Menciptakan Wisata Daerah yang Kekinian
A
A
A
Banyak daerah yang menyasar generasi milenial untuk pemasaran potensi wisata mereka. Pola konsumsi masyarakat sekarang yang cenderung lebih memilih leisure atau mencari pengalaman menjadi peluangnya. Berwisata ke tempat yang memberi pengalaman baru memang menjadi kebutuhan kaum milenial. Tidak dapat dimungkiri, setiap daerah wajib berbenah jika ingin daerahnya ramai dikunjungi wisatawan.
Hal tersebut dipaparkan pakar pemasaran Yuswohady. “Wisatawan zaman now, khususnya (wisatawan) milenial, memiliki preferensi mengenai ikon daerah yang berbeda dengan wisatawan dari generasi-generasi sebelumnya,” ujar dia.
Ini tak lepas dari karakteristik wisatawan zaman now seperti experience-seeker (mencari pengalaman mengesankan), esteem-seeker (berbagi identitas diri/narsis dengan lingkungan sosialnya), authenticity-seeker (mencari sesuatu yang otentik), digital savvy, mobile, dan socmed freak.
Jika dilihat dari karakteristik baru tersebut, wisatawan masa kini lebih menyukai ikon daerah berupa destinasi kuliner atau event yang sesuai dengan aspirasi mereka. Yuswo mencontohkan pergeseran ikon daerah terjadi di Yogyakarta yang dahulu diwakili Malioboro, Keraton, atau gudegnya.
Namun sejak beberapa tahun terakhir mulai bergeser ke destinasi-destinasi baru yang instagramable seperti Mangunan atau Kali Biru. Bisa juga wisata kuliner seperti Kopi Klothok. Ikon-ikon terbaru di daerah lain yang insta gramable dan nge-hits juga mulai diminati wisatawan zaman now.
Yuswohady menyebut, Banyuwangi dengan ikon terbarunya Kawah Ijen, Malang dengan Mu seum Angkut, kafe-kafenya yang nge-hits, atau oleh-oleh artis Strudle yang kekinian. Jangan lupa Belitung dengan Pantai Tanjung Kelayang dan Pulau Lengkuas atau NTT dengan Labuan Bajo dan Hotel Nihiwatu (Nihi Sumba) yang sangat indah pemandangannya cocok untuk dibagi ke media sosial.
Tentu ini menjadi potensi wisata yang luar biasa. Generasi milenial yang mulai beranjak mapan pun tidak segan untuk mengeluarkan isi koceknya hanya untuk liburan. Bahkan platform penyedia jasa travel pun kian banyak dan menawarkan banyak promo harga murah tiket akomodasi.
Minat berwisata pun meningkat dan daerah harus bisa menangkap peluang itu secara maksimal. Yuswo menyarankan, pemerintah, pengusaha, dan warga lokal harus tahu pergeseran preferensi wisatawan zaman now ini. Caranya dengan mempercantik ikon-ikon daerah menjadi Instagramable dengan tetap mempertahankan keotentikkannya.
“Tantangannya, memang ikon yang Instagramable dan nge-hits cenderung lebih cepat product lifetime -nya karena wisatawan zaman now cenderung mudah bosan dan mencari sesuatu yang lebih baru dan nge-hits,” ucapnya. Karena itu, bagi pengelola destinasi wisata adalah melakukan inovasi secara terus-menerus agar konsepnya bisa terus diperbarui dan bisa terus menciptakan cool effect ke wisatawan.
“Caranya dengan memperbarui konsep ikon yang sudah ada atau product development , boleh juga menciptakan ikon baru (new product innovation ),” sambungnya. Jadi memang tidak ada yang spesifik. Khusus wisatawan masa kini lebih suka wisata alam, budaya, kuliner, belanja, atau lainnya.
Tidak terdapat perubahan yang signifikan, wisatawan zaman now tetap menyukai berbagai jenis wisata tersebut, tetapi mereka lebih memilih jenis wisata dengan konsep baru dengan karakteristik sesuai dengan keinginan mereka.
Hal tersebut dipaparkan pakar pemasaran Yuswohady. “Wisatawan zaman now, khususnya (wisatawan) milenial, memiliki preferensi mengenai ikon daerah yang berbeda dengan wisatawan dari generasi-generasi sebelumnya,” ujar dia.
Ini tak lepas dari karakteristik wisatawan zaman now seperti experience-seeker (mencari pengalaman mengesankan), esteem-seeker (berbagi identitas diri/narsis dengan lingkungan sosialnya), authenticity-seeker (mencari sesuatu yang otentik), digital savvy, mobile, dan socmed freak.
Jika dilihat dari karakteristik baru tersebut, wisatawan masa kini lebih menyukai ikon daerah berupa destinasi kuliner atau event yang sesuai dengan aspirasi mereka. Yuswo mencontohkan pergeseran ikon daerah terjadi di Yogyakarta yang dahulu diwakili Malioboro, Keraton, atau gudegnya.
Namun sejak beberapa tahun terakhir mulai bergeser ke destinasi-destinasi baru yang instagramable seperti Mangunan atau Kali Biru. Bisa juga wisata kuliner seperti Kopi Klothok. Ikon-ikon terbaru di daerah lain yang insta gramable dan nge-hits juga mulai diminati wisatawan zaman now.
Yuswohady menyebut, Banyuwangi dengan ikon terbarunya Kawah Ijen, Malang dengan Mu seum Angkut, kafe-kafenya yang nge-hits, atau oleh-oleh artis Strudle yang kekinian. Jangan lupa Belitung dengan Pantai Tanjung Kelayang dan Pulau Lengkuas atau NTT dengan Labuan Bajo dan Hotel Nihiwatu (Nihi Sumba) yang sangat indah pemandangannya cocok untuk dibagi ke media sosial.
Tentu ini menjadi potensi wisata yang luar biasa. Generasi milenial yang mulai beranjak mapan pun tidak segan untuk mengeluarkan isi koceknya hanya untuk liburan. Bahkan platform penyedia jasa travel pun kian banyak dan menawarkan banyak promo harga murah tiket akomodasi.
Minat berwisata pun meningkat dan daerah harus bisa menangkap peluang itu secara maksimal. Yuswo menyarankan, pemerintah, pengusaha, dan warga lokal harus tahu pergeseran preferensi wisatawan zaman now ini. Caranya dengan mempercantik ikon-ikon daerah menjadi Instagramable dengan tetap mempertahankan keotentikkannya.
“Tantangannya, memang ikon yang Instagramable dan nge-hits cenderung lebih cepat product lifetime -nya karena wisatawan zaman now cenderung mudah bosan dan mencari sesuatu yang lebih baru dan nge-hits,” ucapnya. Karena itu, bagi pengelola destinasi wisata adalah melakukan inovasi secara terus-menerus agar konsepnya bisa terus diperbarui dan bisa terus menciptakan cool effect ke wisatawan.
“Caranya dengan memperbarui konsep ikon yang sudah ada atau product development , boleh juga menciptakan ikon baru (new product innovation ),” sambungnya. Jadi memang tidak ada yang spesifik. Khusus wisatawan masa kini lebih suka wisata alam, budaya, kuliner, belanja, atau lainnya.
Tidak terdapat perubahan yang signifikan, wisatawan zaman now tetap menyukai berbagai jenis wisata tersebut, tetapi mereka lebih memilih jenis wisata dengan konsep baru dengan karakteristik sesuai dengan keinginan mereka.
(don)