Selfie Tingkatkan Permintaan Operasi Plastik
A
A
A
NEW YORK - Belakangan, fenomena selfie atau foto diri sendiri, kian meningkat popularitasnya dengan keberadaan smartphone dan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Instagram.
Selfie dilakukan banyak orang, dari orang dewasa muda sampai bintang Hollywood dan para petinggi negara pun tak segan melakukan aksi ini.
Memang, tak ada yang salah dengan selfie. Tapi, bagi sejumlah orang, selfie bisa menjadi ambisi dan obsesi yang berujung pada aksi yang bisa jadi dinilai ekstrem.
Sejumlah orang yang ingin terlihat lebih cantik atau tampan ketika selfie, saat ini, tak ragu-ragu lagi mempercantik penampilan diri mereka denga melaukan operasi plastik. Di Amerika Serikat (AS), permintaan bedah plastik dari angkat kelopak mata sampai rhinoplasty (operasi hidung), meningkat dari mereka yang berusaha memperbaiki penampilan mereka saat selfie dan di jejaring sosial.
Sebuah polling yang digelar American Academy of Facial Plastic and Reconstructive Surgery (AAFPRS) terhadap 2.700 anggotanya memperlihatkan, satu di antara tiga orang melihat kenaikan permintaan operasi plastik karena pasien lebih menyadari citra mereka di media sosial. Mereka mencatat kenaikan 10% pada rhinoplasty pada 2013 dari 2012, 7% kenaikan pada transplantasi rambut dan 6% pada operasi kelopak mata.
“Ada kenaikann 25% selama 1,5—2 tahun belakangan. Itu sangat signifikan. Mereka datang membawa iPhone dan memperlihatkan foto kepada saya. Selfie jadi lebih gila,” ungkap dr Sam Rizk, 47, seorang dokter bedah plastik yang buka praktik di Manhattan, New York, kepada Reuters.
Rizk, yang spesialis rhinoplasty ini, menyatakan, tidak semua orang yang meminta operasi membutuhkannya karena sebuah selfie menghasilkan foto yang mengubah bentuk yang tidak mewakili bagaimana penampilan sebenarnya seseorang itu.
“Kita akan mengalami sesuatu yang salah dalam foto selfie. Saya menolak sejumlah pasien selfie karena saya yakin itu bukanlah foto sebenarnya diri mereka dalam kenyataan,” papar dia.
Sejumlah pasien tentu saja kecewa ketika Rizk mengatakan mereka tidak butuh operasi. Dia juga tahu kalau orang-orang ini akan pergi ke dokter bedah lainnya.
“Terlalu banyak selfie mengindikasikan obsesi diri dan level ketidaknyamanan tertentu yang dimiliki sebagian besar remaja. Ini hanya membuatnya lebih buruk. Sekarang, mereka bisa melihat diri sendiri dalam 100 foto per hari di Facebook dan Instagram,” ujar Rizk.
Make-up artist asal New York Ramy Gafni, yang bekerja dengan klien foto selfie dan profil untuk situs kencan, menyarankan penggunaan makeup yang bersih, alis mata yang dibikin sendiri dan warna bibir untuk menghasilkan selfie terbaik. “Kalian mau memperbaiki tampilan muka kalian, sempurnakan tampilan muka tapi tidak perlu mengubah muka menjadi sesuatu yang bukan mereka,” ujar dia.
Editor senior CNET yang menguji dan me-review produk Dan Ackerman, menyatakan, banyak tips dan saran selfie yang betebaran di internet. “Ada aplikasi yang mengaplikasikan saringan ke muka kalian yang menghaluskan keriput atau memasang makeup artfisial. Ada serangkaian alat ekonomis dan saran yang dibuat untuk itu,” imbuh dia.
Selfie dilakukan banyak orang, dari orang dewasa muda sampai bintang Hollywood dan para petinggi negara pun tak segan melakukan aksi ini.
Memang, tak ada yang salah dengan selfie. Tapi, bagi sejumlah orang, selfie bisa menjadi ambisi dan obsesi yang berujung pada aksi yang bisa jadi dinilai ekstrem.
Sejumlah orang yang ingin terlihat lebih cantik atau tampan ketika selfie, saat ini, tak ragu-ragu lagi mempercantik penampilan diri mereka denga melaukan operasi plastik. Di Amerika Serikat (AS), permintaan bedah plastik dari angkat kelopak mata sampai rhinoplasty (operasi hidung), meningkat dari mereka yang berusaha memperbaiki penampilan mereka saat selfie dan di jejaring sosial.
Sebuah polling yang digelar American Academy of Facial Plastic and Reconstructive Surgery (AAFPRS) terhadap 2.700 anggotanya memperlihatkan, satu di antara tiga orang melihat kenaikan permintaan operasi plastik karena pasien lebih menyadari citra mereka di media sosial. Mereka mencatat kenaikan 10% pada rhinoplasty pada 2013 dari 2012, 7% kenaikan pada transplantasi rambut dan 6% pada operasi kelopak mata.
“Ada kenaikann 25% selama 1,5—2 tahun belakangan. Itu sangat signifikan. Mereka datang membawa iPhone dan memperlihatkan foto kepada saya. Selfie jadi lebih gila,” ungkap dr Sam Rizk, 47, seorang dokter bedah plastik yang buka praktik di Manhattan, New York, kepada Reuters.
Rizk, yang spesialis rhinoplasty ini, menyatakan, tidak semua orang yang meminta operasi membutuhkannya karena sebuah selfie menghasilkan foto yang mengubah bentuk yang tidak mewakili bagaimana penampilan sebenarnya seseorang itu.
“Kita akan mengalami sesuatu yang salah dalam foto selfie. Saya menolak sejumlah pasien selfie karena saya yakin itu bukanlah foto sebenarnya diri mereka dalam kenyataan,” papar dia.
Sejumlah pasien tentu saja kecewa ketika Rizk mengatakan mereka tidak butuh operasi. Dia juga tahu kalau orang-orang ini akan pergi ke dokter bedah lainnya.
“Terlalu banyak selfie mengindikasikan obsesi diri dan level ketidaknyamanan tertentu yang dimiliki sebagian besar remaja. Ini hanya membuatnya lebih buruk. Sekarang, mereka bisa melihat diri sendiri dalam 100 foto per hari di Facebook dan Instagram,” ujar Rizk.
Make-up artist asal New York Ramy Gafni, yang bekerja dengan klien foto selfie dan profil untuk situs kencan, menyarankan penggunaan makeup yang bersih, alis mata yang dibikin sendiri dan warna bibir untuk menghasilkan selfie terbaik. “Kalian mau memperbaiki tampilan muka kalian, sempurnakan tampilan muka tapi tidak perlu mengubah muka menjadi sesuatu yang bukan mereka,” ujar dia.
Editor senior CNET yang menguji dan me-review produk Dan Ackerman, menyatakan, banyak tips dan saran selfie yang betebaran di internet. “Ada aplikasi yang mengaplikasikan saringan ke muka kalian yang menghaluskan keriput atau memasang makeup artfisial. Ada serangkaian alat ekonomis dan saran yang dibuat untuk itu,” imbuh dia.
(alv)