Pemerintah Cabut Aturan Wajib Masker, Begini Respons Epidemiolog
Minggu, 11 Juni 2023 - 09:37 WIB
JAKARTA - Ahli Epidemiologi dari Grifith University Australia, dr Dicky Budiman turut angkat bicara terkait pemerintah resmi mencabut aturan wajib masker. Menurutnya, hal itu sah-sah saja, hanya saja masih ada Pekerjaan Rumah (PR) untuk pemerintah yaitu strategi komunikasi risiko dari Covid-19.
"Boleh itu artinya bicara regulasi atau aturan yang ditetapkan pemerintah yang tentunya memang untuk konteks saat ini untuk memungkinkan untuk itu (dicabutnya wajib masker)," jelas dr Dicky kepada MNC Portal, Sabtu (10/6/2023).
"Masalahnya adalah penjelasan ataupun strategi komunikasi risikonya yang menjadi PR, dan ini bukan hanya di Indonesia tapi diseluruh negara termasuk Australia ini," tambahnya.
Alasan pentingnya komunikasi risiko Covid-19 bagi masyarakat, menurut dr Dicky masih banyak masyarakat yang belum memahami betul tentang itu. Belum lagi efek dari Covid-19 kepanjangan atau long Covid-19 umumnya terjadi tapi belum disadari.
"Kemudian juga perlu mitigasi masker ini tidak lagi wajib maka pengetahuan dan kesadaran tentang masker masih tetap penting, juga disuarakan dilakukan oleh pemerintah. Bagi orang sedang sakit terinfeksi covid, batuk pilek/ dalam kondisi kesehatan berisiko, seperti menderita autoimun atau lansia di tetap menggunakan masker," sambungnya.
Sehubungan dengan penggunaan masker yang tak lagi wajib, dalam aturan berupa surat edaran (SE) No. 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi untuk Mencegah Penularan COVID-19.
Dalam aturan tersebut diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat dan tidak berisiko tertular atau menularkan Covid-19. Kemudian dianjurkan tetap menggunakan masker yang tertutup dengan baik apabila dalam keadaan tidak sehat atau berisiko Covid-19, sebelum dan saat melakukan perjalanan dan kegiatan di fasilitas publik.
"Boleh itu artinya bicara regulasi atau aturan yang ditetapkan pemerintah yang tentunya memang untuk konteks saat ini untuk memungkinkan untuk itu (dicabutnya wajib masker)," jelas dr Dicky kepada MNC Portal, Sabtu (10/6/2023).
"Masalahnya adalah penjelasan ataupun strategi komunikasi risikonya yang menjadi PR, dan ini bukan hanya di Indonesia tapi diseluruh negara termasuk Australia ini," tambahnya.
Alasan pentingnya komunikasi risiko Covid-19 bagi masyarakat, menurut dr Dicky masih banyak masyarakat yang belum memahami betul tentang itu. Belum lagi efek dari Covid-19 kepanjangan atau long Covid-19 umumnya terjadi tapi belum disadari.
"Kemudian juga perlu mitigasi masker ini tidak lagi wajib maka pengetahuan dan kesadaran tentang masker masih tetap penting, juga disuarakan dilakukan oleh pemerintah. Bagi orang sedang sakit terinfeksi covid, batuk pilek/ dalam kondisi kesehatan berisiko, seperti menderita autoimun atau lansia di tetap menggunakan masker," sambungnya.
Sehubungan dengan penggunaan masker yang tak lagi wajib, dalam aturan berupa surat edaran (SE) No. 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi untuk Mencegah Penularan COVID-19.
Dalam aturan tersebut diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat dan tidak berisiko tertular atau menularkan Covid-19. Kemudian dianjurkan tetap menggunakan masker yang tertutup dengan baik apabila dalam keadaan tidak sehat atau berisiko Covid-19, sebelum dan saat melakukan perjalanan dan kegiatan di fasilitas publik.
(hri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda