Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 11 Bagian 5
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
"Agar kau tidak kesalahan membunuh orangl" kata pula Swat Hong dan Kwee Lun tersenyum. Kiranya gadis itu tidak ingin melihat dia membunuh orang, maka sengaja membawa pergi kedua senjatanya. Di dalam hatinya die mentertawakan Swat Hong.
Apakah tanpa kedua senjata itu kaki dan tanganku tidak mampu membunuh orang? Pula, apakah dia seekor harimau yang haus darah? Biarlah, pikirnya. Gadis itu masih belum percaya kepadanya, dan dia akan memperlihatkan kelihaiannya tanpa bantuan senjata.
Sambil tertawa-tawa kepada dua orang tukang pukul yang duduk seperti boneka dan tak mampu bergerak itu, Kwee Lun melanjutkan minum arak. Karena hawa mulai panas disebabkan oleh hawa arak, pemuda perkasa itu melepaskan kancing bajunya sehingga tampak rambut halus ditengah dadanya yang bidang dan kokoh kuat itu.
Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri meja Kwee Lun. Pelayan ini tadi melihat ketidak-wajaran pada kedua tukang pukul yang duduk berhadapan dengan pemuda itu. Mengapa mereka tidak bergerak-gerak dan duduk dengan lemas, dan ketika dia bertemu pandang, tukang pukul yang gendut pendek itu mengejapkan mata kepadanya sedangkan dari kedua mata tukang pukul kurus pucat itu keluar dua titik air mata. Maka dia cepat menghampiri dan melihat dari dekat.
"Mau apa kau? Pergi!" Kwee Lun membentak dan pelayan itu kaget sekali, lalu lari pergi masuk ke dalam untuk melaporkan keanehan itu kepada kepala tukang pukul.
Kwee Lun bukanlah seorang yang bodoh. Dan maklum bahwa pelayan itu telah melihat keadaan dan tentu akan melapor ke dalam. Maka dia memandang ke sekeliling dan mencari akal. Ketika dia melihat segulung tambang yang besar dan kuat, timbullah akalnya.
Dia bangkit berdiri, melangkah lebar ke dekat meja pengurus, menyambar gulungan tambang itu dan berkata dengan suara lantang yang ditujukan kepada para tamu yang duduk di ruangan restoran itu, "Semua orang yang berada di dalam restoran ini harap lekas pergi! Restoran ini akan ambruk!"
Kemudian sekali melompat tubuhnya telah berada di luar restoran. Diikatkan ujung tambang ke pilar di depan, pilar yang ikut menyangga atap, kemudian dia membawa ujung tambang yang lain ke jalan depan restoran.
Dengan memegang ujung tambang, mulailah pemuda raksasa ini menarik tambang, melalui atas pundak kanannya yang menonjolkan otot besar yang amat kuatnya. Tambang besar itu menegang, kemudian terdengar suara berkerotok. Orang-orang sudah mulai lari keluar rumah makan itu dan mereka ada yang tertawa-tawa geli menyaksikan pemuda itu menarik tambang.
Tentu pemuda itu sudah mabok, pikir mereka. Mana mungkin merobohkan bangunan yang besar itu dengan cara demikian? Menarik tambang yang diikatkan pada pilar yang demikian besar dan kuatnya. Kalau tidak mabok tentu sudah gila!
Memang membutuhkan tenaga gajah untuk dapat menumbangkan pilar yang sedemikian kokohnya. Kwee Lun mengerahkan tenaga, matanya terbelalak, dahinya penuh keringat dan mulutnya mengeluarkan gerengan yang langsung keluar dari dalam pusarnya, seluruh tubuhnya menarik tambang dengan pemusatan perhatian dan tenaga.
"Krakkk...!" Pilar yang kokoh kuat itu patah tengahnya! Orang-orang berteriak kaget dan mulai berlari-lari ketakutan. Terdengar bunyi hiruk pikuk ketika akhirnya, atap rumah makan itu runtuh ke bawah dan menyusul debu mengebul tinggi dibarengi teriakan-teriakan mengerikan dari dalam di mana masih banyak pekerja restoran itu yang teruruk.
Di antara suara hiruk pikuk ini terdengar suara ketawa dari Kwee Lun yang masih memegang tambang besar itu di kedua tangannya. Tali besar itu sudah terlepas dari pilar dan kini menjadi senjata di kedua lengan yang dilingkari otot itu.
Tempat itu menjadi sunyi dan biarpun banyak sekali penduduk kota yang berlari-larian datang, mereka hanya menonton dari jauh saja, tidak ada yang berani mendekati restoran yang sudah runtuh itu. Belasan orang tukang pukul datang berlarian, dari belakang restoran yang roboh dan dari rumah judi yang berada di sebelah kanan restoran.
"Itu orangnya...!" Seorang pelayan restoran yang berhasil menyelamatkan diri menuding ke arah Kwee Lun.
"Tangkap penjahat...!"
"Serbu...!"
"Bunuh...!"
