Lansia Rentan Depresi pada Masa Pandemi
Jum'at, 23 Oktober 2020 - 11:15 WIB
JAKARTA - Lansia bukan hanya kelompok yang mudah terkena Covid-19 tapi juga rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Pada era pandemi saat ini, angka gangguan kesehatan mental pada lansia meningkat.
Oma, begitu wanita berusia 93 tahun itu akrab disapa. Sejak pandemi, otomatis oma mengurangi aktivitasnya di luar. Lansia yang mengidap hipertensi ini biasanya masih ikut arisan keluarga atau bepergian dengan anak, cucu, bahkan cicitnya, sekarang hanya bisa diam di rumah lantaran takut tertular. Kegiatan membacakan buku untuk oma pun yang biasa dilakoni sang cucu menjadi terputus. (Baca: Inilah Dua Keutamaan dari Sikap Istiqamah)
Untuk menghibur oma yang tinggal bersama anaknya, para cucu biasa meneleponnya untuk mengobati rindu sekadar berbagi cerita. “Saat pandemi ini kami mengurangi berkumpul dengan oma. Biasanya kami hanya membawakan makanan kesukaan beliau dan duduk di teras seminggu sekali. Itu pun hanya empat orang yang datang. Kami tidak salaman apalagi berpelukan dan selalu pakai masker. Lebaran pun keluarga besar kami larang untuk datang,” beber Maryani, salah satu cucu oma.
Demi melihat cucunya datang dan membawakan makanan, bagi oma yang bernama Badaniar Kasim ini sudah cukup. Dia merasa diperhatikan oleh keluarga. Menurut Maryani, hal ini sangat penting agar oma tidak merasa sendirian dan terhibur.
Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi tubuh serta adanya keterbatasan dalam beraktivitas yang dialami lansia. Kondisi ini dapat memicu stres, depresi, atau perasaan tidak berguna. Selain itu, sering kali lansia mengalami kehilangan orang-orang terdekat di hidupnya, yang memicu terjadinya depresi dan kesepian.
Tak heran kelompok lansia rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Bahkan, pada era pandemi Covid-19 saat ini, angka gangguan kesehatan mental pada lansia meningkat. Gangguan kesehatan mental ini dapat disebabkan beberapa hal, seperti perasaan terasingkan karena tidak boleh keluar rumah atau cemas dan takut terinfeksi virus. (Baca juga: Hari Santri, Pemerintah Harus Berpihak dan Hadir Bukan Sekedar Selebrasi)
Hal ini diungkapkan oleh dr Gina Anindyajati SpKJ. Menurutnya, sejak pandemi Covid-19, sebanyak 2 dari 5 lansia mengalami gangguan jiwa. “Pembatasan sosial meningkatkan isolasi sosial dan rasa kesepian pada lansia selama pandemi,” kata spesialis kesehatan jiwa RSUI ini.
Karenanya, lansia disarankan untuk mengelola kesehatan jiwa dengan baik. Antara lain menerapkan pola hidup sehat (aktivitas fisik teratur, pola makan seimbang, tidur berkualitas), sering menstimulasi otak (misalnya dengan mengikuti kelas online atau bermain game), serta terus aktif membangun jejaring sosial dan terhubung dengan dunia luar.
“Jarak bukan berarti isolasi sosial, dengan kemajuan teknologi saat ini walaupun sedang #dirumahaja, kita masih bisa berkomunikasi melalui video call dan chatting. Dukungan dari keluarga juga tak kalah penting dalam menjaga kesehatan jiwa lansia,” tutur dr Gina. (Baca juga: Konsumsi Kedelai Bisa Kurangi Resiko Terkena Kanker)
Oma, begitu wanita berusia 93 tahun itu akrab disapa. Sejak pandemi, otomatis oma mengurangi aktivitasnya di luar. Lansia yang mengidap hipertensi ini biasanya masih ikut arisan keluarga atau bepergian dengan anak, cucu, bahkan cicitnya, sekarang hanya bisa diam di rumah lantaran takut tertular. Kegiatan membacakan buku untuk oma pun yang biasa dilakoni sang cucu menjadi terputus. (Baca: Inilah Dua Keutamaan dari Sikap Istiqamah)
Untuk menghibur oma yang tinggal bersama anaknya, para cucu biasa meneleponnya untuk mengobati rindu sekadar berbagi cerita. “Saat pandemi ini kami mengurangi berkumpul dengan oma. Biasanya kami hanya membawakan makanan kesukaan beliau dan duduk di teras seminggu sekali. Itu pun hanya empat orang yang datang. Kami tidak salaman apalagi berpelukan dan selalu pakai masker. Lebaran pun keluarga besar kami larang untuk datang,” beber Maryani, salah satu cucu oma.
Demi melihat cucunya datang dan membawakan makanan, bagi oma yang bernama Badaniar Kasim ini sudah cukup. Dia merasa diperhatikan oleh keluarga. Menurut Maryani, hal ini sangat penting agar oma tidak merasa sendirian dan terhibur.
Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi tubuh serta adanya keterbatasan dalam beraktivitas yang dialami lansia. Kondisi ini dapat memicu stres, depresi, atau perasaan tidak berguna. Selain itu, sering kali lansia mengalami kehilangan orang-orang terdekat di hidupnya, yang memicu terjadinya depresi dan kesepian.
Tak heran kelompok lansia rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Bahkan, pada era pandemi Covid-19 saat ini, angka gangguan kesehatan mental pada lansia meningkat. Gangguan kesehatan mental ini dapat disebabkan beberapa hal, seperti perasaan terasingkan karena tidak boleh keluar rumah atau cemas dan takut terinfeksi virus. (Baca juga: Hari Santri, Pemerintah Harus Berpihak dan Hadir Bukan Sekedar Selebrasi)
Hal ini diungkapkan oleh dr Gina Anindyajati SpKJ. Menurutnya, sejak pandemi Covid-19, sebanyak 2 dari 5 lansia mengalami gangguan jiwa. “Pembatasan sosial meningkatkan isolasi sosial dan rasa kesepian pada lansia selama pandemi,” kata spesialis kesehatan jiwa RSUI ini.
Karenanya, lansia disarankan untuk mengelola kesehatan jiwa dengan baik. Antara lain menerapkan pola hidup sehat (aktivitas fisik teratur, pola makan seimbang, tidur berkualitas), sering menstimulasi otak (misalnya dengan mengikuti kelas online atau bermain game), serta terus aktif membangun jejaring sosial dan terhubung dengan dunia luar.
“Jarak bukan berarti isolasi sosial, dengan kemajuan teknologi saat ini walaupun sedang #dirumahaja, kita masih bisa berkomunikasi melalui video call dan chatting. Dukungan dari keluarga juga tak kalah penting dalam menjaga kesehatan jiwa lansia,” tutur dr Gina. (Baca juga: Konsumsi Kedelai Bisa Kurangi Resiko Terkena Kanker)
Lihat Juga :
tulis komentar anda