Dua Pasang Hati

Jum'at, 28 Agustus 2015 - 07:50 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Lalu, ia pun turun dari kasurnya dan keluar kamar. Ruangan di depan begitu gelap, sepertinya tidak ada siapa pun di sana.

Nampaknya Keenan, Ardio dan Gavin sudah tertidur pulas. Sambil berjingkat pelan, Lara membuka pintu depan yang langsung menghadap pantai. Ketika ia membukanya, betapa terkejutnya ia saat mendapati Keenan duduk sendirian di bangku ayun balkon depan. Gue kira dia tidur... Lara tersenyum sesudahnya, kemudian berjalan pelan-pelan dan duduk di samping Keenan.

“Lo nggak tidur?” Cowok itu rupanya menyadari kehadirannya. Lara nyengir, “Gue kira lo nggak denger kalo gue ke sini. Lo sendiri, kenapa nggak tidur?” “Nggak bisa,” jawab cowok itu sambil menerawang ke arah pantai. Suara Keenan terdengar lembut, sangat jarang keluar dari mulut yang biasanya mengomeli Lara. Ia menyodorkan segelas susu hangat pada Lara.

“Gue belum minum. Minum aja, biar lo cepet tidur,” ujar cowok itu. Lara menerimanya dengan tersipusipu, dan sedikit tersenyum, “Thank you , Nan.” “Kenapa lo nggak bisa tidur?” tanya Lara sambil menoleh pada Keenan. Ya ampun... after all, biar nih cowok mulai keliatan tuwir, tetep aja bikin hati gue dangdutan... Lara bergumam dalam hati.

Lara memerhatikan garis mata dan kerutan-kerutan yang muncul di pelipis Keenan yang mulai tampak, kemudian mata Lara pun beralih pada tangan Keenan yang diperban kain oleh cowok itu, ia bertambah sedih dan menyesal karena kejadian tadi. “Ra, apa lo bener cinta sama adik gue?” Suara cowok itu terdengar lirih di telinga Lara. Meski tidak menoleh, namun nada Keenan benar-benar menyiratkan ketidakrelaannya atas hubungan Lara dan adiknya itu.

Lara tak mampu menjawab pertanyaan Keenan, hatinya mendadak pilu, karena tak mampu berkata jujur pada dirinya sendiri. “Gue kayaknya mesti tidur, Nan. Gue udah mulai ngantuk,” ucap Lara menghindar sekaligus mengambil langkah penyelamatan diri. Namun tangan Keenan tiba-tiba saja menahan lengannya.

Tiba-tiba tanpa sepatah kata terucap, Keenan bangkit berdiri, menarik tubuh Lara agar duduk di sampingnya kembali, dan nggak sampai tiga detik Keenan mencium bibirnya tanpa keraguan. Mata Lara dari terbelalak kaget, sampe akhirnya menutup mata, menikmati sentuhan lembut yang ditawarkan Keenan padanya. Ia tahu apa yang dilakukannya ini, benar-benar dosa besar.

Namun... ia tak bisa tahan diri, satu-satunya yang diinginkan Lara saat ini, cuma satu nama, Keenan Saputra Bagaskara. Keenan membuka matanya, saat cewek itu membalikkan tubuhnya ke arah lain. Mereka serentak membalikkan badan, menahan malu. Lagi-lagi, Keenan kesulitan mengontrol dirinya ketika melihat gadis itu. Selalu, hanya Lara yang membuatnya lepas kendali, setiap kali mereka berdua, seolah sekujur tubuh Keenan meminta untuk terus disentuh Lara.

Sementara, Lara enggan memandang wajah Keenan, saat ini wajahnya sudah memerahlebih parah dari kepiting rebus yang kemarin malam ditelannya bulatbulat. Segera, ia berlari kecil dari hadapan Keenan, dengan nafas tercekat. Mentari pagi serentak membangunkan empat orang di Vila Bagaskara, milik Keenan dan Gavin. Hanya satu yang sejak tadi belum memunculkan batang hidungnya.

“Mana Lara? Kok belum turunturun tuh anak?” tanya Ardio pada Echa. “Tau tuh, tadi susah banget aku bangunin. Abis ngeronda kali, semalem,” mata Echa sengaja melirik Keenan. Sadar, Keenan memalingkan pandangannya ke arah lain. “Biar gue yang bangunin,” ucap Gavin semangat. Tetapi sang kakak lebih dulu mencegah langkahnya, “Heh, jangan sembarangan jadi cowok ya.

Biar Lara bangun sendiri.” Tentu saja perilaku Keenan itu mengundang senyum penuh arti dari Ardio dan Echa yang menyikut lengan satu sama lain. Gavin terpaksa mengikuti katakata kakaknya, meski sedikit sebal. Ia malah diberi tugas kakaknya untuk memasak sarapan pagi ini. Lima menit berselang, cewek yang pagi ini jadi bahan pembicaraan itu akhirnya turun pelan-pelan dari anak tangga.

Ardio, Echa dan Gavin menahan tawanya saat tahu wajah Lara masih beler, dan rambutnya acak-acakan, sedangkan yang lain sudah harum. (bersambung)

Oleh:
Vania M. Bernadette
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4849 seconds (0.1#10.140)