Mengenal Penyebab, Gejala dan Mitos Keliru tentang Vitiligo
A
A
A
JAKARTA - Penyebab pasti vitiligo hingga saat ini masih belum sepenuhnya dipahami. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berbagai mekanisme seperti kelainan metabolik, stres oksidatif, respons autoimun, dan faktor genetik berkontribusi pada timbulnya vitiligo.
Kendati tidak mengancam jiwa, tidak menular dan tidak ada gejala yang dirasakan pasien, efek vitiligo dapat mengganggu secara kosmetik dan psikologis, seperti kurang percaya diri, citra tubuh yang buruk, stres dan efek negatif lainnya.
Prevalensi vitiligo berkisar 0,5-2% dari populasi di seluruh dunia, dan prevalensinya sama antara pria dan wanita. Vitiligo dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi sering muncul sebelum usia 20 tahun.
Dalam melakukan deteksi dini vitiligo dapat dicari tanda-tanda vitiligo seperti kehilangan warna kulit yang merata menjadi putih susu, uban pada rambut di kulit kepala, bulu mata, alis atau janggut. "Di samping itu juga terdapat kehilangan warna pada bagian dalam mulut dan hidung (selaput lendir), kehilangan atau perubahan warna lapisan dalam bola mata retina," kata dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV di Jakarta, baru-baru ini.
Vitiligo dapat menyerang segala usia, baik anak-anak maupun dewasa. Penyakit ini memiliki gejala umum yang relatif sama. Namun ada beberapa perbedaan yang perlu kita ketahui.
Pada anak-anak, yang sering ditemukan adalah segmental vitiligo. Gejala yang mudah dilihat adalah rambut uban yang secara dini muncul. Sedangkan pada dewasa, yang sering ditemukan adalah vitiligo non-segmental, misalnya seperti vitiligo akibat fenomena koebner (bekas luka yang berubah menjadi Vitiligo) dan occupational vitiligo (kemunculan vitiligo akibat pekerjaan yang terpapar oleh bahan kimia misalnya).
"Pada anak-anak, perlu dilakukan pengobatan secara dini agar penyakit tidak meluas dan tingkat keberhasilan pengobatan lebih baik. Pengobatan harus dilakukan sesuai dengan usia. Terapi yang efektif dan berhasil bagi orang dewasa, belum tentu efektif untuk pasien anak-anak. Jangan over treatment untuk anak-anak karena berhubungan dengan munculnya efek samping. Sedangkan, bagi pasien dewasa, dilakukan terapi yang lebih intensif karena pasien dewasa lebih kuat dalam menghadapi efek samping yang akan timbul," terang dr. Ronny Handoko, SpKK.
Sementara, banyak mitos vitiligo keliru yang beredar di masyarakat. Di antaranya adalah anggapan bahwa hanya orang berkulit gelap yang mendapatkan vitiligo, orang dengan vitiligo sering diiringi dengan cacat fisik dan mental lainnya, dan vitiligo berhubungan dengan penyakit kulit lain seperti kanker kulit, kusta, dan albinisme.
"Klasifikasi dan nomenklatur baru vitiligo diusulkan berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan, seperti vitiligo segmental (VS) yaitu vitiligo pada 1 segmen atau area di salah satu sisi tubuh dan vitiligo non-segmental (VNS). Untuk VNS mencakup varian vitiligo fokal yaitu satu atau beberapa area lokal, vitiligo generalisata yaitu simetris lebih dari 50% luas permukaan kulit, vitiligo akrofasial (di wajah dan di jari kaki dan jari tangan) dan vitiligo universalis (simetris lebih dari 90% luas permukaan kulit)," tutup dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV.
Kendati tidak mengancam jiwa, tidak menular dan tidak ada gejala yang dirasakan pasien, efek vitiligo dapat mengganggu secara kosmetik dan psikologis, seperti kurang percaya diri, citra tubuh yang buruk, stres dan efek negatif lainnya.
Prevalensi vitiligo berkisar 0,5-2% dari populasi di seluruh dunia, dan prevalensinya sama antara pria dan wanita. Vitiligo dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi sering muncul sebelum usia 20 tahun.
Dalam melakukan deteksi dini vitiligo dapat dicari tanda-tanda vitiligo seperti kehilangan warna kulit yang merata menjadi putih susu, uban pada rambut di kulit kepala, bulu mata, alis atau janggut. "Di samping itu juga terdapat kehilangan warna pada bagian dalam mulut dan hidung (selaput lendir), kehilangan atau perubahan warna lapisan dalam bola mata retina," kata dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV di Jakarta, baru-baru ini.
Vitiligo dapat menyerang segala usia, baik anak-anak maupun dewasa. Penyakit ini memiliki gejala umum yang relatif sama. Namun ada beberapa perbedaan yang perlu kita ketahui.
Pada anak-anak, yang sering ditemukan adalah segmental vitiligo. Gejala yang mudah dilihat adalah rambut uban yang secara dini muncul. Sedangkan pada dewasa, yang sering ditemukan adalah vitiligo non-segmental, misalnya seperti vitiligo akibat fenomena koebner (bekas luka yang berubah menjadi Vitiligo) dan occupational vitiligo (kemunculan vitiligo akibat pekerjaan yang terpapar oleh bahan kimia misalnya).
"Pada anak-anak, perlu dilakukan pengobatan secara dini agar penyakit tidak meluas dan tingkat keberhasilan pengobatan lebih baik. Pengobatan harus dilakukan sesuai dengan usia. Terapi yang efektif dan berhasil bagi orang dewasa, belum tentu efektif untuk pasien anak-anak. Jangan over treatment untuk anak-anak karena berhubungan dengan munculnya efek samping. Sedangkan, bagi pasien dewasa, dilakukan terapi yang lebih intensif karena pasien dewasa lebih kuat dalam menghadapi efek samping yang akan timbul," terang dr. Ronny Handoko, SpKK.
Sementara, banyak mitos vitiligo keliru yang beredar di masyarakat. Di antaranya adalah anggapan bahwa hanya orang berkulit gelap yang mendapatkan vitiligo, orang dengan vitiligo sering diiringi dengan cacat fisik dan mental lainnya, dan vitiligo berhubungan dengan penyakit kulit lain seperti kanker kulit, kusta, dan albinisme.
"Klasifikasi dan nomenklatur baru vitiligo diusulkan berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan, seperti vitiligo segmental (VS) yaitu vitiligo pada 1 segmen atau area di salah satu sisi tubuh dan vitiligo non-segmental (VNS). Untuk VNS mencakup varian vitiligo fokal yaitu satu atau beberapa area lokal, vitiligo generalisata yaitu simetris lebih dari 50% luas permukaan kulit, vitiligo akrofasial (di wajah dan di jari kaki dan jari tangan) dan vitiligo universalis (simetris lebih dari 90% luas permukaan kulit)," tutup dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV.
(nug)