Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 12 Bagian 4
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
Gelak tawa dari para penonton seketika terhenti, dan kini para penonton melongok terheran-heran. Raja Kulu-khan sendiri terhenti ditengah-tengah senyumnya. Puteri Tayami bangkit berdiri, dan para penglima, termasuk Kalisani dan Bayisan berubah air mukanya. Ini bukan pelawak-pelawak gila lagi, melainkan pertunjukan yang hebat! Bayisan segera lari ke arah barisan panah dan memberi perintah dengan suara perlahan, kemudian kembali lagi di tempat semula sambil memandang penuh perhatian.
Tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya, kakek yang menjadi kuda itu melangkahkan "empat kakinya" setapak demi setapak melalui ujung mata tombak yang berjajar-jajar itu, sedangkan Kwee Seng enak-enak duduk di atas punggungnya.
Karena Kwee Seng juga merasa panas perutnya melihat kakek ini seakan-akan memamerkan kepandaiannya, maka diam-diam Kwee Seng tidak menggunakan lagi gin-kangnya, membiarkan tubuhnya memberat dan menindih kakek itu. Akan tetapi, kakek itu cerdik juga karena sekarang ia cepat melompat-lompat di atas mata tombak, tidak menekankan tangan kaki lagi seperti tadi melainkan memegang dengan tangan lalu melompat sehingga akhirnya ia sampai di baris terakhir lalu melompat ke bawah.
Para penonton sudah sadar kembali dari kaget dan heran, maka kini suara sorak-sorai mengalahkan yang tadi karena sorakan itu diseling tawa terbahak saking kagum dan lucu. Akan tetapi, suara ketawa mereka itu hanya sebentar karena "orang gila" bersama "kudanya" yang aneh sekali itu telah mendekati barisan anak panah. Apakah mereka benar-benar hendak memasuki barisan itu? Mencari mampus?
Ketegangan memuncak karena Kwee Seng yang masih enak-enak "nongkrong" di punggung kakek itu seakan-akan tidak melihat bahaya, membiarkan dirinya dibawa ke dalam barisan anak panah, di mana ahli-ahli panah telah siap melepaskan anak panah. Busur telah mereka tarik sepenuhnya! Bahkan di panggung kehormatan, tidak ada suara berkelisik semua mata memandang penuh ketegangan, agaknya napasnya pun ditahan menanti detik-detik yang akan datang itu.
Dari mulut Raja Kulu-khan terdengar suara. "Ah, sayang... kalau sampai mereka tewas...." Akan tetapi suara ini hanya seperti bisik-bisik saja, pula pada saat seperti itu, siapa orangnya tidak ingin menyaksikan bagaimana kelanjutan peristiwa aneh itu? Raja sendiri biarpun mulut berkata demikian, hatinya amat ingin menyaksikan dan tentu akan melarang kalau ada yang hendak menghalangi orang gila itu memasuki barisan anak panah.
Para ahli panah yang telah menerima bisikan dari Bayisan, menanti sampai orang gila itu tiba di tengah-tengah lapangan, dan tepat pula seperti yang diperintahkan Bayisan, mereka memanah untuk membunuh, maka begitu terdengar suara tali busur menjepret disusul berdesirnya anak panah yang puluhan batang banyaknya, semua anak panah itu selain menuju ke arah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Kwee Seng, juga ada yang mengaung lewat di pinggir dan aras kepalanya untuk mencegah orang gila itu mengelak!
"Aduh celaka....!"
"Ahh......!"
"Mati dia....!"
Bahkan Raja Kulu-khan sendiri mengeluarkan seruan kecewa, demikian pula puteri Tayami dan yang lain-lain ketika melihat betapa anak-anak panah yang banyak sekali mengenai tubuh "orang gila" itu sehingga tubuhnya seperti penuh anak panah, di kanan diri dada, bahkan ada yang menancap di mukanya! Akan tetapi anehnya, "kuda" kecil itu masih merayap terus dan orang gila itu masih enak-enak duduk mengantuk, seakan-akan anak-anak panah yang menancap pada dada dan mukanya itu tidak dirasainya sama sekali!
Kembali anak panah yang banyak sekali menyambar, kini menuju kepada "kuda" Berbeda dengan peraturan yang berlaku dalam ujian ketangkasan itu, kini karena telah diberi komando Bayisan yang tahu bahwa dua orang itu adalah orang-orang pandai yang agaknya memancing keributan, mereka lalu menghujani "kuda" itu dengan anak panah pula.
"Anak kecil itu pun mati...!" teriak orang-orang yang menonton yang tentu saja sudah dapat menduga bahwa kuda itu adalah kuda palsu, bukan kuda melainkan seorang manusia. Tentu seorang anak-anak karena kaki tangannya begitu kecil dan pendek.
