Komitmen Tinggi Presiden Membawa Indonesia ke Puncak Wisata Halal Dunia
A
A
A
JAKARTA - Indonesia akhirnya menempati posisi pertama pada Indeks Wisata Halal Dunia atau Global Muslim Travel Index (GMTI) dengan skor 78. Kesuksesan ini bisa tercipta lantaran komitmen luar biasa Presiden Joko Widodo terhadap pariwisata. Ditambah lagi dengan langkah Kementerian Pariwisata yang meluncurkan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) pada pertengahan Februari 2019 lalu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia menempati rangking 1 pada GMTI. Atas dasar pemikran itulah, dia kemudian menggagas IMTII bekerja sama dengan Mastercard-CrescentRating. Acuannya pun tetap pada standar GMTI.
"Pergerakan muslim traveler di dunia sangat luar biasa. Indonesia punya komitmen tinggi untuk menjadi global player dalam hal pariwisata halal,” ujarnya, Minggu (14/4/2019).
Arief menyatakan, setidaknya ada 10 destinasi wisata halal yang dipilih dan dibina dalam bimbingan teknik menggunakan standar GMTI. Antara lain Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (Malang Raya), Lombok, dan Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya).
Terkait perolehan skor tertinggi pada GMTI 2019, terdapat 4 kriteria penilaian yang menjadikan Indonesia memperoleh Wisata Halal Terbaik Dunia. Dari penilaian tahun 2018 ke tahun 2019, semua nilai mengalami peningkatan. Prestasi ini tentunya tidak dicapai secara instan, melainkan naik secara berjenjang.
Dimulai pada tahun 2015, Indonesia baru menempati rangking ke-6 GMTI. Kemudian tahun 2016 meningkat ke posisi 4, tahun 2017 di posisi 3, lalu tahun 2018 merangkak ke peringkat 2, hingga akhirnya di tahun 2019 ini bertengger di posisi terbaik GMTI.
Adapun 4 kriteria penilaian GMTI, yaitu menyangkut soal Akses (meliputi persyaratan visa, konektivitas udara, infrastruktur transportasi), Komunikasi (meliputi jangkauan, kemudahan komunikasi, dan kehadiran digital), Lingkungan Hidup (meliputi keselamatan dan budaya, kedatangan pengunjung, dan iklim yang mendukung), dan Layanan (meliputi kebutuhan inti/ makanan halal dan doa, hotel, bandara serta pengalaman unik).
“Konektivitas udara salah satu faktor penting. Karena 70 persen wisatawan asing datang menggunakan transportasi udara. Indonesia juga telah membangun 15 bandara baru, renovasi 27 terminal penumpang dan runnway, serta meningkatkan layanan kereta api di lebih dari 232 rute Jawa dan Sumatera. Dalam hal ini, Indonesia memperoleh skor 63,3,” bebernya.
Dalam hal komunikasi, Indonesiai banyak memiliki pemandu wisata dan Tour Planer di masing-masing derah, termasuk di 10 destinasi wisata halal. Promosi menggunakan digital dan penempatan media dalam jumlah besar juga jadi faktor penilaian. Usaha di bidang komunikasi ini membuahkan skor 83.
Pada kriteria selanjutnya, GMTI menyoroti atraksi ‘muslim friendly’ yang makin berkembang di 10 destinasi wisata halal Indonesia. Dari 2.289 atraksi alam, 755 diantaranya dianggap muslim friendly. Ada pula 1.260 atraksi budaya yang 705-nya muslim friendly, serta terdapat 1,238 Islamic heritage Site. Di sini, Indonesia mendapat skor 65,75.
Terkait layanan wisatawan, Indonesia memiliki 6.333 restoran bersertifikat halal. Jumlah Hotel Halal dan Hotel Ramah Muslim ada 68 yang bersertifikat halal. Serta 118 hotel dengan dapur bersertifikat halal. Untuk kriteria ini, Indonesia memperoleh skor 77,8.
