Eksplorasi Playful Sulam
A
A
A
Keindahan sulam Indonesia disuguhkan oleh desainer Lenny Agustin di Indonesia Fashion Week (IFW) 2015. Bertajuk ”Borneo Off Beat”, sang desainer berkolaborasi dengan Antam dan Yayasan Sulam Indonesia.
Lenny dibantu 40 perajin sulam, yang sebelumnya diberikan pelatihan selama 10 bulan oleh Yayasan Sulam Indonesia, membuat busana yang memperlihatkan sulam dengan motif tenun Kalimantan Barat. Kolaborasi ini merupakan pemberdayaan perempuan dari daerah Kalimantan Barat, tempat Antam beroperasi.
Adapun tema “Borneo Off Beat” memiliki makna, Borneo berarti Kalimantan, sedangkan off beat berarti keluar dari jalur. Dalam presentasinya, anggota Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode (APPMI) ini memperlihatkan siluet busana yang sebagian besar berpotongan loose. Diungkapkan Lenny, dirinya memang ingin lebih menonjolkan keunikan sulaman dibanding permainan siluet itu sendiri.
Sulaman yang indah tersebut pun hadir dalam bentuk rompi, dress, dan baju terusan A-line, H-line, dan I-line. Detail sulaman yang tampak memiliki tingkat kerumitan tersendiri pun menjadi ornamen utama baju. ”Bagi saya ini menjadi berbeda, biasanya tenun Kalimantan detailnya manikmanik, tapi ini diaplikasikan dengan motif sulam,” kata Lenny.
Beberapa kendala, di antaranya teknik sulaman yang bermacam jenis dan para perajin yang baru belajar menyulam, membuat Lenny harus menggunakan berbagai trik agar hasil rancangan terlihat baik. Seperti bila tidak sinkron antara kanan dan kiri atau tidak simetris. Diakuinya teknik sulam membutuhkan perhitungan yang tepat. Karena itu, Lenny juga membuat pola yang sudah ada gambarnya untuk memudahkan para perajin.
Lita Jonathan, perwakilan dari Yayasan Sulam Indonesia, mengatakan, ada dua teknik yang dapat digunakan dalam sulam, yang tergantung dari motif sulamannya. Ada yang dibuat polanya dulu, baru disulam, ada juga dari sulam, kemudian menjadi pola. Semua sangat perlu diperhitungkan.
”Tapi proses yang rumit dan sulit ini terbalas dengan hasil koleksi ‘Borneo Off Beat’ yang sungguh membawa sulam menjadi sebuah kerajinan tingkat tinggi yang indah,” imbuh Lita. Lebih lanjut Lita mengungkapkan, sebenarnya Kalimantan tidak memiliki sulam. Itu karena di awal agak sulit membina perajinnya.
Namun, justru hal inilah yang menarik dari kolaborasi antara Lenny dengan Yayasan Sulam Indonesia. Teknik yang dipakai untuk menyulam di kolaborasi ini adalah needle weaving atau swedish embroidery. Dengan teknik tersebut, mereka diajarkan untuk membuat pola seperti yang terdapat pada tenun khas Kalimantan. Teknik sulaman ini memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi.
Kesulitannya dalam menghitung yang bila ada slip sedikit, satu lubang saja, sudah menjadi bentuk lain. Meski sulit, perajin binaan ini diharapkan bisa dengan mudah melakukan teknik sulaman lainnya karena sudah terlatih. Seluruh deretan busana yang ditampilkan Lenny di atas panggung merupakan hasil sulaman dan dari kejauhan terlihat seperti kain tenun. Sulaman bajunya kaya pola dan warna. Lenny tetap mengeluarkan ciri khas busananya yang cheerful, girly, dan colorful.
Dyah ayu pamela
Lenny dibantu 40 perajin sulam, yang sebelumnya diberikan pelatihan selama 10 bulan oleh Yayasan Sulam Indonesia, membuat busana yang memperlihatkan sulam dengan motif tenun Kalimantan Barat. Kolaborasi ini merupakan pemberdayaan perempuan dari daerah Kalimantan Barat, tempat Antam beroperasi.
Adapun tema “Borneo Off Beat” memiliki makna, Borneo berarti Kalimantan, sedangkan off beat berarti keluar dari jalur. Dalam presentasinya, anggota Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode (APPMI) ini memperlihatkan siluet busana yang sebagian besar berpotongan loose. Diungkapkan Lenny, dirinya memang ingin lebih menonjolkan keunikan sulaman dibanding permainan siluet itu sendiri.
Sulaman yang indah tersebut pun hadir dalam bentuk rompi, dress, dan baju terusan A-line, H-line, dan I-line. Detail sulaman yang tampak memiliki tingkat kerumitan tersendiri pun menjadi ornamen utama baju. ”Bagi saya ini menjadi berbeda, biasanya tenun Kalimantan detailnya manikmanik, tapi ini diaplikasikan dengan motif sulam,” kata Lenny.
Beberapa kendala, di antaranya teknik sulaman yang bermacam jenis dan para perajin yang baru belajar menyulam, membuat Lenny harus menggunakan berbagai trik agar hasil rancangan terlihat baik. Seperti bila tidak sinkron antara kanan dan kiri atau tidak simetris. Diakuinya teknik sulam membutuhkan perhitungan yang tepat. Karena itu, Lenny juga membuat pola yang sudah ada gambarnya untuk memudahkan para perajin.
Lita Jonathan, perwakilan dari Yayasan Sulam Indonesia, mengatakan, ada dua teknik yang dapat digunakan dalam sulam, yang tergantung dari motif sulamannya. Ada yang dibuat polanya dulu, baru disulam, ada juga dari sulam, kemudian menjadi pola. Semua sangat perlu diperhitungkan.
”Tapi proses yang rumit dan sulit ini terbalas dengan hasil koleksi ‘Borneo Off Beat’ yang sungguh membawa sulam menjadi sebuah kerajinan tingkat tinggi yang indah,” imbuh Lita. Lebih lanjut Lita mengungkapkan, sebenarnya Kalimantan tidak memiliki sulam. Itu karena di awal agak sulit membina perajinnya.
Namun, justru hal inilah yang menarik dari kolaborasi antara Lenny dengan Yayasan Sulam Indonesia. Teknik yang dipakai untuk menyulam di kolaborasi ini adalah needle weaving atau swedish embroidery. Dengan teknik tersebut, mereka diajarkan untuk membuat pola seperti yang terdapat pada tenun khas Kalimantan. Teknik sulaman ini memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi.
Kesulitannya dalam menghitung yang bila ada slip sedikit, satu lubang saja, sudah menjadi bentuk lain. Meski sulit, perajin binaan ini diharapkan bisa dengan mudah melakukan teknik sulaman lainnya karena sudah terlatih. Seluruh deretan busana yang ditampilkan Lenny di atas panggung merupakan hasil sulaman dan dari kejauhan terlihat seperti kain tenun. Sulaman bajunya kaya pola dan warna. Lenny tetap mengeluarkan ciri khas busananya yang cheerful, girly, dan colorful.
Dyah ayu pamela
(bbg)