Cegah Peyakit Alzheimer, Usahakan Tetap Beraktivitas
A
A
A
JAKARTA - Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai harapan hidup 5–10 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan sering kali meninggal akibat infeksi. Perjalanan klasik para penyandang Alzheimer dimulai pada usia 50–60 tahun dengan proses memburuk yang terjadi berangsur-angsur selama 10 tahun hingga meninggal.
Menurut dr Yuda Turana SpS, penulis buku Stop Pikun di Usia Muda, kendati menderita demensia, bukan berarti keluarga membatasi ruang pasien tersebut. Pasien tetap harus melakukan aktivitas fisik dan sosial.
"Banyak pasien yang justru dikurung di rumah oleh keluarga dengan alasan keluarganya malu kepada tetangga. Padahal, dukungan keluarga dan tetap beraktivitas bisa mempertahankan fungsi kognitif dibanding pemberian obat," katanya di UNIKA Atma Jaya (UAJ).
Yang penting adalah dampingi pasien selama beraktivitas. Dia menambahkan, dari sebuah penelitian, obat sebagus apa pun tanpa peran caregiver yang bagus, hasilnya tidak akan baik.Dr Yuda juga mengingatkan kepada generasi muda bahwa investasi otak bukan urusan orang lanjut usia saja, melainkan sejak kecil sudah harus mulai peduli dengan kesehatan otak. "Investasi otak adalah bagaimana menjaga otak Anda tetap sehat dan produktif," ujarnya.
Untuk memastikan kondisi kesehatan otak, perlu dilakukan pemeriksaan, terutama untuk individu yang memiliki faktor risiko seperti hipertensi dan diabetes. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan kerusakan otak pada saat lansia.
Dari penelitian juga diketahui bahwa gangguan saraf penciuman yang tidak disadari dapat merupakan tanda awal proses penuaan di otak dan menjadi faktor risiko demensia.
Selain itu, jika seorang lansia mengalami kemunduran indra penciuman dan diikuti respons pupil mata yang hipersensitif, kedua pemeriksaan ini mampu memprediksi 90% kemunduran kognitif pada lansia.
Diketahui, neurotransmiter yang mengatur pupil mata ternyata sama dengan neurotransmiter yang mengatur kognitif (neurotransmiter asetilkolin). Jadi, seseorang yang mengarah ke demensia Alzheimer akan mengalami kemunduran pula pada respons cahaya di matanya. Menyikapi hal ini, dr Yuda menekankan pentingnya menerapkan pola hidup sehat sejak muda.
"Pola hidup sehat sejak masa muda menentukan kesehatan otak pada masa tua. Semua investasi yang sudah mulai Anda lakukan sekarang sangat bergantung pada satu hal yang utama, yaitu ketangkasan intelektual Anda," kata dr Yuda.
Dalam konteks proses penuaan di otak, setiap orang saat berusia 40 tahun sebaiknya sudah pernah melakukan medical check up atau umur lebih muda dengan faktor risiko, misalnya obesitas, diabetes, dan lain-lain.
Pemeriksaan kesehatan harus komprehensif, termasuk deteksi dini kerusakan otak. Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis menurun akibat proses penuaan sehingga penyakit lebih mudah terjadi pada lansia.
Lebih jauh, A Prasetyantoko selaku Rektor UAJ mengatakan bahwa kampus tersebut memiliki Atma Jaya Alzheimer Indonesia Center for Excellence (ATZI) sejak 2018. "ATZI merupakan sebuah ruang bersama untuk mengakses informasi dan edukasi lengkap terkait ODD," ungkap A Prasetyantoko. (Sri Noviarni)
Menurut dr Yuda Turana SpS, penulis buku Stop Pikun di Usia Muda, kendati menderita demensia, bukan berarti keluarga membatasi ruang pasien tersebut. Pasien tetap harus melakukan aktivitas fisik dan sosial.
"Banyak pasien yang justru dikurung di rumah oleh keluarga dengan alasan keluarganya malu kepada tetangga. Padahal, dukungan keluarga dan tetap beraktivitas bisa mempertahankan fungsi kognitif dibanding pemberian obat," katanya di UNIKA Atma Jaya (UAJ).
Yang penting adalah dampingi pasien selama beraktivitas. Dia menambahkan, dari sebuah penelitian, obat sebagus apa pun tanpa peran caregiver yang bagus, hasilnya tidak akan baik.Dr Yuda juga mengingatkan kepada generasi muda bahwa investasi otak bukan urusan orang lanjut usia saja, melainkan sejak kecil sudah harus mulai peduli dengan kesehatan otak. "Investasi otak adalah bagaimana menjaga otak Anda tetap sehat dan produktif," ujarnya.
Untuk memastikan kondisi kesehatan otak, perlu dilakukan pemeriksaan, terutama untuk individu yang memiliki faktor risiko seperti hipertensi dan diabetes. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan kerusakan otak pada saat lansia.
Dari penelitian juga diketahui bahwa gangguan saraf penciuman yang tidak disadari dapat merupakan tanda awal proses penuaan di otak dan menjadi faktor risiko demensia.
Selain itu, jika seorang lansia mengalami kemunduran indra penciuman dan diikuti respons pupil mata yang hipersensitif, kedua pemeriksaan ini mampu memprediksi 90% kemunduran kognitif pada lansia.
Diketahui, neurotransmiter yang mengatur pupil mata ternyata sama dengan neurotransmiter yang mengatur kognitif (neurotransmiter asetilkolin). Jadi, seseorang yang mengarah ke demensia Alzheimer akan mengalami kemunduran pula pada respons cahaya di matanya. Menyikapi hal ini, dr Yuda menekankan pentingnya menerapkan pola hidup sehat sejak muda.
"Pola hidup sehat sejak masa muda menentukan kesehatan otak pada masa tua. Semua investasi yang sudah mulai Anda lakukan sekarang sangat bergantung pada satu hal yang utama, yaitu ketangkasan intelektual Anda," kata dr Yuda.
Dalam konteks proses penuaan di otak, setiap orang saat berusia 40 tahun sebaiknya sudah pernah melakukan medical check up atau umur lebih muda dengan faktor risiko, misalnya obesitas, diabetes, dan lain-lain.
Pemeriksaan kesehatan harus komprehensif, termasuk deteksi dini kerusakan otak. Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis menurun akibat proses penuaan sehingga penyakit lebih mudah terjadi pada lansia.
Lebih jauh, A Prasetyantoko selaku Rektor UAJ mengatakan bahwa kampus tersebut memiliki Atma Jaya Alzheimer Indonesia Center for Excellence (ATZI) sejak 2018. "ATZI merupakan sebuah ruang bersama untuk mengakses informasi dan edukasi lengkap terkait ODD," ungkap A Prasetyantoko. (Sri Noviarni)
(ysw)