Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 18 Bagian 8
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Sin Liong menggerakkan tongkat pendek melindungi diri, sedangkan Swat Hong juga menangkis dengan pedangnya sambil mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Trang-trang-cringgg...!!" Bunyi senjata tajam bertemu dan terdengar pekik kaget dari beberapa orang kerdil karena senjata mereka yang tertangkis oleh tongkat pendek dan pedang itu membalik, bahkan ada empat orang yang terpaksa melepaskan senjata dari pegangan tangan mereka yang terasa tergetar hebat dan panas itu.
Orang-orang kerdil itu ternyata cerdik sekali. Pertemuan senjata satu kali itu saja cukup membuat mereka maklum bahwa dua orang muda yang mereka keroyok itu memiliki kekuatan sinkang yang hebat, jauh melebihi mereka maka mereka lalu mengurung dan menyerang bertubi-tubi, bergantian tanpa mau mengadu senjata lagi.
Setiap senjata mereka ditangkis, mereka menarik kembali senjata itu dan sudah ada temannya yang melanjutkan serangan dari arah lain.
"Suheng, biar kubasmi setan-setan pendek ini!" Swat Hong menjadi tidak sabar dengan cara suhengnya mempertahankan dan melindungi diri saja itu yang dianggapnya terlalu mengalah dan terlalu "memberi hati" kepada para pengeroyok yang menjemukan hatinya itu.
Sebelum Sin Liong menjawab, Swat Hong sudah meloncat ke depan mengeluarkan suara melengking yang tinggi dan dahsyat, pedangnya berketebatan dan di susul dorongan tangan kiri yang mengandung tenaga Inti Salju, maka terdengarlah pekik berturut-turut dan robohlah lima orang kerdil, yang dua orang terkena sambaran pedang, yang tiga lagi roboh oleh dorongan tangan kiri dan terjangan kaki Swat Hong!
Kacaulah pengeroyokan itu karena dapat dibayangkan betapa kaget dan gentarnya hati para orang kerdil ketika dalam segebrakan saja setelah gadis itu membalas, di pihak mereka roboh lima orang! Belum lagi pemuda yang kelihatan lebih lihai itu bergerak menyerang! Kalau begini keadaannya, tentu mereka akan roboh semua.
Si Kerdil Bergolok yang memimpin mereka, segera mengeluarkan suitan aneh dan gerombolan itu lalu melarikan diri, sambil membawa lima orang teman mereka yang terluka, Si Pemegang Golok berteriak, "Hai, dua orang muda sombong, kalau memang gagah, ikutlah kami dan lawanlah majikan kami The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li!"
"Suruh mereka keluar menemui kami!" Swat Hong membentak.
"Heh-heh, engkau takut kami jebak, ya? Orang gagah macam apa kamu itu?" Si Pemegang Golok mengejek.
"Keparat, siapa takut?" Swat Hong melompat dan mengejar.
"Sumoi...!" Sin Liong memperingatkan, akan tetapi Swat Hong tentu saja tidak mau peduli karena dia sudah marah sekali, apalagi mendengar nama The Kwat Lin, dia sudah bersemangat dan ingin segera berhadapan dengan musuh besarnya itu. Melihat sumoinya terus mengejar, terpaksa pula Sin Liong juga meloncat dan berlari cepat mengejar.
Orang-orang kerdil itu berlari terus mendaki lereng bukit, keluar dari hutan memasuki daerah yang tandus berbatu-batu dan di situ terdapat banyak guha batu yang besar-besar, dan dari luar tampak menghitam karena di sebelah dalam guha tidak memperoleh matahari sehingga amat gelap.
Dari belakang Sin Liong melihat betapa orang-orang kerdil itu bagaikan rombongan semut saja dengan sigapnya berloncatan memasuki guha-guha di sekitar itu, akan tetapi sebagian banyak memasuki sebuah guha terbesar dan yang berada di tengah-tengah di antara semua guha.
"Sumoi, berhenti dulu! Ini bukanlah sebuah rawa!" teriak pula Sin Liong, akan tetapi terlambat karena Swat Hong dengan penuh semangat telah menerjang masuk dan lenyap ke dalam guha besar.
"Ah, Sumoi terlalu bersemangat sehingga sikapnya sembrono dan berbahaya," Sin Liong mengomel dan terpaksa dia pun cepat mengejar memasuki guha besar itu. Guha itu gelap sekali, gelap dan sunyi.
"Sumoi...!!" Dia berteriak memanggil, akan tetapi hanya gema suaranya sendiri yang menjawab dari berbagai jurusan! Dia terkejut dan dapat menduga bahwa guha itu merupakan terowongan yang bercabang-cabang. Dia maju terus dan benar saja dugaannya, guha yang gelap itu merupakan lorong dan akhirnya dia tiba di depan terowongan yang bersimpang tiga!
