Dua Pasang Hati

Jum'at, 24 April 2015 - 08:49 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
“Iya, Bar. Ini anakku.” Mama tersenyum bangga pada Lara. “Lara, Om.” Lara mengikuti perintah mamanya, menjabat Om Bara.

“Nah, kalo yang ini, anak Om. Namanya Keenan, mahasiswa Felicitas University di Jakarta, jurusan kedokteran.” Om Bara menepuk bahu laki-laki tampan itu. “Keenan,” sapanya tanpa senyum. Herannya, Lara malah suka dengan gaya dingin dari cowok tampan itu. Cool banget sih nih cowok, jerit Lara dalam hati. Jika diperhatikan dari jarak dekat, Keenan terlihat lebih tampan. Guratan alis tebal dengan hidung mancung serta bibir tipisnya itu begitu mempesona relung hati Lara.

“Ingat nggak, Ra? Waktu kecil kamu pernah hilang di Villa Green Apple? Dulu yang nemuin kamu, ya anak Om, Keenan.” Om Bara menunjuk Keenan. Cowok itu hanya tersenyum sekedarnya. Ampun deh, bikin gereget banget ya si Keenan ini? Nggak nyangka, cowok yang dulunya berambut mangkok ini, malah menjelma jadi cowok setampan dan sekeren seperti sekarang. Punya pacar belum ya?

Batin Lara semakin ingin tahu. Jantung Lara semakin berdegup kencang, ketika Keenan yang irit bicara itu bertanya, “Kamu kelas berapa sekarang?” Yailah, baru ditanya gitu doang, Lara udah lemes duluan. Norak banget nggak sih?? “Ng… kelas 2 SMA, Kak,” sahut Lara malu-malu. Ya ampun, apa banget deh gue, batin Lara berkata. Biasa juga depan anak-anak dia berisik banget, eh ini di depan cowok ganteng begini dia mati gaya.

“Oh… Anak IPA?” tanyanya lagi. Eh buset, dia ini polisi kali ya? Interogasinya detail amat. Mana mukanya serius banget lagi kayak guru kimia gue di kelas, Lara menggumam seru (dalam hati) “Bukan, aku IPS, Kak.” Macem diospek aja nih gue jawabnya, sopan banget. Mana Lara yang asli? Manaaaa! Lara menjerit dalam hatinya lagi. Dua orang tua mereka saling tersenyum, menyadari kelucuan anak muda ini, “Aduh, Lara. Jangan malu-malu gitu dong sama Keenan. Panggilnya pake ‘Kak’ segala, lagi? Panggil nama aja.” Lara salah tingkah, “Hmm… Lara belum terbiasa, Om. Nggak manggil ‘Kakak’.” Om Bara tersenyum tulus, “Keenan santai aja kok orangnya, nggak akan marah cuma karena begituan. Iya kan, Nan?” Cowok itu hanya mengangguk.

“Panggil nama aja, gue oke, kok.” Jadilah Lara memanggil pria tampan itu dengan namanya, K-E-EN- A-N, kepanjangan dari, ‘keren dan tampan’ cuma Lara aja yang nambahin sendiri dalam hati. Namanya juga lagi falling in love. Selanjutnya, tebak apa yang terjadi? Keduanya hanya berdiri berdua, persis Patung Pancoran. Nggak ada sepatah kata pun terucap dari bibir mereka. “Kak, eh–Nan, lo nanti pengen ambil kedokteran apa?” “Pengennya sih kandungan.

” Lara terperanjat, pasti nih cowok pinter banget deh. Otaknya pasti dipenuhi oleh berbagai rumus-rumus kedokteran yang bahasa ilmiahnya diambil dari bahasa latin. Ampun… nggak sanggup deh kalo disuruh belajar begituan. Belum lagi wajahnya serius banget, belum jadi dokter aja kayaknya beban hidupnya udah banyak. Apalagi kalo udah jadi ya? Mukanya bisa kegulung kali, sama nama-nama penyakit dan diagnosanya.

Alamak… kebayang nggak sih gimana ekspresi para suami dari calon ibu yang datang memeriksa kandungan pada Keenan? Nggak cemburu apa ya, ngelihat dokter para istri mereka sekeren dan seganteng ini? Mungkin, biar lagi hamil tua pun, akan bersedia perutnya dipegang-pegang sama dokter tampan kayak gini.

“Biasanya berapa lama tuh belajarnya? Emangnya nggak botak kepala lo ngafalin nama-nama penyakit dan obat-obatan segitu banyaknya? Kalo gue sih, bisa step di tempat, lho,” kata Lara berusaha bergurau dengan cowok yang uratnya tegang kayak bakso begini. Eh, dia malah cuma tertawa seuprit doang, dan ngejawabnya dengan muka serius, “Ya kalo lo niat belajar dan rajin mah nggak masalah. Yang penting dimengerti, bukan dihafal.”

(bersambung)
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0570 seconds (0.1#10.140)