Lebih jauh Arief mengatakan, prestasi Indonesia sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia tahun 2019 jelas akan terus dipertahankan. Antara lain dengan mengawal implementasi IMTI 2019 yang mengacu standar global GMTI. Serta melakukan bimbingan teknis (bimtek) dan workshop di 10 destinasi pariwisata halal unggulan Tanah Air.
“Dalam dua tahun terakhir, IMTI telah melakukan penilaian kinerja 10 destinasi pariwisata halal unggulan yang menunjukkan terjadi peningkatan skor di masing-masing destinasi. Pada IMTI 2018, skor rata-rata sebesar 50, dengan skor tertinggi 58 diperoleh Lombok (NTB). Sedangkan pada IMTI 2019, terjadi peningkatan skor rata-rata sebesar 55, dengan skor tertinggi 70 masih dipegang Lombok (NTB),” papar dia.
Arief menegaskan, setidaknya ada 4 hal yang membuat Indonesia bisa meraih rangking 1 GMTI 2019. Pertama karena komitmen pemerintah pusat (dalam hal ini Kemenpar) yang direalisasikan dengan Design, Strategi dan Rencana Aksi (DSRA) yang konkret. Semua terukur KPI dan progressnya sesuai dengan Global Bench Marking, GMTI serta TTCI dari WEF.
“Selanjutnya, harus diakui bahwa Wonderful Indonesia berhasil memajukan dan meningkatkan secara progressif hal-hal yang harus dipenuhi pada Global Bench Markings GMTI,” kata dia.
Selain itu, road map berikut program percepatan yang dilaksanakan Kemenpar, terbukti berhasil menstimulasi dan meningkatkan semangat pemerintah daerah, CEO di destinasi dan industri, beserta komponen pentahelix lainnya. Sehingga, mampu memunculkan inovasi yang mempunyai keunggulan komparatif dengan destinasi negara lain.
“Yang paling penting adalah komitmen pemerintah yang kuat. Dengan didirikannya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang langsung diketuai Presiden Joko Widodo. Dari sini, akhirnya Bank Indonesia, OJK, BAPPENAS, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), terus menerus secara bersama-sama menjadikan Indonesia Pusat Industri Halal Dunia,” ujar dia.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia menempati rangking 1 pada GMTI. Atas dasar pemikran itulah, dia kemudian menggagas IMTII bekerja sama dengan Mastercard-CrescentRating. Acuannya pun tetap pada standar GMTI.
"Pergerakan muslim traveler di dunia sangat luar biasa. Indonesia punya komitmen tinggi untuk menjadi global player dalam hal pariwisata halal,” ujarnya, Minggu (14/4/2019).
Arief menyatakan, setidaknya ada 10 destinasi wisata halal yang dipilih dan dibina dalam bimbingan teknik menggunakan standar GMTI. Antara lain Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (Malang Raya), Lombok, dan Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya).
Terkait perolehan skor tertinggi pada GMTI 2019, terdapat 4 kriteria penilaian yang menjadikan Indonesia memperoleh Wisata Halal Terbaik Dunia. Dari penilaian tahun 2018 ke tahun 2019, semua nilai mengalami peningkatan. Prestasi ini tentunya tidak dicapai secara instan, melainkan naik secara berjenjang.
Dimulai pada tahun 2015, Indonesia baru menempati rangking ke-6 GMTI. Kemudian tahun 2016 meningkat ke posisi 4, tahun 2017 di posisi 3, lalu tahun 2018 merangkak ke peringkat 2, hingga akhirnya di tahun 2019 ini bertengger di posisi terbaik GMTI.
Adapun 4 kriteria penilaian GMTI, yaitu menyangkut soal Akses (meliputi persyaratan visa, konektivitas udara, infrastruktur transportasi), Komunikasi (meliputi jangkauan, kemudahan komunikasi, dan kehadiran digital), Lingkungan Hidup (meliputi keselamatan dan budaya, kedatangan pengunjung, dan iklim yang mendukung), dan Layanan (meliputi kebutuhan inti/ makanan halal dan doa, hotel, bandara serta pengalaman unik).