Aneh pula, seperti halnya penunggangnya, kuda palsu itu pun sama sekali tidak mengelak dan tubuhnya pun penuh dengan anak panah! Akan tetapi, lebih aneh lagi, dia masih saja merangkak-rangkak, bahkan kini menuju ke lapangan di mana tersedia sasaran boneka besar untuk menguji kepandaian memanah! (Bersambung)
Gelak tawa dari para penonton seketika terhenti, dan kini para penonton melongok terheran-heran. Raja Kulu-khan sendiri terhenti ditengah-tengah senyumnya. Puteri Tayami bangkit berdiri, dan para penglima, termasuk Kalisani dan Bayisan berubah air mukanya. Ini bukan pelawak-pelawak gila lagi, melainkan pertunjukan yang hebat! Bayisan segera lari ke arah barisan panah dan memberi perintah dengan suara perlahan, kemudian kembali lagi di tempat semula sambil memandang penuh perhatian.
Tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya, kakek yang menjadi kuda itu melangkahkan "empat kakinya" setapak demi setapak melalui ujung mata tombak yang berjajar-jajar itu, sedangkan Kwee Seng enak-enak duduk di atas punggungnya.
Karena Kwee Seng juga merasa panas perutnya melihat kakek ini seakan-akan memamerkan kepandaiannya, maka diam-diam Kwee Seng tidak menggunakan lagi gin-kangnya, membiarkan tubuhnya memberat dan menindih kakek itu. Akan tetapi, kakek itu cerdik juga karena sekarang ia cepat melompat-lompat di atas mata tombak, tidak menekankan tangan kaki lagi seperti tadi melainkan memegang dengan tangan lalu melompat sehingga akhirnya ia sampai di baris terakhir lalu melompat ke bawah.
Para penonton sudah sadar kembali dari kaget dan heran, maka kini suara sorak-sorai mengalahkan yang tadi karena sorakan itu diseling tawa terbahak saking kagum dan lucu. Akan tetapi, suara ketawa mereka itu hanya sebentar karena "orang gila" bersama "kudanya" yang aneh sekali itu telah mendekati barisan anak panah. Apakah mereka benar-benar hendak memasuki barisan itu? Mencari mampus?
Ketegangan memuncak karena Kwee Seng yang masih enak-enak "nongkrong" di punggung kakek itu seakan-akan tidak melihat bahaya, membiarkan dirinya dibawa ke dalam barisan anak panah, di mana ahli-ahli panah telah siap melepaskan anak panah. Busur telah mereka tarik sepenuhnya! Bahkan di panggung kehormatan, tidak ada suara berkelisik semua mata memandang penuh ketegangan, agaknya napasnya pun ditahan menanti detik-detik yang akan datang itu.
Dari mulut Raja Kulu-khan terdengar suara. "Ah, sayang... kalau sampai mereka tewas...." Akan tetapi suara ini hanya seperti bisik-bisik saja, pula pada saat seperti itu, siapa orangnya tidak ingin menyaksikan bagaimana kelanjutan peristiwa aneh itu? Raja sendiri biarpun mulut berkata demikian, hatinya amat ingin menyaksikan dan tentu akan melarang kalau ada yang hendak menghalangi orang gila itu memasuki barisan anak panah.
Para ahli panah yang telah menerima bisikan dari Bayisan, menanti sampai orang gila itu tiba di tengah-tengah lapangan, dan tepat pula seperti yang diperintahkan Bayisan, mereka memanah untuk membunuh, maka begitu terdengar suara tali busur menjepret disusul berdesirnya anak panah yang puluhan batang banyaknya, semua anak panah itu selain menuju ke arah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Kwee Seng, juga ada yang mengaung lewat di pinggir dan aras kepalanya untuk mencegah orang gila itu mengelak!
"Aduh celaka....!"
"Ahh......!"
"Mati dia....!"
Bahkan Raja Kulu-khan sendiri mengeluarkan seruan kecewa, demikian pula puteri Tayami dan yang lain-lain ketika melihat betapa anak-anak panah yang banyak sekali mengenai tubuh "orang gila" itu sehingga tubuhnya seperti penuh anak panah, di kanan diri dada, bahkan ada yang menancap di mukanya! Akan tetapi anehnya, "kuda" kecil itu masih merayap terus dan orang gila itu masih enak-enak duduk mengantuk, seakan-akan anak-anak panah yang menancap pada dada dan mukanya itu tidak dirasainya sama sekali!
Kembali anak panah yang banyak sekali menyambar, kini menuju kepada "kuda" Berbeda dengan peraturan yang berlaku dalam ujian ketangkasan itu, kini karena telah diberi komando Bayisan yang tahu bahwa dua orang itu adalah orang-orang pandai yang agaknya memancing keributan, mereka lalu menghujani "kuda" itu dengan anak panah pula.
"Anak kecil itu pun mati...!" teriak orang-orang yang menonton yang tentu saja sudah dapat menduga bahwa kuda itu adalah kuda palsu, bukan kuda melainkan seorang manusia. Tentu seorang anak-anak karena kaki tangannya begitu kecil dan pendek.
Aneh pula, seperti halnya penunggangnya, kuda palsu itu pun sama sekali tidak mengelak dan tubuhnya pun penuh dengan anak panah! Akan tetapi, lebih aneh lagi, dia masih saja merangkak-rangkak, bahkan kini menuju ke lapangan di mana tersedia sasaran boneka besar untuk menguji kepandaian memanah! (Bersambung)
(dwi)