Kenali Sjogren's Syndrome yang Gejalanya Sering Dianggap Penyakit Umum
Kamis, 13 Agustus 2020 - 15:10 WIB
JAKARTA - Yennel S. Suzia sering kali merasa haus. Dirinya juga mudah lemas ataupun nyeri, dan mulut terasa kering. Bahkan Yennel sudah mengalami keguguran sebanyak empat kali. Ia bahkan sempat menderita kelumpuhan di rumah dan mengira itu adalah gejala stroke .
Alhasil, Yennel melakukan serangkaian pemeriksaan di rumah sakit, termasuk pemeriksaan autoimun, yang berlangsung selama 50 hari.
“Akhirnya saya diberitahukan oleh dokter bahwa menderita sindrom sjogren pada 2014," kenang Yennel dalam webinar bertema "Kenali Sjogren’s Syndrome: Penyakit Autoimun yang Sering Tidak Terdiagnosis" yang diadakan PT Kalbe Farma Tbk. ( )
Sjogren’s syndrome merupakan salah satu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan sistemik, di mana sekitar 90% penderita sjogren’s syndrome adalah perempuan.
“Umumnya terdiagnosis pada usia 40-an,” ujar Dr. dr. Alvina Widhani, SpPD, K-AI, Divisi Alergi Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM/RSUI dan Dewan Pembina Yayasan Sjogren’s Syndrome Indonesia.
Dr. Alvina melanjutkan, saat ini prevalensi sjogren’s syndrome di Indonesia belum diketahui. Kemungkinan karena penyakit tersebut memiliki banyak gejala yang mirip dengan penyakit lain sehingga menyulitkan diagnosis. Gejala juga dapat muncul tidak dalam satu waktu sehingga pasien kadang tidak menyadari dan tak menganggapnya sebagai suatu masalah yang perlu diobati.
Tidak hanya mengeluh mata kering, penderita sindrom ini juga ada yang mengalami mulut kering, sulit menelan makanan kering atau makanan tanpa air, perubahan pengecap, ada jamur di mulut, batuk kering, vagina kering, mudah lelah, nyeri sendi, hingga gangguan kognitif . Diagnosa penyakit ini adalah lewat identifikasi sesuai gejala, lalu melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari gejala yang ditemukan seperti tes schirmer (tes yang digunakan untuk memeriksa apakah mata dapat memproduksi air mata yang cukup untuk tetap membasahinya).
Pada kasus Yennel, setelah berkonsultasi dengan dokter, ia disarankan agar rutin mengonsumsi vitamin D 1.000, serta menjalankan pola hidup sehat dan seimbang.
“Sindrom ini tidak membuat saya putus asa dan tetap semangat menjalani kehidupan dengan motivasi serta kegiatan yang positif,” ujar Yennel, sang penyintas sjogren’s syndrome.
Alhasil, Yennel melakukan serangkaian pemeriksaan di rumah sakit, termasuk pemeriksaan autoimun, yang berlangsung selama 50 hari.
“Akhirnya saya diberitahukan oleh dokter bahwa menderita sindrom sjogren pada 2014," kenang Yennel dalam webinar bertema "Kenali Sjogren’s Syndrome: Penyakit Autoimun yang Sering Tidak Terdiagnosis" yang diadakan PT Kalbe Farma Tbk. ( )
Sjogren’s syndrome merupakan salah satu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan sistemik, di mana sekitar 90% penderita sjogren’s syndrome adalah perempuan.
“Umumnya terdiagnosis pada usia 40-an,” ujar Dr. dr. Alvina Widhani, SpPD, K-AI, Divisi Alergi Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM/RSUI dan Dewan Pembina Yayasan Sjogren’s Syndrome Indonesia.
Dr. Alvina melanjutkan, saat ini prevalensi sjogren’s syndrome di Indonesia belum diketahui. Kemungkinan karena penyakit tersebut memiliki banyak gejala yang mirip dengan penyakit lain sehingga menyulitkan diagnosis. Gejala juga dapat muncul tidak dalam satu waktu sehingga pasien kadang tidak menyadari dan tak menganggapnya sebagai suatu masalah yang perlu diobati.
Tidak hanya mengeluh mata kering, penderita sindrom ini juga ada yang mengalami mulut kering, sulit menelan makanan kering atau makanan tanpa air, perubahan pengecap, ada jamur di mulut, batuk kering, vagina kering, mudah lelah, nyeri sendi, hingga gangguan kognitif . Diagnosa penyakit ini adalah lewat identifikasi sesuai gejala, lalu melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari gejala yang ditemukan seperti tes schirmer (tes yang digunakan untuk memeriksa apakah mata dapat memproduksi air mata yang cukup untuk tetap membasahinya).
Pada kasus Yennel, setelah berkonsultasi dengan dokter, ia disarankan agar rutin mengonsumsi vitamin D 1.000, serta menjalankan pola hidup sehat dan seimbang.
“Sindrom ini tidak membuat saya putus asa dan tetap semangat menjalani kehidupan dengan motivasi serta kegiatan yang positif,” ujar Yennel, sang penyintas sjogren’s syndrome.
tulis komentar anda