Berlari di Jalur Ekstrem

Senin, 17 November 2014 - 11:47 WIB
Berlari di Jalur Ekstrem
Berlari di Jalur Ekstrem
A A A
BERBEDA dengan fun run atau lari maraton yang umumnya menggunakan jalur mulus, trail running, dan sky running justru menggunakan jalan berliku dan mendaki seperti sungai dan pegunungan sebagai jalurnya. Penggilanya umumnya para petualang.

Maylaffayza, violinist dan penyanyi yang juga gemar olahraga lari, pernah menjajal ikut trail running. Saat itu kompetisinya digelar di Singapura dan Maylaff mengaku seperti mempertaruhkan nyawanya saat mengikuti kegiatan ini.

Ceritanya, sebelum berlari, Maylaff sempat mengecek peta jalur yang akan dilalui para pelari. Saat itu dia melihat jalur dalam peta sempat terputus, namun Maylaff tak menaruh curiga sedikit pun.

“Ternyata pas kita lari, jalur yang terputus di peta itu artinya kita harus berjalan gelantungan di tali untuk sampai ke jalur daratan lagi. Sementara bawahnya itu kayak jurang. Itu degdegannya minta ampun. Kita para pelari enggak nyangka sama sekali. Pas menjalaninya benar-benar perjuangan. Namun, begitu berhasil menyeberang jadi pengalaman yang seru banget,” kata Maylaff antusias.

Trail running memang bukan olahraga lari biasa. Jalur-jalur yang dilalui dalam lari jenis ini adalah jalanan berbatu, tebing, sungai, hutan, hingga pegunungan. Jaraknya pun biasanya lebih dari 10 km. Bisa dibilang, mengikuti trail running mirip dengan melakukan cross country . Medannya sangat berat. Artinya, hanya “pelari serius” yang sanggup mengikuti kompetisi ini.

Di Indonesia, trail running ikut populer seiring maraknya acara lomba lari di seluruh penjuru Nusantara. Ini dibuktikan dengan cukup banyaknya kompetisi trail running , misalnya Puncak Enduro Trail 2014 dan Tahura Djuanda Trail Running Race. Kebanyakan acara digelar di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur yang dianggap punya lanskap yang cocok untuk olahraga ekstrem ini.

Adapun tren trail running memang dimulai dari pelari lintas alam di Bandung pada dua tahun lalu. Bagi para pelari yang mengikuti trail running, variasi medan dan situasi alam yang tidak menentu yang dicari. Suasana seperti itu justru bisa semakin memacu adrenalin. “Melihat indahnya alam pemandangan Indonesia sambil berlari itu punya kenikmatan sendiri, selain tentunya trek yang menantang,” ujar Yasha Chatab, penggiat trail running yang juga pendiri komunitas Indo Runners.

Trek menantang yang dimaksud Yasha, seperti jalan setapak dengan bebatuan bahkan berlumpur. “Semakin tinggi wilayah yang kita lalui, semakin sulit dan harus dengan fisik yang kuat,” kata Yasha yang terakhir mengikuti trail running bersama teman-temannya di Kawah Ratu, sekitar Bogor. Selain trail running , ada lagi jenis olahraga lari yang lebih ekstrem namun sering disebut sepaket dengan olahraga ini, yaitu sky running .

Sesuai namanya, ini adalah kegiatan lari di atas ketinggian lebih dari 1.000 m dpl. Dalam sky running, pelari juga harus menyesuaikan tubuh karena suhu yang semakin dingin dan oksigen yang menipis jika sudah mencapai ketinggian 2.000-2.500 m dpl. “Esensi sky running seperti mendaki gunung saja, bukan asal lari tapi penuh strategi karena harus menjaga energi jangan sampai cepat habis,” ujar Wisnu Wiryawan, penggiat sky running .

Tantangan semakin tinggi bisa dibayar dengan pemandangan menuju puncak gunung yang mengagumkan. Seperti yang diakui Wisnu yang sudah rutin berlari di Gunung Gede Pangrango, Gunung Rinjani, Merbabu, dan Semeru.

Ananda nararya
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8594 seconds (0.1#10.140)