalanya, sambil menyeka air matanya. Rasanya hal itu sangat mustahil dilakukannya. ”Sayang, halo? Kamu ketiduran ya, Yang?” Suara Gavin membuyarkan lamunan Lara. Ia berusaha tersenyum, ”Nggak, Yang. Aku cuma tiba-tiba kangen kamu,” Lara terpaksa berbohong.
Gavin terperangah sekaligus tersentuh dengan kelakuan manis kekasihnya, ”Hah... jadi kamu nangis-nangis sesenggukan gitu cuma karena aku tinggal beberapa hari ke Semarang? Ya ampun... Iya, iya.. kan besok aku pulang, Yang. Aku juga kangen banget sama kamu,” ucap cowok itu lembut. Air mata Lara kembali terjatuh, seusai ia berbohong pada Gavin.
Ia terlalu takut bersikap jujur pada cowok itu, takut jika ia akan meninggalkan Lara. Padahal saat ia tengah mencoba belajar menerima dan mencintai Gavin, lebih dari Keenan, kakaknya. ”Yang... pokoknya aku janji...aku bakal...” Tok! Tok! Ketukan pintu dari seseorang, membuat Lara mengacuhkan ucapan Gavin. Ia berlari menuju daun pintu rumahnya.
Dan ketika ia membuka pintu... ”Ga-Gavin?” Gadis itu tergagap, matanya sampaisampai sulit mengerjap, karena tak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Ia kehabisan kata-kata, dan hanya satu hal yang terlintas di pikiran Lara, yaitu tempat perlindungannya datang. Dengan uraian air mata, Lara memeluk cowok itu erat-erat.
Gavin tersenyum bahagia saat tahu perasaan Lara sudah menjadi miliknya seutuhnya, ia pun balas memeluk Lara erat-erat, mengelus puncak kepalanya. Ditatapnya mata indah gadis itu dengan sayang, lalu mengecup kening Lara lama. Perasaan Lara jauh lebih tenang saat Gavin berada di sampingnya, hatinya jauh lebih merasa damai tidak seperti tadi siang, begitu berdebar kencang.
Cowok itu kini sedang tertidur pulas di sampingnya, meski tak memeluknya. Namun bagi Lara, cukup memandang wajah tampan cowok berkacamata itu saja, ia merasa jauh lebih bahagia. Ia membiarkan Gavin terlelap di tikar yang sudah disediakan Lara sebelumnya. Namun dirasanya, pasti Gavin tak terbiasa tertidur di lantai seperti ini.
Tanpa membuat keributan, Lara dengan hati-hati menyelimuti tubuh atletis Gavin, dan meletakkan bantal di kepala cowok itu. Selanjutnya, ia mengecup kening Gavin, meski hatinya menyuruhnya berhenti melakukan itu.
”Aku mau cerita yang sejujurnya sama kamu, Nan. Semuanya,” Feli membuka suara, setelah ia membuatkan segelas teh hangat untuk cowok itu. ”Oke..” Feli menghela napas panjang, mempersiapkan batinnya untuk membuka cerita dari awal. ”Aku ninggalin kamu waktu itu sebenernya bukan karena aku kuliah, Nan. Ya walaupun, tetep, aku pindah ke Amrik.”
Tatapan Keenan menyiratkan rasa kagetnya, ”Terus karena apa, Fel?” ”Aku selingkuh, Nan.” Kalau saja saat itu Keenan sedang dalam keadaan emosi, dia pasti sudah menghancurkan satu barang di hadapannya, tetapi untung saja ia bisa mengendalikannya, meski nafasnya tercekat karena pengakuan Feli. ”Selingkuh sama siapa, Fel?” Nada suara Keenan sedikit meninggi. ”Aku...” Cewek itu mulai terisak, ”Tidur sama laki-laki lain, Nan.”
Cowok itu mendelik tajam ke arah Feli, aliran darahnya mulai naik, namun mengingat ada anak Feli, ia memendamnya, meski suaranya terdengar dingin, ”Siapa laki-laki itu, Fel? Jawab.” ”Papanya Tatiana..” ”Jadi bener kan, kamu udah nikah?” sergah Keenan.
”Dia laki-laki yang nggak bertanggung jawab, Nan. Dia...ninggalin aku, pas tau aku hamil Tatiana.” Keenan tak lagi bisa mengeluarkan sepatah kata, saat ia mendengar jawaban kegundahan hatinya selama empat tahun.
bersambung
Vania M. Bernadette
(ftr)