Jarak Kehamilan Kurang dari Setahun Tingkatkan Risiko Kesehatan
A
A
A
JAKARTA - Penelitian terbaru menyebutkan bahwa menunggu kurang dari satu tahun untuk kehamilan kedua dapat meningkatkan risiko kesehatan. Risiko kematian atau penyakit serius mengintai para ibu yang hamil dalam interval kurang dari 12 bulan dan peningkatan risiko yang lebih besar untuk bayi baik sebelum dan sesudah kelahiran, diantaranya kelahiran prematur.
Dilansir dari CNN, Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyarankan agar wanita menunggu setidaknya dua tahun sebelum hamil lagi. The American College of Obstetricians dan Gynecologists menyarankan bahwa wanita harus menghindari interpregnancy atau jarak kehamilan kurang dari enam bulan dan risiko dari kehamilan berulang lebih cepat dari 18 bulan.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Internal Medicine ini melibatkan 123.122 wanita dan 148.544 kehamilan untuk melihat bagaimana risiko kesehatan diterapkan pada wanita hamil dari berbagai usia. Peneliti menganalisis database kesehatan populasi di Kanada, yang mencakup semua wanita yang memiliki setidaknya dua kehamilan tunggal berturut-turut dalam periode 10 tahun.
Hasilnya ditemukan, bahwa wanita berusia 35 tahun ke atas memiliki risiko 0,62% kematian dan morbiditas berat ketika hanya berjarak enam bulan antara kelahiran dan konsepsi berikutnya 0,26% pada 18 bulan. Untuk wanita 20 dan 34 tahun memiliki risiko 0,23% pada enam bulan dan 0,25% pada 18 bulan. Namun, ibu yang lebih muda memiliki risiko lebih tinggi dari kelahiran prematur dengan interval interpregnancy yang lebih dekat.
Yaitu 5,3% pada enam bulan dan 3,2% pada 18 bulan dan hasil buruk janin serta bayi sebesar 2,0% pada enam bulan, dibandingkan wanita lebih tua sebesar 1,4% pada 18 bulan. Dr. Laura Riley selaku ketua kebidanan dan ginekologi di Weill Cornell Medicine dan New York-Presbyterian mengatakan salah satu kekuatan penelitian ini adalah bahwa ia melihat usia wanita dalam kaitannya dengan risiko, bersama dengan ukuran populasi penelitian.
"Hubungan antara interval interpregnancy dekat berisiko bagi wanita dari segala usia," ujar Riley.
Peneitian ini memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kehamilan yang buruk, seperti apakah ibu tinggal di daerah pedesaan. Selain itu, peneliti mempertimbangkan kemungkinan masalah kesehatan bagi ibu dan bayinya, di mana data sebelumnya telah lebih difokuskan pada kesehatan janin.
"Mereka memiliki risiko kematian dan morbiditas berat yang menurut saya merupakan bagian informasi penting, karena banyak orang terfokus pada bayi, dan mereka lupa bahwa ada risiko yang mengintai pada ibu juga," kata dia.
Meski risiko interval interpregnancy dekat mengintai semua wanita, namun hal tersebut biasanya sering direncanakan oleh wanita yang lebih tua lantaran masalah kesuburan dan jumlah anak yang diinginkan. Kendati idealnya wanita menunggu dua tahun sebelum hamil lagi, dia memahami bahwa usia dapat berperan dalam keputusan seorang wanita.
"Perlu dilakukan diskusi bahwa ada data yang menunjukkan bahwa interval interpregnancy dekat meningkatkan hasil kehamilan yang buruk. Sehingga orang akan membuat keputusan berdasarkan informasi itu," kata dia.
Dilansir dari CNN, Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyarankan agar wanita menunggu setidaknya dua tahun sebelum hamil lagi. The American College of Obstetricians dan Gynecologists menyarankan bahwa wanita harus menghindari interpregnancy atau jarak kehamilan kurang dari enam bulan dan risiko dari kehamilan berulang lebih cepat dari 18 bulan.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Internal Medicine ini melibatkan 123.122 wanita dan 148.544 kehamilan untuk melihat bagaimana risiko kesehatan diterapkan pada wanita hamil dari berbagai usia. Peneliti menganalisis database kesehatan populasi di Kanada, yang mencakup semua wanita yang memiliki setidaknya dua kehamilan tunggal berturut-turut dalam periode 10 tahun.
Hasilnya ditemukan, bahwa wanita berusia 35 tahun ke atas memiliki risiko 0,62% kematian dan morbiditas berat ketika hanya berjarak enam bulan antara kelahiran dan konsepsi berikutnya 0,26% pada 18 bulan. Untuk wanita 20 dan 34 tahun memiliki risiko 0,23% pada enam bulan dan 0,25% pada 18 bulan. Namun, ibu yang lebih muda memiliki risiko lebih tinggi dari kelahiran prematur dengan interval interpregnancy yang lebih dekat.
Yaitu 5,3% pada enam bulan dan 3,2% pada 18 bulan dan hasil buruk janin serta bayi sebesar 2,0% pada enam bulan, dibandingkan wanita lebih tua sebesar 1,4% pada 18 bulan. Dr. Laura Riley selaku ketua kebidanan dan ginekologi di Weill Cornell Medicine dan New York-Presbyterian mengatakan salah satu kekuatan penelitian ini adalah bahwa ia melihat usia wanita dalam kaitannya dengan risiko, bersama dengan ukuran populasi penelitian.
"Hubungan antara interval interpregnancy dekat berisiko bagi wanita dari segala usia," ujar Riley.
Peneitian ini memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kehamilan yang buruk, seperti apakah ibu tinggal di daerah pedesaan. Selain itu, peneliti mempertimbangkan kemungkinan masalah kesehatan bagi ibu dan bayinya, di mana data sebelumnya telah lebih difokuskan pada kesehatan janin.
"Mereka memiliki risiko kematian dan morbiditas berat yang menurut saya merupakan bagian informasi penting, karena banyak orang terfokus pada bayi, dan mereka lupa bahwa ada risiko yang mengintai pada ibu juga," kata dia.
Meski risiko interval interpregnancy dekat mengintai semua wanita, namun hal tersebut biasanya sering direncanakan oleh wanita yang lebih tua lantaran masalah kesuburan dan jumlah anak yang diinginkan. Kendati idealnya wanita menunggu dua tahun sebelum hamil lagi, dia memahami bahwa usia dapat berperan dalam keputusan seorang wanita.
"Perlu dilakukan diskusi bahwa ada data yang menunjukkan bahwa interval interpregnancy dekat meningkatkan hasil kehamilan yang buruk. Sehingga orang akan membuat keputusan berdasarkan informasi itu," kata dia.
(alv)