Memaknai Efikasi Vaksin Sinovac 65,3 %
Selasa, 12 Januari 2021 - 14:15 WIB
Uji klinik di Brazil menggunakan kelompok berisiko tinggi yaitu tenaga Kesehatan sehingga efikasinya diperoleh lebih tinggi. Sedangkan di Indonesia menggunakan populasi masyarakat umum yang risikonya lebih kecil.
Jika subyek ujinya berisiko rendah, apalagi taat dengan prokes, tidak pernah keluar rumah sehingga tidak banyak yg terinfeksi, maka perbandingan kejadian infeksi antara kelompok placebo dengan kelompok vaksin menjadi lebih rendah, dan menghasilkan angka yang lebih rendah.
Katakanlah misal pada kelompok vaksin ada 26 yg terinfeksi COVID (3,25%) sedangkan di kelompok placebo cuma 40 orang (5%) karena menjaga prokes dengan ketat, maka efikasi vaksin bisa turun menjadi hanya 35%, yaitu dari hitungan (5 - 3,25)/5 x 100% = 35%.
Jadi, angka efikasi ini bukan harga mati, dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor ketika uji klinik dilakukan. Selain itu, jumlah subyek uji dan lama pengamatan juga dapat memperngaruhi hasil. Jika pengamatan diperpanjang menjadi 1 tahun, sangat mungkin menghasilkan angka efikasi vaksin yang berbeda. (Baca juga: Dapat Halal MUI dan EUA BPOM, Vaksin Sinovac Sudah Bisa Digunakan di Indonesia )
Apakah efikasi sebesar itu dapat berdampak signifikan?
Penurunan kejadian infeksi sebesar 65%-an secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang. Katakanlah dari 100 juta penduduk Indonesia, jika tanpa vaksinasi ada 8,6 juta yang bisa terinfeksi, jika turun 65% dengan vaksinasi, maka hanya 3 juta penduduk yang terinfeksi, selisih 5,6 juta. Dapat dihitung (0.086 – 0.03)/0.086 x 100% = 65%.
Jadi, ada 5,6 juta kejadian infeksi yang dapat dicegah. Mencegah 5 jutaan kejadian infeksi tentu sudah sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas perawatan kesehatan. Belum lagi secara tidak langsung bisa mencegah penularan lebih jauh bagi orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin, yaitu jika dapat mencapai kekebalan komunal atau herd immunity.
Jadi, saya pribadi masih menaruh harapan kepada vaksinasi, semoga bisa mengurangi angka kejadian infeksi COVID di negara kita. Apalagi jika didukung dengan pemenuhan protokol kesehatan yang baik, semoga dapat menuju pada pengakhiran pandemi COVID di Indonesia.
A good start
Ketika diumumkan hasil efikasi vaksin Sinovac sebesar 65.3%, mungkin ada yang kecewa. Kenapa kok rendah? Tapi menurut saya “it is a good start…” apalagi batasan minimal FDA, WHO dan EMA untuk persetujuan suatu vaksin adalah 50%. (Baca juga: Menag dan Kepala BNPB Tinjau Langsung Kedatangan Vaksin Covid-19 )
Jika subyek ujinya berisiko rendah, apalagi taat dengan prokes, tidak pernah keluar rumah sehingga tidak banyak yg terinfeksi, maka perbandingan kejadian infeksi antara kelompok placebo dengan kelompok vaksin menjadi lebih rendah, dan menghasilkan angka yang lebih rendah.
Katakanlah misal pada kelompok vaksin ada 26 yg terinfeksi COVID (3,25%) sedangkan di kelompok placebo cuma 40 orang (5%) karena menjaga prokes dengan ketat, maka efikasi vaksin bisa turun menjadi hanya 35%, yaitu dari hitungan (5 - 3,25)/5 x 100% = 35%.
Jadi, angka efikasi ini bukan harga mati, dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor ketika uji klinik dilakukan. Selain itu, jumlah subyek uji dan lama pengamatan juga dapat memperngaruhi hasil. Jika pengamatan diperpanjang menjadi 1 tahun, sangat mungkin menghasilkan angka efikasi vaksin yang berbeda. (Baca juga: Dapat Halal MUI dan EUA BPOM, Vaksin Sinovac Sudah Bisa Digunakan di Indonesia )
Apakah efikasi sebesar itu dapat berdampak signifikan?
Penurunan kejadian infeksi sebesar 65%-an secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang. Katakanlah dari 100 juta penduduk Indonesia, jika tanpa vaksinasi ada 8,6 juta yang bisa terinfeksi, jika turun 65% dengan vaksinasi, maka hanya 3 juta penduduk yang terinfeksi, selisih 5,6 juta. Dapat dihitung (0.086 – 0.03)/0.086 x 100% = 65%.
Jadi, ada 5,6 juta kejadian infeksi yang dapat dicegah. Mencegah 5 jutaan kejadian infeksi tentu sudah sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas perawatan kesehatan. Belum lagi secara tidak langsung bisa mencegah penularan lebih jauh bagi orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin, yaitu jika dapat mencapai kekebalan komunal atau herd immunity.
Jadi, saya pribadi masih menaruh harapan kepada vaksinasi, semoga bisa mengurangi angka kejadian infeksi COVID di negara kita. Apalagi jika didukung dengan pemenuhan protokol kesehatan yang baik, semoga dapat menuju pada pengakhiran pandemi COVID di Indonesia.
A good start
Ketika diumumkan hasil efikasi vaksin Sinovac sebesar 65.3%, mungkin ada yang kecewa. Kenapa kok rendah? Tapi menurut saya “it is a good start…” apalagi batasan minimal FDA, WHO dan EMA untuk persetujuan suatu vaksin adalah 50%. (Baca juga: Menag dan Kepala BNPB Tinjau Langsung Kedatangan Vaksin Covid-19 )
Lihat Juga :
tulis komentar anda