Kho Ping Hoo, Bukek Siansu Jilid 21 Bagian 6
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Bukek Siansu
Kwee Lun bersama Soan Cu melakukan penyelidikan sampai jauh ke barat, karena dia mendengar dan seorang tokoh kang-ouw bahwa nama Ouw Sian Kok pernah muncul di barat. Akan tetapi, pada waktu mereka melakukan perjalanan ke barat untuk mencari jejak tokoh Pulau Neraka itu, keadaan sudah kacau balau oleh perang dan arus manusia ke barat amat banyak. Kedua orang muda itu terbawa arus manusia dan mereka pun seperti dua orang yang sedang mengungsi ke barat.
Ketika mendengar bahwa rombongan kaisar yang melarikan diri berada di depan, mendengar pula tentang kematian selir terkenal Yang Kui Hui bersama kakaknya yang menjadi perdana menteri, Kwee Lun berkata kepada temannya, "Soan Cu, mari kita melihat keadaan Kaisar. Aku tidak mencampuri urusan perang, akan tetapi siapa tahu, rombongan keluarga bangsawan tertinggi yang melarikan itu akan menang perhatian orang-orang kang-ouw, termasuk Ayahmu."
Seperti biasa selama melakukan perjalanan bersama, Soan Cu hanya menyetujui karena dia sendiri tidak tahu apa-apa. Hanya pengharapannya untuk bertemu dengan ayahnya mulai menipis karena sampai saat itu belum juga ada keterangan yang jelas dan meyakinkan tentang diri ayahnya.
Malam itu mereka dapat menyusul rombongan kaisar yang berada dalam keadaan berduka setelah terjadi peristiwa pembunuhan Yang Kui Hui karena Kaisar selalu murung dan berduka sekali. Dan seperti diceritakan di bagian depan, pada malam itu terjadi lagi peristiwa hebat yang menimpa rombongan kaisar, ketika Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki diam-diam menyelinap ke dalam tempat penginapan dan hendak membunuh Kaisar akan tetapi salah masuk dan sebaliknya membunuh seorang pangeran muda.
Ketika Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang muda yang dengan gagah perkasa mengamuk dan dikepung ketat oleh para pengawal, telah menderita luka-luka namun masih terus mengamuk hebat, Kwee Lun rnenjadi kagum dan berbisik, "Melihat gerakannya, pemuda gagah itu tentu mund Hoa-san-pai. Biasanya orang-orang Hoa-san-pai adalah orang gagah, pendekar sejati, maka sepatutnya kalau kita menolong mereka."
Soan Cu mengangguk. "Memang tidak adil sekali dua orang dikeroyok puluhan orang perajurit seperti itu. Gadis itupun gagah dan cantik. Mari, Toako, kita bantu mereka meloloskan diri."
Mereka lalu melayang turun dari atas pohon dari mana mereka tadi mengintai, dan tak lama kemudian gegerlah para pengeroyok ketika dua orang muda ini menyerbu dari luar kepungan dan merobohkan para pengeroyok dengan amat mudahnya. Kwee Lun tidak mencabut pedangnya, melamkan menggunakan kedua tangannya yang kuat menangkapi dan melempar-lemparkan pengawal yang menghadang di depannya, sedangkan Soan Cu mengamuk dengan cambuk berduri di tangan kiri dan sebatang pedang di tangan kanan.
Gerakan dara ini bukan main ganasnya, cambuknya meledak-ledak dan setiap ledakan disusul robohnya seorang pengeroyok, pedangnya membuat gerakan cepat sehingga tampak smar bergulung-gulung yang merontokkan semua senjata lawan.
"Harap Ji-wi mundur dan cepat lari, biar kami menahan mereka!" kata Kwee Lun sambii menggerakkan sikunya yang kuat merobohkan seorang pengawal yang menerjangnya dari belakang.
"Terima kasih atas bantuan Ji-wi (Anda Berdua)!" seru Liem Toan Ki dengan girang karena dia khawatir sekali akan keadaan kekasihnya. Sambil menggerakkan pedang, mereka lalu mundur dan membuka jalan darah, merobohkan mereka yang berani menghadang dan karena kini para pengawal itu dikacaukan oleh Kwee Lun dan Soan Cu, tidak sukar bagi Swi Nio dan Toan Ki untuk meloloskan diri dari kepungan yang sudah terpecah belah itu.
Setelah melihat dua orang itu menghilang, Kwee Lun juga mengajak Soan Cu meninggalkan gelanggang pertempuran dan menghilang di dalam gelap, mengejar bayangan dua orang yang mereka tolong itu.
