Kho Ping Hoo : Bukek Siansu Jilid 14 Bagian 5
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Wajah Swi Nio menjadi merah padam. merasa malu sekali menyaksikan sikap dan mendengar kata-kata yang penuh pujian ini. Dia tidak biasa berhadapan dengan pria seperti ini. Hatinya berdebar tegang dan khawatir, akan tetapi untuk menolak, tentu saja dia tidak berani.
Sambil menunduk dan membisikkan kata-kata terima kasih dia menerima tiga cawan arak berturut-turut. Biarpun dia tidak biasa minum banyak arak, akan tetapi terpaksa tiga cawan arak itu diminumnya tanpa banyak membantah.
Melihat ini The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li tertawa girang dan dari seberang meja, The Kwat Lin mengedipkan sebelah matanya kepada Sang Pangeran Tang Sin Ong mengerti akan isyarat ini, maka dia lalu melepas seuntai kalung emas bertaburan permata yang tergantung di lehernya, bangkit berdiri dan mengulurkan kedus tangan yang memegang kalung itu kepada Swi Nio sambil berkata, "Nona Bu, kalung ini sama sekali tidak dapat mengimbangi kecantikan Nona, akan tetapi karena pada saat ini yang ada pada saya hanya kalung ini, maka sudilah Nona menerimanya sebagai tanda penghormatan saya kepada seorang Nona secantik dewi!"
Bu Swi Nio terkejut sekali dan cepat dia menoleh kepada subonya. Menurutkan kata hatinya, ingin dia menolak keras dan mencela sikap pangeran yang terlalu berani itu. Akan tetapi dia melihat subonya mengangguk dan berkata "Swi Nio, Pangeran telah bermurah hati kepadamu, mengapa tidak lekas menerima dan menghaturkan terima kasih?
Bu Swi Nio merasa terdesak dan dengan suara gemetar dia berkata, "Hamba... hamba... tidak berani menerimanya...."
"Swi Nio...!" The Kwat Lin menegur.
"Bu Swi Nio, mengapa kau menolak kemurahan hati Pangeran?" Kiam-mo Cai-li juga ikut menegur.
Pangeran Tang Sin Ong tertawa. "Ahh, tentu saja Nona Bu merasa malu-malu, tidak seperti gadis-gadis yang haus akan harta benda. Hal ini malah menonjolkan kecemerlangan watak seorang gadis yang cantik jelita dan gagah perkasa! Nona, biarlah aku mengalungkan hadiah ini di lehermu." Berkata demikian, Sang Pangeran lalu bangkit berdiri dan mengalungkan kalung emas itu melingkari leher Swi Nio yang menundukkan kepalanya.
Karena tak dapat menolak lagi dan kalung yang lebar itu sudah mengalungi lehernya, dengan muka sebentar pucat, Swi Nio menjura, "Banyak terima kasih hamba haturkan...."
"Aaahhhh, jangan sungkan-sungkan. Dia tertawa, kedua orang wanita sakti itupun tertawa dan mereka bergantian menyuguhkan arak kepada Sang Pangeran dan juga Bu Swi Nio.
"Muridku, karena Pangeran telah bermurah hati kepadamu, tidak saja menyuguhkan arak tetapi juga menghadiahkan kalung, mengapa kau tidak bersikap sebagai seorang muridku yang tahu aturan dan mengenal budi. Hayo cepat suguhkan tiga cawan kepada Pangeran sebagai penghormatanmu!"
Muka Swi Nio menjadi merah. Dia tidak membantah kebenaran ucapan ini, maka secara terpaksa dia bangkit berdiri, dipandang oleh pangeran yang tersenyum-senyum dan mengelus jenggotnya, menghampiri pangeran dan menuangkan arak ke cawan Sang Pangeran dari guci emas.
"Silahkan Paduka minum arak sebagai tanda kehormatan hamba, Pangeran," kata Swi Nio dengan malu-malu.
"Ha-ha-ha, terima kasih, Nona. Akan tetapi, aku tidak mau minum kalau tidak kau temani. Hayo untukmu juga secawan!"
Kembali Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li ikut membujuk dan terpaksa akhirnya Swi Nio kembali minum tiga cawan arak bersama Sang Pangeran. Karena tidak biasa minum arak, kini diloloh banyak arak yang diam-diam telah dicampuri bubuk putih yang dilepas secara lihai oleh Kiam-mo Cai-li ke dalam cawan gadis itu, akhirnya Swi Nio menjadi mabok.
Dia mulai tersenyum dengan lepas, memperlihatkan deretan gigi yang putih, dan mulai berani mengangkat muka memandang pangeran yang pandai bicara itu.
"Ha-ha-ha, setelah ditemani makan minum oleh Nona Bu, aku lupa semua wanita di istanaku! Hemm, bagaimana aku dapat berpisah lagi darimu, Nona? kata Pangeran itu. Mendengar ini Swi Nio mengerutkan alisnya, akan tetapi karena kepalanya sudah pening dan pandang matanya berkunang, hanya sebentar saja dia merasa betapa kata-kata itu tidak pada tempatnya dan dia hanya tersenyum!
"Bu Swi Nio muridku yang baik. Pangeran telah berkenan mencintaimu! Kau akan diambilnya sebagai selir yang tercinta. Cepat kau berlutut dan haturkan terima kasih, muridku."