“Konektivitas udara salah satu faktor penting. Karena 70 persen wisatawan asing datang menggunakan transportasi udara. Indonesia juga telah membangun 15 bandara baru, renovasi 27 terminal penumpang dan runnway, serta meningkatkan layanan kereta api di lebih dari 232 rute Jawa dan Sumatera. Dalam hal ini, Indonesia memperoleh skor 63,3,” bebernya.
Dalam hal komunikasi, Indonesiai banyak memiliki pemandu wisata dan Tour Planer di masing-masing derah, termasuk di 10 destinasi wisata halal. Promosi menggunakan digital dan penempatan media dalam jumlah besar juga jadi faktor penilaian. Usaha di bidang komunikasi ini membuahkan skor 83.
Pada kriteria selanjutnya, GMTI menyoroti atraksi ‘muslim friendly’ yang makin berkembang di 10 destinasi wisata halal Indonesia. Dari 2.289 atraksi alam, 755 diantaranya dianggap muslim friendly. Ada pula 1.260 atraksi budaya yang 705-nya muslim friendly, serta terdapat 1,238 Islamic heritage Site. Di sini, Indonesia mendapat skor 65,75.
Terkait layanan wisatawan, Indonesia memiliki 6.333 restoran bersertifikat halal. Jumlah Hotel Halal dan Hotel Ramah Muslim ada 68 yang bersertifikat halal. Serta 118 hotel dengan dapur bersertifikat halal. Untuk kriteria ini, Indonesia memperoleh skor 77,8.
Lebih jauh Arief mengatakan, prestasi Indonesia sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia tahun 2019 jelas akan terus dipertahankan. Antara lain dengan mengawal implementasi IMTI 2019 yang mengacu standar global GMTI. Serta melakukan bimbingan teknis (bimtek) dan workshop di 10 destinasi pariwisata halal unggulan Tanah Air.
“Dalam dua tahun terakhir, IMTI telah melakukan penilaian kinerja 10 destinasi pariwisata halal unggulan yang menunjukkan terjadi peningkatan skor di masing-masing destinasi. Pada IMTI 2018, skor rata-rata sebesar 50, dengan skor tertinggi 58 diperoleh Lombok (NTB). Sedangkan pada IMTI 2019, terjadi peningkatan skor rata-rata sebesar 55, dengan skor tertinggi 70 masih dipegang Lombok (NTB),” papar dia.
Arief menegaskan, setidaknya ada 4 hal yang membuat Indonesia bisa meraih rangking 1 GMTI 2019. Pertama karena komitmen pemerintah pusat (dalam hal ini Kemenpar) yang direalisasikan dengan Design, Strategi dan Rencana Aksi (DSRA) yang konkret. Semua terukur KPI dan progressnya sesuai dengan Global Bench Marking, GMTI serta TTCI dari WEF.
“Selanjutnya, harus diakui bahwa Wonderful Indonesia berhasil memajukan dan meningkatkan secara progressif hal-hal yang harus dipenuhi pada Global Bench Markings GMTI,” kata dia.
Selain itu, road map berikut program percepatan yang dilaksanakan Kemenpar, terbukti berhasil menstimulasi dan meningkatkan semangat pemerintah daerah, CEO di destinasi dan industri, beserta komponen pentahelix lainnya. Sehingga, mampu memunculkan inovasi yang mempunyai keunggulan komparatif dengan destinasi negara lain.
“Yang paling penting adalah komitmen pemerintah yang kuat. Dengan didirikannya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang langsung diketuai Presiden Joko Widodo. Dari sini, akhirnya Bank Indonesia, OJK, BAPPENAS, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), terus menerus secara bersama-sama menjadikan Indonesia Pusat Industri Halal Dunia,” ujar dia.
(alv)