Menjelang pagi, Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang yang ditolongnya tadi sedang menanti mereka di luar sebuah hutan besar. Melihat dua orang penolong mereka, Swi Nio dan Toan Ki cepat maju dan memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan dada dan membungkuk. (Bersambung)
Kwee Lun bersama Soan Cu melakukan penyelidikan sampai jauh ke barat, karena dia mendengar dan seorang tokoh kang-ouw bahwa nama Ouw Sian Kok pernah muncul di barat. Akan tetapi, pada waktu mereka melakukan perjalanan ke barat untuk mencari jejak tokoh Pulau Neraka itu, keadaan sudah kacau balau oleh perang dan arus manusia ke barat amat banyak. Kedua orang muda itu terbawa arus manusia dan mereka pun seperti dua orang yang sedang mengungsi ke barat.
Ketika mendengar bahwa rombongan kaisar yang melarikan diri berada di depan, mendengar pula tentang kematian selir terkenal Yang Kui Hui bersama kakaknya yang menjadi perdana menteri, Kwee Lun berkata kepada temannya, "Soan Cu, mari kita melihat keadaan Kaisar. Aku tidak mencampuri urusan perang, akan tetapi siapa tahu, rombongan keluarga bangsawan tertinggi yang melarikan itu akan menang perhatian orang-orang kang-ouw, termasuk Ayahmu."
Seperti biasa selama melakukan perjalanan bersama, Soan Cu hanya menyetujui karena dia sendiri tidak tahu apa-apa. Hanya pengharapannya untuk bertemu dengan ayahnya mulai menipis karena sampai saat itu belum juga ada keterangan yang jelas dan meyakinkan tentang diri ayahnya.
Malam itu mereka dapat menyusul rombongan kaisar yang berada dalam keadaan berduka setelah terjadi peristiwa pembunuhan Yang Kui Hui karena Kaisar selalu murung dan berduka sekali. Dan seperti diceritakan di bagian depan, pada malam itu terjadi lagi peristiwa hebat yang menimpa rombongan kaisar, ketika Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki diam-diam menyelinap ke dalam tempat penginapan dan hendak membunuh Kaisar akan tetapi salah masuk dan sebaliknya membunuh seorang pangeran muda.
Ketika Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang muda yang dengan gagah perkasa mengamuk dan dikepung ketat oleh para pengawal, telah menderita luka-luka namun masih terus mengamuk hebat, Kwee Lun rnenjadi kagum dan berbisik, "Melihat gerakannya, pemuda gagah itu tentu mund Hoa-san-pai. Biasanya orang-orang Hoa-san-pai adalah orang gagah, pendekar sejati, maka sepatutnya kalau kita menolong mereka."
Soan Cu mengangguk. "Memang tidak adil sekali dua orang dikeroyok puluhan orang perajurit seperti itu. Gadis itupun gagah dan cantik. Mari, Toako, kita bantu mereka meloloskan diri."
Mereka lalu melayang turun dari atas pohon dari mana mereka tadi mengintai, dan tak lama kemudian gegerlah para pengeroyok ketika dua orang muda ini menyerbu dari luar kepungan dan merobohkan para pengeroyok dengan amat mudahnya. Kwee Lun tidak mencabut pedangnya, melamkan menggunakan kedua tangannya yang kuat menangkapi dan melempar-lemparkan pengawal yang menghadang di depannya, sedangkan Soan Cu mengamuk dengan cambuk berduri di tangan kiri dan sebatang pedang di tangan kanan.
Gerakan dara ini bukan main ganasnya, cambuknya meledak-ledak dan setiap ledakan disusul robohnya seorang pengeroyok, pedangnya membuat gerakan cepat sehingga tampak smar bergulung-gulung yang merontokkan semua senjata lawan.
"Harap Ji-wi mundur dan cepat lari, biar kami menahan mereka!" kata Kwee Lun sambii menggerakkan sikunya yang kuat merobohkan seorang pengawal yang menerjangnya dari belakang.
"Terima kasih atas bantuan Ji-wi (Anda Berdua)!" seru Liem Toan Ki dengan girang karena dia khawatir sekali akan keadaan kekasihnya. Sambil menggerakkan pedang, mereka lalu mundur dan membuka jalan darah, merobohkan mereka yang berani menghadang dan karena kini para pengawal itu dikacaukan oleh Kwee Lun dan Soan Cu, tidak sukar bagi Swi Nio dan Toan Ki untuk meloloskan diri dari kepungan yang sudah terpecah belah itu.
Setelah melihat dua orang itu menghilang, Kwee Lun juga mengajak Soan Cu meninggalkan gelanggang pertempuran dan menghilang di dalam gelap, mengejar bayangan dua orang yang mereka tolong itu.
Menjelang pagi, Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang yang ditolongnya tadi sedang menanti mereka di luar sebuah hutan besar. Melihat dua orang penolong mereka, Swi Nio dan Toan Ki cepat maju dan memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan dada dan membungkuk. (Bersambung)
(dwi)