Tampil Gaya dengan tas Buatan Indonesia

Minggu, 13 Mei 2018 - 11:00 WIB
Tampil Gaya dengan tas...
Tampil Gaya dengan tas Buatan Indonesia
A A A
KERAJINAN berbahan kulit tidak akan pernah tenggelam oleh perkembangan zaman. Pecinta produk kulit selalu ada. Apalagi, produk kulit dikenal sebagai produk yang tahan lama dan tidak mudah rusak. Dengan bahan baku kulit, industri ini akan semakin berkembang. Terlebih jika memadukan industri ini dengan pariwisata dan kuliner.

"Tempat pemasaran juga memengaruhi tidak bisa mereka menjual di tempat tersendiri harus di sentra kerajinan kulit atau tempat oleh-oleh. Kalaupun sendiri dijual melalui online namun harus dijaga kualitasnya," ujar Agus Muharram staf khusus Menteri Koperasi dan UKM.

Permasalahan utama industri kulit di Indonesia terletak pada bahan baku. Sebab, proses dari bahan mentah menjadi bahan siap bentuk masih belum canggih. Proses tersebut dinilai belum sempurna seperti di negara lain padahal Indonesia memiliki kulit sapi atau kambing yang bagus. "Jadi kalau ada impor bahan baku kulit bisa saja, kulit mentahnya berasal dari Indonesia yang diproduksi di luar negeri," ungkapnya.

Ditambah, aturan yang ketat perihal pemprosesan kulit untuk siap masuk industri. Sebab proses yang dilakukan membutuhkan banyak bahan kimia, dikhawatirkan kulit yang akan diproduksi masih mengandung bahan kimia. Maka, pengecekan dan aturanpun dibuat ketat. Pemasaran juga masih harus dievaluasi agar pengrajin dapat menjual kreasinya dengan mudah.

Agus menjelaskan bagaimana sentra kerajinan kulit di Tanggulangin, Sidoarjo Jawa Timur yang memiliki pengrajin yang sejahtera. Sebab mereka masuk koperasi, menguatkan koperasi sehingga berdampak juga kepada para pengrajin. "Maka saya sarankan agar pengrajin kulit gabung ke koperasi," ujarnya.

Agus menambahkan, pengrajin memang bisa memilih untuk masuk koperasi ataupun hanya di asosiasi seperti pengrajin di Cibaduyut dan Garut. Sentra mereka masih bertahan karena memang memiliki investor. Salah satu produk kulit yang tengah hit di kalangan anak muda adalah Brodo. Sepatu kulit pria ini menjadi andalan gaya generasi muda sejak kehadiran Brodo. Produk buatan Yukka Harlanda alumnus Institut Teknlogi Bandung (ITB) ini bahkan sudah merambah untuk keperluan pria lainnya seperti tas, dompet, gantungan kunci mobil dan kaus sesuai dengan permintaan pelanggan.

Perkembangan industri sepatu di Indonesia sangat besar sedangkan pemainnya masih sedikit. Itu yang disadari Brodo sehingga mereka terus membuat model terbaru hingga membuka toko offline lebih banyak. "Dulu masih banyak yang skeptis dengan sepatu kulit. Bingung perawatannya tapi seiring dengan banyaknnya informasi yang bisa didapat kami juga sering memberi edukasi," ujar Angga Rajasa, Head of Partnership & Eksternal Relations PT Brodo Ganesha Indonesia.

Sebagai brand baru yang berasal dari anak muda yang kreatif dan idealis, Brodo pun memiliki misi untuk meningkatkan brand lokal. Sehingga seluruh bahan yang mereka gunakan mulai bahan baku kulit hingga sol semua dari sumber lokal. "Kami ingin punya manfaat bagi sesama UKM semoga ada manfaatnya bagi pergerakan ekonomi Indonesia. Padahal jika mau impor dari China bisa lebih murah karena mereka jual dalam jumlah besar. Tapi ya buat apa, tidak ada nilainya untuk bangsa," ungkapnya.

Selain memajukan UKM dengan menggunakan bahan lokal Brodo pun membantu penjahit yang berasal dari UKM kerajinan untuk menjadi tim produksi mereka. Di samping tim produksi, Brodo memiliki tim desain sendiri. Mereka kreatif menambah model bukan hanya sepatu kulit formal ada juga sepatu boots, sneakers, casual hingga sepatu datar. Tim desain juga menciptakan ciri khas Brodo yang masih bernuansa Indonesia yakni sol sepatu Brodo digambar batik parang.

Cukup unik dan hal ini juga yang membuat mereka percaya diri untuk bersaing dengan perusahaan sepatu kulit papan atas lainnya. "Sepatu boot juga bawahnya ada peta Indonesia. Kita memang mau mengangkat Indonesia. Betapa bangganya jika dibeli konsumen mancanegara yang melihat ciri khas Indonesia ada di sepatu mereka. Nama jenis model sepatu juga Indonesia sekali menggunakan Sansekerta," jelas Angga.

Dengan melakukan penjualan online membuat pasar mereka lebih luas. Mereka sudah pernah memasok hingga Australia yang memesan dalam jumlah banyak. Malaysia dan Singapura menjadi negara langganan mereka. Sempat ada kesempatan membuka toko di Malaysia namun belum terealisasi karena Brodo masih ingin memenuhi kebutuhan pasar lokal. "Masih banyak daerah yang tidak terjangkau internet atau tidak semua orang mau beli online jadi target kami tahun 2018 buka 10 toko lagi di kota besar," ujar Angga.

Sementara itu di salah satu UKM di Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru, Ciampea Bogor terdapat kerajinan kulit yang kini naik daun. Berawal dari usaha peternakan sejak 2004, Siti Aisyah memanfaatkan bahan kulit yang banyak menumpuk menjadi barang berharga untuk dijual. "Saya juga melihat potensi sekitar yang bisa membuat tas, dompet dan lainnya. Ditambah setiap minggu ada saja pesanan aqiqah membuat kulit kambing disimpan begitu saja. Akhirnya muncul ide untuk dimanfaatkan," papar Siti.

Dia pun berusaha mencari bagaimana membersihkan kulit atau disamak hingga menjadi kulit yang siap diproduksi menjadi produk. Akhirnya sentra kulit Garut dipilih menjadi tempat penyamakan kulit miliknya. Dua tahun berjalan bisnis kerajinan kulitpun dilakukan dengan hasil yang lumayan. Meski pada awalnya proses penyamakan belum bisa dilakukannya secara mandiri di peternakannya.

"Sepertinya masih jauh ya kalau harus menyamak sendiri. Karena limbah dari proses itu bahaya banyak kimianya, khawatir mengganggu tetangga. Kalau suatu hari memang saya proses sendiri pastinya saya sudah punya cara pembuangan limbah yang aman," jelasnya.

Meskipun berjualan di rumah tidak tergabung dalam sentra kerajinan kulit. Siti mengaku, penjualan produk kerajinan kulitnya sudah baik karena banyak cara pemasaran yang dilakukan.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1083 seconds (0.1#10.140)