(Bersambung)
"Agar kau tidak kesalahan membunuh orangl" kata pula Swat Hong dan Kwee Lun tersenyum. Kiranya gadis itu tidak ingin melihat dia membunuh orang, maka sengaja membawa pergi kedua senjatanya. Di dalam hatinya die mentertawakan Swat Hong.
Apakah tanpa kedua senjata itu kaki dan tanganku tidak mampu membunuh orang? Pula, apakah dia seekor harimau yang haus darah? Biarlah, pikirnya. Gadis itu masih belum percaya kepadanya, dan dia akan memperlihatkan kelihaiannya tanpa bantuan senjata.
Sambil tertawa-tawa kepada dua orang tukang pukul yang duduk seperti boneka dan tak mampu bergerak itu, Kwee Lun melanjutkan minum arak. Karena hawa mulai panas disebabkan oleh hawa arak, pemuda perkasa itu melepaskan kancing bajunya sehingga tampak rambut halus ditengah dadanya yang bidang dan kokoh kuat itu.
Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri meja Kwee Lun. Pelayan ini tadi melihat ketidak-wajaran pada kedua tukang pukul yang duduk berhadapan dengan pemuda itu. Mengapa mereka tidak bergerak-gerak dan duduk dengan lemas, dan ketika dia bertemu pandang, tukang pukul yang gendut pendek itu mengejapkan mata kepadanya sedangkan dari kedua mata tukang pukul kurus pucat itu keluar dua titik air mata. Maka dia cepat menghampiri dan melihat dari dekat.
"Mau apa kau? Pergi!" Kwee Lun membentak dan pelayan itu kaget sekali, lalu lari pergi masuk ke dalam untuk melaporkan keanehan itu kepada kepala tukang pukul.
Kwee Lun bukanlah seorang yang bodoh. Dan maklum bahwa pelayan itu telah melihat keadaan dan tentu akan melapor ke dalam. Maka dia memandang ke sekeliling dan mencari akal. Ketika dia melihat segulung tambang yang besar dan kuat, timbullah akalnya.
Dia bangkit berdiri, melangkah lebar ke dekat meja pengurus, menyambar gulungan tambang itu dan berkata dengan suara lantang yang ditujukan kepada para tamu yang duduk di ruangan restoran itu, "Semua orang yang berada di dalam restoran ini harap lekas pergi! Restoran ini akan ambruk!"
Kemudian sekali melompat tubuhnya telah berada di luar restoran. Diikatkan ujung tambang ke pilar di depan, pilar yang ikut menyangga atap, kemudian dia membawa ujung tambang yang lain ke jalan depan restoran.
Dengan memegang ujung tambang, mulailah pemuda raksasa ini menarik tambang, melalui atas pundak kanannya yang menonjolkan otot besar yang amat kuatnya. Tambang besar itu menegang, kemudian terdengar suara berkerotok. Orang-orang sudah mulai lari keluar rumah makan itu dan mereka ada yang tertawa-tawa geli menyaksikan pemuda itu menarik tambang.
Tentu pemuda itu sudah mabok, pikir mereka. Mana mungkin merobohkan bangunan yang besar itu dengan cara demikian? Menarik tambang yang diikatkan pada pilar yang demikian besar dan kuatnya. Kalau tidak mabok tentu sudah gila!
Memang membutuhkan tenaga gajah untuk dapat menumbangkan pilar yang sedemikian kokohnya. Kwee Lun mengerahkan tenaga, matanya terbelalak, dahinya penuh keringat dan mulutnya mengeluarkan gerengan yang langsung keluar dari dalam pusarnya, seluruh tubuhnya menarik tambang dengan pemusatan perhatian dan tenaga.
"Krakkk...!" Pilar yang kokoh kuat itu patah tengahnya! Orang-orang berteriak kaget dan mulai berlari-lari ketakutan. Terdengar bunyi hiruk pikuk ketika akhirnya, atap rumah makan itu runtuh ke bawah dan menyusul debu mengebul tinggi dibarengi teriakan-teriakan mengerikan dari dalam di mana masih banyak pekerja restoran itu yang teruruk.
Di antara suara hiruk pikuk ini terdengar suara ketawa dari Kwee Lun yang masih memegang tambang besar itu di kedua tangannya. Tali besar itu sudah terlepas dari pilar dan kini menjadi senjata di kedua lengan yang dilingkari otot itu.
Tempat itu menjadi sunyi dan biarpun banyak sekali penduduk kota yang berlari-larian datang, mereka hanya menonton dari jauh saja, tidak ada yang berani mendekati restoran yang sudah runtuh itu. Belasan orang tukang pukul datang berlarian, dari belakang restoran yang roboh dan dari rumah judi yang berada di sebelah kanan restoran.
"Itu orangnya...!" Seorang pelayan restoran yang berhasil menyelamatkan diri menuding ke arah Kwee Lun.
"Tangkap penjahat...!"
"Serbu...!"
"Bunuh...!"
(Bersambung)
(dwi)