Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 16 Bagian 1
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo : Bukek Siansu
"EHHHH... celaka...!!" Siok Tojin berseru, akan tetapi bagaimana dia dapat menghindarkan diri dari serangan ketiga ini? Kedua tangannya telah menahan dua ancaman maut dan sama sekali tidak dapat dia lepaskan.
"Plak-plak...!!" Seperti ular hidup mematuk saja layaknya, ujung rambut panjang itu menotok dua kali, membuat kedua lengan tangan Siok Tojin seketika lumpuh dan pedangnya telah dirampas oleh ujung rambut yang terayun-ayun dan terputar ke atas, membawa pedang itu berputaran di atas kepala.
"Bagaimana, Totiang?" Kiam-mo Cai-li bertanya.
Sambil menundukkan kepalanya, Siok Tojin berkata lirih, "Pinto mengaku kalah."
Dan memang dia tabu akan kekeliruannya sekarang, akan tetapi dia harus mengaku bahwa dia telah dikalahkan dalam lima enam jurus saja! Dia tahu pula bahwa lawan tidak hendak mencelakainya, kalau tidak, tentu ujung rambut itu dapat melakukan totokan maut yang akan menewaskannya.
Rambut itu membawa pedang meluncur ke bawah dan melempar pedang menancap di depan kaki Siok Tojin, kemudian dua kali rambut menyambar dan menotok sehingga terbebaslah tosu itu dari totokan. Siok Tojin menghela napas, mengambil pedangnya, menjura lalu tanpa berkata-kata lagi dia melangkah mundur ke tempat teman-temannya.
"Ha-ha-ha, bukan main hebatnya Kiam-mo Cai-li. Pedang payung lihai, kukunya berbahaya, rambutnya hebat, akan tetapi yang lebih hebat lagi adalah kecerdikannya yang memancing kemarahan Siok Tojin! Memang kecerdikan seperti itu amat dibutuhkan dalam tugas bekerja dari dalam yang membutuhkan kecerdikan seperti yang dimiliki Kiam-mo Cai-li. Kionghi (Selamat)! An Goanswe tentu akan girang sekali mendengar laporan kami tentang diri Kiam-mo Ca-li!"
Kiam-mo Cai-li yang sudah duduk kembali, tersenyum girang. "Aihh, Lo-enghiong Pat-jiu Mo-kai terlalu memuji katanya dengan bangga dan girang.
"Sekarang untuk melengkapi tugas kami yang diberikan oleh An Goanswe, kuharap The-toanio suka memperlihatkan kepandaian," kata pula Pat-jiu Mo-kai sambil melangkah maju menyeret tongkat bututnya. "Dan agaknya terpaksa aku sendiri yang harus maju melayani Toanio."
The Kwat Lin masih tetap duduk dan memandang kakek pengemis itu dengan sinar mata tajam penuh selidik, kemudian dengan suara tenang dia berkata, "Siapa lagi yang diutus oleh An Goanswe untuk menguji kami?"
"Hanya kami bertiga, dan karena Siok Tojin sudah kalah...."
"Maka tinggal engkau dan Tan Lo-enghiong itu. Nah, kaulihat Tan Lo-enghiong juga telah membawa senjatanya, membawa sebatang toya, maka sebaiknya kalau kalian berdua maju dan mengeroyokku!"
Pat-jiu Mo-kai tertawa bergelak, "Ha-ha-ha, The-toanio, apakah Toanio juga hendak menggunakan siasat seperti Kiam-mo Cai-li tadi? Ingat, tidaklah mudah untuk memancing kemarahanku!"
The Kwat Lin mengerutkan alisnya, lalu melangkah maju. "Siapa menggunakan siasat? Tanpa siasat pun, menghadapi kalian berdua aku masih sanggup."
Tiba-tiba terdengar suara Han Bu Ong, "Ibu, berikan dia kepadaku! Biar aku yang menandingi pengemis tua itu!"
Pat-jiu Mo-kai diam-diam terkejut. Kalau seorang anak belasan tahun berani menghadapinya, tentu ibunya memiliki kepandaian yang hebat sekali. Akan tetapi The Kwat Lin menoleh kepada puteranya dan berkata, "Bu Ong, kita tidak sedang menghadapi musuh, dan pertandingan ini hanya untuk menguji kepandaian saja. Jangan kau ikut-ikut!"
Han Bu Ong cemberut lalu berkata, "Apalagi hanya dikeroyok dua, biar kalian berlima maju semua, Ibu akan dapat mengalahkan kalian dengan satu tangan saja!"
Kembali Pat-jiu Mo-kai terkejut. Bocah itu, putera The Kwat Lin, tidak lebih dianggap seperti bocah biasa, dan tentu telah memiliki kepandaian tinggi pula, maka kata-katanya tidak boleh dianggap kosong belaka. Lenyaplah keraguannya dan dia berkata kepada The Kwat Lin, "Memang sesungguhnya aku sendiri dan Tan Goan Kok merupakan orang-orang yang diutus menguji kepandaian Toanio, apakah kami berdua boleh maju bersama menghadapi kelihaian Toanio?"
Dengan sikap tak acuh The Kwat Lin berkata sambil menggerakkan tangan kirinya, "Majulah, jangan sungkan-sungkan!"