Sepasang mata dara itu terbelalak. "Tidak...! Ah tidak....!" (Bersambung)
Wajah Swi Nio menjadi merah padam. merasa malu sekali menyaksikan sikap dan mendengar kata-kata yang penuh pujian ini. Dia tidak biasa berhadapan dengan pria seperti ini. Hatinya berdebar tegang dan khawatir, akan tetapi untuk menolak, tentu saja dia tidak berani.
Sambil menunduk dan membisikkan kata-kata terima kasih dia menerima tiga cawan arak berturut-turut. Biarpun dia tidak biasa minum banyak arak, akan tetapi terpaksa tiga cawan arak itu diminumnya tanpa banyak membantah.
Melihat ini The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li tertawa girang dan dari seberang meja, The Kwat Lin mengedipkan sebelah matanya kepada Sang Pangeran Tang Sin Ong mengerti akan isyarat ini, maka dia lalu melepas seuntai kalung emas bertaburan permata yang tergantung di lehernya, bangkit berdiri dan mengulurkan kedus tangan yang memegang kalung itu kepada Swi Nio sambil berkata, "Nona Bu, kalung ini sama sekali tidak dapat mengimbangi kecantikan Nona, akan tetapi karena pada saat ini yang ada pada saya hanya kalung ini, maka sudilah Nona menerimanya sebagai tanda penghormatan saya kepada seorang Nona secantik dewi!"
Bu Swi Nio terkejut sekali dan cepat dia menoleh kepada subonya. Menurutkan kata hatinya, ingin dia menolak keras dan mencela sikap pangeran yang terlalu berani itu. Akan tetapi dia melihat subonya mengangguk dan berkata "Swi Nio, Pangeran telah bermurah hati kepadamu, mengapa tidak lekas menerima dan menghaturkan terima kasih?
Bu Swi Nio merasa terdesak dan dengan suara gemetar dia berkata, "Hamba... hamba... tidak berani menerimanya...."
"Swi Nio...!" The Kwat Lin menegur.
"Bu Swi Nio, mengapa kau menolak kemurahan hati Pangeran?" Kiam-mo Cai-li juga ikut menegur.
Pangeran Tang Sin Ong tertawa. "Ahh, tentu saja Nona Bu merasa malu-malu, tidak seperti gadis-gadis yang haus akan harta benda. Hal ini malah menonjolkan kecemerlangan watak seorang gadis yang cantik jelita dan gagah perkasa! Nona, biarlah aku mengalungkan hadiah ini di lehermu." Berkata demikian, Sang Pangeran lalu bangkit berdiri dan mengalungkan kalung emas itu melingkari leher Swi Nio yang menundukkan kepalanya.
Karena tak dapat menolak lagi dan kalung yang lebar itu sudah mengalungi lehernya, dengan muka sebentar pucat, Swi Nio menjura, "Banyak terima kasih hamba haturkan...."
"Aaahhhh, jangan sungkan-sungkan. Dia tertawa, kedua orang wanita sakti itupun tertawa dan mereka bergantian menyuguhkan arak kepada Sang Pangeran dan juga Bu Swi Nio.
"Muridku, karena Pangeran telah bermurah hati kepadamu, tidak saja menyuguhkan arak tetapi juga menghadiahkan kalung, mengapa kau tidak bersikap sebagai seorang muridku yang tahu aturan dan mengenal budi. Hayo cepat suguhkan tiga cawan kepada Pangeran sebagai penghormatanmu!"
Muka Swi Nio menjadi merah. Dia tidak membantah kebenaran ucapan ini, maka secara terpaksa dia bangkit berdiri, dipandang oleh pangeran yang tersenyum-senyum dan mengelus jenggotnya, menghampiri pangeran dan menuangkan arak ke cawan Sang Pangeran dari guci emas.
"Silahkan Paduka minum arak sebagai tanda kehormatan hamba, Pangeran," kata Swi Nio dengan malu-malu.
"Ha-ha-ha, terima kasih, Nona. Akan tetapi, aku tidak mau minum kalau tidak kau temani. Hayo untukmu juga secawan!"
Kembali Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li ikut membujuk dan terpaksa akhirnya Swi Nio kembali minum tiga cawan arak bersama Sang Pangeran. Karena tidak biasa minum arak, kini diloloh banyak arak yang diam-diam telah dicampuri bubuk putih yang dilepas secara lihai oleh Kiam-mo Cai-li ke dalam cawan gadis itu, akhirnya Swi Nio menjadi mabok.
Dia mulai tersenyum dengan lepas, memperlihatkan deretan gigi yang putih, dan mulai berani mengangkat muka memandang pangeran yang pandai bicara itu.
"Ha-ha-ha, setelah ditemani makan minum oleh Nona Bu, aku lupa semua wanita di istanaku! Hemm, bagaimana aku dapat berpisah lagi darimu, Nona? kata Pangeran itu. Mendengar ini Swi Nio mengerutkan alisnya, akan tetapi karena kepalanya sudah pening dan pandang matanya berkunang, hanya sebentar saja dia merasa betapa kata-kata itu tidak pada tempatnya dan dia hanya tersenyum!
"Bu Swi Nio muridku yang baik. Pangeran telah berkenan mencintaimu! Kau akan diambilnya sebagai selir yang tercinta. Cepat kau berlutut dan haturkan terima kasih, muridku."
Sepasang mata dara itu terbelalak. "Tidak...! Ah tidak....!" (Bersambung)
(dwi)