Mengenal Batik Khas Solo di Omah Batik Laweyan
Senin, 14 Desember 2020 - 13:42 WIB
SOLO - Batik bukan sekadar kain, melainkan wastra Nusantara yang di setiap desain serta motifnya menyimpan sejuta filosofi dan makna mendalam. Indonesia memiliki ragam batik yang terus dilestarikan. Seperti halnya dilakukan oleh Omah Batik Laweyan, Solo.
Laweyan menjadi salah satu pusat batik yang tertua dan terkenal di Kota Solo setelah Kampung Batik Kauman. Kampung ini memiliki luas area 24.83 hektar dan berpenduduk kira-kira 2.500 jiwa, di mana sebagian besarnya bekerja sebagai pedagang ataupun pembuat batik.
( )
"Penduduk sini (Laweyan) diberdayakan untuk melestarikan batik," kata Ike, pemandu wisata kepada SINDOnews saat program "Perjalanan Wisata Pengenalan Destinasi Prioritas Pasar Domestik Nusantara" kerjasama antara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Garuda Indonesia di Omah Batik Laweyan, Solo, belum lama ini.
Kampung Batik Laweyan sudah menjadi ikon batik Solo sejak abad ke-19 ketika asosiasi pedagang pertama kali dibentuk, yaitu Sarikat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada 1912. Berdasarkan situs resmi Pariwisata Solo, sampai sekarang 250 motif batik khas Kampung Batik Laweyan sudah dipatenkan.
Berbeda dengan Batik Kauman yang cenderung berwarna gelap dan bermotif klasik, Batik Laweyan lebih menawarkan batik berwarna lebih terang. "Batik Solo-Yogya khasnya warna soga atau cokelat. Pewarnaannya dari batang pohon soga," jelas Ike.
"Batik tulis itu zaman dulu masih dibuat sangat tradisonal. Butuh waktu 4 sampai 6 bulan untuk 2 meter. Dulu abdi dalem yang boleh buat batik dan dibawa ke rumah batiknya, pas ada waktu senggang dikerjakan dan lama-lama mereka pengin batik. Akhirnya buat batik motif beda dengan kerajaan. Karena motif tertentu hanya boleh dipakai kerajaan," sambungnya.
Laweyan menjadi salah satu pusat batik yang tertua dan terkenal di Kota Solo setelah Kampung Batik Kauman. Kampung ini memiliki luas area 24.83 hektar dan berpenduduk kira-kira 2.500 jiwa, di mana sebagian besarnya bekerja sebagai pedagang ataupun pembuat batik.
( )
"Penduduk sini (Laweyan) diberdayakan untuk melestarikan batik," kata Ike, pemandu wisata kepada SINDOnews saat program "Perjalanan Wisata Pengenalan Destinasi Prioritas Pasar Domestik Nusantara" kerjasama antara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Garuda Indonesia di Omah Batik Laweyan, Solo, belum lama ini.
Kampung Batik Laweyan sudah menjadi ikon batik Solo sejak abad ke-19 ketika asosiasi pedagang pertama kali dibentuk, yaitu Sarikat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada 1912. Berdasarkan situs resmi Pariwisata Solo, sampai sekarang 250 motif batik khas Kampung Batik Laweyan sudah dipatenkan.
Berbeda dengan Batik Kauman yang cenderung berwarna gelap dan bermotif klasik, Batik Laweyan lebih menawarkan batik berwarna lebih terang. "Batik Solo-Yogya khasnya warna soga atau cokelat. Pewarnaannya dari batang pohon soga," jelas Ike.
"Batik tulis itu zaman dulu masih dibuat sangat tradisonal. Butuh waktu 4 sampai 6 bulan untuk 2 meter. Dulu abdi dalem yang boleh buat batik dan dibawa ke rumah batiknya, pas ada waktu senggang dikerjakan dan lama-lama mereka pengin batik. Akhirnya buat batik motif beda dengan kerajaan. Karena motif tertentu hanya boleh dipakai kerajaan," sambungnya.
tulis komentar anda