Tan Goan Kok yang berwatak kasar itu melompat ke depan. "Hemm, tentu Nyonya rumah memiliki kelihaian yang luar biasa maka menantang kita maju berdua, Pat-jiu Mo-kai!" (Bersambung)
"EHHHH... celaka...!!" Siok Tojin berseru, akan tetapi bagaimana dia dapat menghindarkan diri dari serangan ketiga ini? Kedua tangannya telah menahan dua ancaman maut dan sama sekali tidak dapat dia lepaskan.
"Plak-plak...!!" Seperti ular hidup mematuk saja layaknya, ujung rambut panjang itu menotok dua kali, membuat kedua lengan tangan Siok Tojin seketika lumpuh dan pedangnya telah dirampas oleh ujung rambut yang terayun-ayun dan terputar ke atas, membawa pedang itu berputaran di atas kepala.
"Bagaimana, Totiang?" Kiam-mo Cai-li bertanya.
Sambil menundukkan kepalanya, Siok Tojin berkata lirih, "Pinto mengaku kalah."
Dan memang dia tabu akan kekeliruannya sekarang, akan tetapi dia harus mengaku bahwa dia telah dikalahkan dalam lima enam jurus saja! Dia tahu pula bahwa lawan tidak hendak mencelakainya, kalau tidak, tentu ujung rambut itu dapat melakukan totokan maut yang akan menewaskannya.
Rambut itu membawa pedang meluncur ke bawah dan melempar pedang menancap di depan kaki Siok Tojin, kemudian dua kali rambut menyambar dan menotok sehingga terbebaslah tosu itu dari totokan. Siok Tojin menghela napas, mengambil pedangnya, menjura lalu tanpa berkata-kata lagi dia melangkah mundur ke tempat teman-temannya.
"Ha-ha-ha, bukan main hebatnya Kiam-mo Cai-li. Pedang payung lihai, kukunya berbahaya, rambutnya hebat, akan tetapi yang lebih hebat lagi adalah kecerdikannya yang memancing kemarahan Siok Tojin! Memang kecerdikan seperti itu amat dibutuhkan dalam tugas bekerja dari dalam yang membutuhkan kecerdikan seperti yang dimiliki Kiam-mo Cai-li. Kionghi (Selamat)! An Goanswe tentu akan girang sekali mendengar laporan kami tentang diri Kiam-mo Ca-li!"
Kiam-mo Cai-li yang sudah duduk kembali, tersenyum girang. "Aihh, Lo-enghiong Pat-jiu Mo-kai terlalu memuji katanya dengan bangga dan girang.
"Sekarang untuk melengkapi tugas kami yang diberikan oleh An Goanswe, kuharap The-toanio suka memperlihatkan kepandaian," kata pula Pat-jiu Mo-kai sambil melangkah maju menyeret tongkat bututnya. "Dan agaknya terpaksa aku sendiri yang harus maju melayani Toanio."
The Kwat Lin masih tetap duduk dan memandang kakek pengemis itu dengan sinar mata tajam penuh selidik, kemudian dengan suara tenang dia berkata, "Siapa lagi yang diutus oleh An Goanswe untuk menguji kami?"
"Hanya kami bertiga, dan karena Siok Tojin sudah kalah...."
"Maka tinggal engkau dan Tan Lo-enghiong itu. Nah, kaulihat Tan Lo-enghiong juga telah membawa senjatanya, membawa sebatang toya, maka sebaiknya kalau kalian berdua maju dan mengeroyokku!"
Pat-jiu Mo-kai tertawa bergelak, "Ha-ha-ha, The-toanio, apakah Toanio juga hendak menggunakan siasat seperti Kiam-mo Cai-li tadi? Ingat, tidaklah mudah untuk memancing kemarahanku!"
The Kwat Lin mengerutkan alisnya, lalu melangkah maju. "Siapa menggunakan siasat? Tanpa siasat pun, menghadapi kalian berdua aku masih sanggup."
Tiba-tiba terdengar suara Han Bu Ong, "Ibu, berikan dia kepadaku! Biar aku yang menandingi pengemis tua itu!"
Pat-jiu Mo-kai diam-diam terkejut. Kalau seorang anak belasan tahun berani menghadapinya, tentu ibunya memiliki kepandaian yang hebat sekali. Akan tetapi The Kwat Lin menoleh kepada puteranya dan berkata, "Bu Ong, kita tidak sedang menghadapi musuh, dan pertandingan ini hanya untuk menguji kepandaian saja. Jangan kau ikut-ikut!"
Han Bu Ong cemberut lalu berkata, "Apalagi hanya dikeroyok dua, biar kalian berlima maju semua, Ibu akan dapat mengalahkan kalian dengan satu tangan saja!"
Kembali Pat-jiu Mo-kai terkejut. Bocah itu, putera The Kwat Lin, tidak lebih dianggap seperti bocah biasa, dan tentu telah memiliki kepandaian tinggi pula, maka kata-katanya tidak boleh dianggap kosong belaka. Lenyaplah keraguannya dan dia berkata kepada The Kwat Lin, "Memang sesungguhnya aku sendiri dan Tan Goan Kok merupakan orang-orang yang diutus menguji kepandaian Toanio, apakah kami berdua boleh maju bersama menghadapi kelihaian Toanio?"
Dengan sikap tak acuh The Kwat Lin berkata sambil menggerakkan tangan kirinya, "Majulah, jangan sungkan-sungkan!"
Tan Goan Kok yang berwatak kasar itu melompat ke depan. "Hemm, tentu Nyonya rumah memiliki kelihaian yang luar biasa maka menantang kita maju berdua, Pat-jiu Mo-kai!" (Bersambung)
(dwi)