Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 11 Bagian 13
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Setelah membayar harga makanan berangkatlah kedua orang itu ke Puncak Awan Merah, tentu saja diikuti pandang mata penuh keheranan dan kegelisahan oleh pelayan warung yang mereka tanyai di mana adanya puncak itu.
Setelah mereka mendaki bukit dan tiba di lereng atas, tampaklah bangunan besar di puncak yang dimaksudkan itu. Mereka tidak mengerti mengapa puncak itu disebut Puncak Awan Merah, padahal ketika mereka tiba di situ di siang hari itu, awannya tidak berwarna merah melainkan biru dan putih seperti biasa.
Twako, kedatangan kita hanya menyelidiki apakah Suheng berada di sana. Oleh karena itu, tidak baik kalau kita datang berterang, bisa menimbulkan kecurigaan orang dan kata tidak berniat mencari perkara dengan tokoh kang-ouw itu, bukan? Maka, sebaiknya kita berpencar dan kau menyelidiki dengan memutar dari kiri, aku dari kanan, sampai kita saling bertemu dan kalau Suheng tidak ada di sana, dan biruang itu bukan biruangnya, kita segera kembali ke dusun tadi dan bermalam saja di sana."
"Baik, Hong-moi, dengan demikian, penyelidikan dapat dilakukan lebih leluasa
dan lebih cepat."
Mereka mendaki terus dan setelah tiba di luar pagar tembok gedung besar di puncak itu, mereka berpencar. Swat Hong yang mengambil jalan dari kanan menyelinap di antara pohon-pohon dan batu gunung. Tak lama kemudian dia mendengar suara orang dan cepat dia menghampiri dan mengintai. Apa yang dilihatnya membuat dia hampir berteriak saking kagetnya!
Dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya ketika dia melihat suhengnya, Kwa Sin Liong, terbelenggu kedua pergelangan tangannya dan setengah tergantung pada pohon! Tubuh atas suhengnya itu telanjang dan hanya celana dan sepatunya saja yang menutupi tubuhnya.
Sin Liong kelihatan tenang saja biarpun dahinya berpeluh, dan agaknya pemuda itu memang sengaja membiarkan dirinya terbelenggu, karena Swat Hong yakin sekali bahwa apabila dikehendaki oleh suhengnya itu, apa sukarnya membebaskan diri dari belenggu seperti itu?
Tentu ada sesuatu yang aneh telah terjadi di sini! Swat Hong menahan kemarahannya yang membuat dia ingin menyerbu, dan dia memandang kepada orang-orang lain itu. Dua orang yang berpakaian seragam, memakai topi aneh, menjaga di belakang pohon dan tangan mereka meraba gagang golok.
Seorang kakek yang tinggi besar, brewok dan matanya lebar, dengan marah-marah menghampiri Sin Liong, tangan kanannya memegang senjata yang aneh. Bukan senjata, pikir Swat Hong, melainkan tanduk rusa yang agaknya hendak dipakai sebagai senjata.
Tanduk rusa seperti itu saja apa artinya bagi suhengnya? Yang membuat dia terherah-heran adalah melihat suhengnya berada di tempat itu dan mandah saja dibelenggu dan dihina! Apa yang telah terjadi?
Seperti telah kita ketahui Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka yang hendak mencari ayahnya. Sebetulnya, mencari ayahnya ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari saja oleh Ouw Kong Ek, ketua Pulau Neraka. Puteranya Ouw Sian Kok, ayah kandung Soan Cu, telah menghilang selama belasan tahun, tak pernah kembali dan tidak pula ada kabarnya sehingga menimbulkan dugaan besar bahwa Ouw Sian Kok telah meninggal dunia.
Selain itu, andaikata masih hidup, tak seorang pun mengetahui di mana tempat tinggalnya. Soan Cu ditinggal ayah kandungnya sejak bayi, bagaimana mungkin dia dapat mencari ayahnya yang belum pernah dilihatnya dan tak diketahui ke mana perginya itu? Kalau Ouw Kong Ek menggunakan alasan ini dan mendesak kepada Sin Liong agar membawa dara itu bersama, keluar dari Pulau Neraka, adalah karena sebenarnya dia ingin agar cucunya itu dapat berjodoh dengan Sin Liong.
Dia seringkali mengingat akan nasib cucu yang dicintanya itu. Jauh dari dunia ramai, akhirnya cucunya itu terpaksa hanya akan berjodoh dengan seorang penghuni Pulau Neraka! Maka munculnya Sin Liong untuk pertama kalinya itu sudah mendatangkan harapan untuk menjodohkan cucunya dengan pemuda itu.
Apalagi ketika Sin Liong datang untuk kedua kalinya, bahkan pemuda itu telah menolong Soan Cu, dan menolong Pulau Neraka yang diserbu bajak laut. Tentu saja dia tidak dapat memaksa pemuda itu untuk menjadi calon suami cucunya, akan tetapi dengan kesempatan melakukan perantauan bersama, dia harapkan akan timbul cinta di dalam hati pemuda itu terhadap cucunya yang dia tahu merupakan seorang gadis yang cantik jelita dan berilmu tinggi, juga berwatak baik. (Bersambung Jilid 12)
Setelah membayar harga makanan berangkatlah kedua orang itu ke Puncak Awan Merah, tentu saja diikuti pandang mata penuh keheranan dan kegelisahan oleh pelayan warung yang mereka tanyai di mana adanya puncak itu.