"Sumoi...!!" Dia berteriak lagi dan jauh dari depan, terdengar jawaban gema suaranya sendiri lima kali berturut-turut! (Bersambung)
Sin Liong menggerakkan tongkat pendek melindungi diri, sedangkan Swat Hong juga menangkis dengan pedangnya sambil mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Trang-trang-cringgg...!!" Bunyi senjata tajam bertemu dan terdengar pekik kaget dari beberapa orang kerdil karena senjata mereka yang tertangkis oleh tongkat pendek dan pedang itu membalik, bahkan ada empat orang yang terpaksa melepaskan senjata dari pegangan tangan mereka yang terasa tergetar hebat dan panas itu.
Orang-orang kerdil itu ternyata cerdik sekali. Pertemuan senjata satu kali itu saja cukup membuat mereka maklum bahwa dua orang muda yang mereka keroyok itu memiliki kekuatan sinkang yang hebat, jauh melebihi mereka maka mereka lalu mengurung dan menyerang bertubi-tubi, bergantian tanpa mau mengadu senjata lagi.
Setiap senjata mereka ditangkis, mereka menarik kembali senjata itu dan sudah ada temannya yang melanjutkan serangan dari arah lain.
"Suheng, biar kubasmi setan-setan pendek ini!" Swat Hong menjadi tidak sabar dengan cara suhengnya mempertahankan dan melindungi diri saja itu yang dianggapnya terlalu mengalah dan terlalu "memberi hati" kepada para pengeroyok yang menjemukan hatinya itu.
Sebelum Sin Liong menjawab, Swat Hong sudah meloncat ke depan mengeluarkan suara melengking yang tinggi dan dahsyat, pedangnya berketebatan dan di susul dorongan tangan kiri yang mengandung tenaga Inti Salju, maka terdengarlah pekik berturut-turut dan robohlah lima orang kerdil, yang dua orang terkena sambaran pedang, yang tiga lagi roboh oleh dorongan tangan kiri dan terjangan kaki Swat Hong!
Kacaulah pengeroyokan itu karena dapat dibayangkan betapa kaget dan gentarnya hati para orang kerdil ketika dalam segebrakan saja setelah gadis itu membalas, di pihak mereka roboh lima orang! Belum lagi pemuda yang kelihatan lebih lihai itu bergerak menyerang! Kalau begini keadaannya, tentu mereka akan roboh semua.
Si Kerdil Bergolok yang memimpin mereka, segera mengeluarkan suitan aneh dan gerombolan itu lalu melarikan diri, sambil membawa lima orang teman mereka yang terluka, Si Pemegang Golok berteriak, "Hai, dua orang muda sombong, kalau memang gagah, ikutlah kami dan lawanlah majikan kami The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li!"
"Suruh mereka keluar menemui kami!" Swat Hong membentak.
"Heh-heh, engkau takut kami jebak, ya? Orang gagah macam apa kamu itu?" Si Pemegang Golok mengejek.
"Keparat, siapa takut?" Swat Hong melompat dan mengejar.
"Sumoi...!" Sin Liong memperingatkan, akan tetapi Swat Hong tentu saja tidak mau peduli karena dia sudah marah sekali, apalagi mendengar nama The Kwat Lin, dia sudah bersemangat dan ingin segera berhadapan dengan musuh besarnya itu. Melihat sumoinya terus mengejar, terpaksa pula Sin Liong juga meloncat dan berlari cepat mengejar.
Orang-orang kerdil itu berlari terus mendaki lereng bukit, keluar dari hutan memasuki daerah yang tandus berbatu-batu dan di situ terdapat banyak guha batu yang besar-besar, dan dari luar tampak menghitam karena di sebelah dalam guha tidak memperoleh matahari sehingga amat gelap.
Dari belakang Sin Liong melihat betapa orang-orang kerdil itu bagaikan rombongan semut saja dengan sigapnya berloncatan memasuki guha-guha di sekitar itu, akan tetapi sebagian banyak memasuki sebuah guha terbesar dan yang berada di tengah-tengah di antara semua guha.
"Sumoi, berhenti dulu! Ini bukanlah sebuah rawa!" teriak pula Sin Liong, akan tetapi terlambat karena Swat Hong dengan penuh semangat telah menerjang masuk dan lenyap ke dalam guha besar.
"Ah, Sumoi terlalu bersemangat sehingga sikapnya sembrono dan berbahaya," Sin Liong mengomel dan terpaksa dia pun cepat mengejar memasuki guha besar itu. Guha itu gelap sekali, gelap dan sunyi.
"Sumoi...!!" Dia berteriak memanggil, akan tetapi hanya gema suaranya sendiri yang menjawab dari berbagai jurusan! Dia terkejut dan dapat menduga bahwa guha itu merupakan terowongan yang bercabang-cabang. Dia maju terus dan benar saja dugaannya, guha yang gelap itu merupakan lorong dan akhirnya dia tiba di depan terowongan yang bersimpang tiga!
"Sumoi...!!" Dia berteriak lagi dan jauh dari depan, terdengar jawaban gema suaranya sendiri lima kali berturut-turut! (Bersambung)
(dwi)