Setelah mereka mendaki bukit dan tiba di lereng atas, tampaklah bangunan besar di puncak yang dimaksudkan itu. Mereka tidak mengerti mengapa puncak itu disebut Puncak Awan Merah, padahal ketika mereka tiba di situ di siang hari itu, awannya tidak berwarna merah melainkan biru dan putih seperti biasa.
Twako, kedatangan kita hanya menyelidiki apakah Suheng berada di sana. Oleh karena itu, tidak baik kalau kita datang berterang, bisa menimbulkan kecurigaan orang dan kata tidak berniat mencari perkara dengan tokoh kang-ouw itu, bukan? Maka, sebaiknya kita berpencar dan kau menyelidiki dengan memutar dari kiri, aku dari kanan, sampai kita saling bertemu dan kalau Suheng tidak ada di sana, dan biruang itu bukan biruangnya, kita segera kembali ke dusun tadi dan bermalam saja di sana."
"Baik, Hong-moi, dengan demikian, penyelidikan dapat dilakukan lebih leluasa
dan lebih cepat."
Mereka mendaki terus dan setelah tiba di luar pagar tembok gedung besar di puncak itu, mereka berpencar. Swat Hong yang mengambil jalan dari kanan menyelinap di antara pohon-pohon dan batu gunung. Tak lama kemudian dia mendengar suara orang dan cepat dia menghampiri dan mengintai. Apa yang dilihatnya membuat dia hampir berteriak saking kagetnya!
Dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya ketika dia melihat suhengnya, Kwa Sin Liong, terbelenggu kedua pergelangan tangannya dan setengah tergantung pada pohon! Tubuh atas suhengnya itu telanjang dan hanya celana dan sepatunya saja yang menutupi tubuhnya.
Sin Liong kelihatan tenang saja biarpun dahinya berpeluh, dan agaknya pemuda itu memang sengaja membiarkan dirinya terbelenggu, karena Swat Hong yakin sekali bahwa apabila dikehendaki oleh suhengnya itu, apa sukarnya membebaskan diri dari belenggu seperti itu?
Tentu ada sesuatu yang aneh telah terjadi di sini! Swat Hong menahan kemarahannya yang membuat dia ingin menyerbu, dan dia memandang kepada orang-orang lain itu. Dua orang yang berpakaian seragam, memakai topi aneh, menjaga di belakang pohon dan tangan mereka meraba gagang golok.
Seorang kakek yang tinggi besar, brewok dan matanya lebar, dengan marah-marah menghampiri Sin Liong, tangan kanannya memegang senjata yang aneh. Bukan senjata, pikir Swat Hong, melainkan tanduk rusa yang agaknya hendak dipakai sebagai senjata.
Tanduk rusa seperti itu saja apa artinya bagi suhengnya? Yang membuat dia terherah-heran adalah melihat suhengnya berada di tempat itu dan mandah saja dibelenggu dan dihina! Apa yang telah terjadi?
Seperti telah kita ketahui Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka yang hendak mencari ayahnya. Sebetulnya, mencari ayahnya ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari saja oleh Ouw Kong Ek, ketua Pulau Neraka. Puteranya Ouw Sian Kok, ayah kandung Soan Cu, telah menghilang selama belasan tahun, tak pernah kembali dan tidak pula ada kabarnya sehingga menimbulkan dugaan besar bahwa Ouw Sian Kok telah meninggal dunia.
Selain itu, andaikata masih hidup, tak seorang pun mengetahui di mana tempat tinggalnya. Soan Cu ditinggal ayah kandungnya sejak bayi, bagaimana mungkin dia dapat mencari ayahnya yang belum pernah dilihatnya dan tak diketahui ke mana perginya itu? Kalau Ouw Kong Ek menggunakan alasan ini dan mendesak kepada Sin Liong agar membawa dara itu bersama, keluar dari Pulau Neraka, adalah karena sebenarnya dia ingin agar cucunya itu dapat berjodoh dengan Sin Liong.
Dia seringkali mengingat akan nasib cucu yang dicintanya itu. Jauh dari dunia ramai, akhirnya cucunya itu terpaksa hanya akan berjodoh dengan seorang penghuni Pulau Neraka! Maka munculnya Sin Liong untuk pertama kalinya itu sudah mendatangkan harapan untuk menjodohkan cucunya dengan pemuda itu.
Apalagi ketika Sin Liong datang untuk kedua kalinya, bahkan pemuda itu telah menolong Soan Cu, dan menolong Pulau Neraka yang diserbu bajak laut. Tentu saja dia tidak dapat memaksa pemuda itu untuk menjadi calon suami cucunya, akan tetapi dengan kesempatan melakukan perantauan bersama, dia harapkan akan timbul cinta di dalam hati pemuda itu terhadap cucunya yang dia tahu merupakan seorang gadis yang cantik jelita dan berilmu tinggi, juga berwatak baik. (Bersambung Jilid 12)
(dwi)