Diiringi Gamelan, Ricik-Ricik Banyumasan Mengalun Manis di Swiss
Sabtu, 16 Mei 2020 - 10:30 WIB
Sebab, imbuh Timothee, tidak semua penabuh gamelannya memiliki pengalaman dengan gamelan Jawa. "Bahkan ada yang tidak pernah sama sekali," katanya.
Juga, usia mereka ada yang baru menginjak 6 atau 7 tahun. Khusus untuk melatih lafal Ricik-Ricik Banyumasan, yang bagi orang asing sangat menyiksa lidah, Timothee mengharuskan anak asuhnya menghafalkan di rumah. "Kami merekam lagu tersebut dengan suara asli orang Indonesia, dan dengan teksnya, mereka mencoba menyanyikannya, di rumah," katanya.
Sedangkan penabuh gamelannya, berlatih rutin selama 2 bulan. "Kami saling membantu. Yang sudah pengalaman, menunjukkan bermain yang betul kepada yang lain," imbuhnya.
Beberapa penabuh gamelan, kata Timothee, juga bisa memainkan multiinstrumen. "Itu memudahkan kami memainkan repertoire ini," katanya.
Linggawaty Hakim, mantan Dubes RI untuk Swiss, mengaku kagum dengan permainan murid Sekolah Musik 123. "Mereka memiliki dasar sekolah musik, bukan hanya main gamelan semata. Apa yang ditampilkan, sangat mengagumkan. Ada latar belakang akademis musik, lalu main gamelan. Paduan yang sempurna," puji Linggawati.
Timothee mendalami gamelan Jawa sejak 2008. Empat kali dia melakukan perjalanan ke Indonesia untuk memperdalam pengetahuan gamelannya. Sejak usia belia, di bawah bimbingan Nicolem ibunya, dia juga sudah menekuni musik klasik di sekolah itu.
Timothee paduan musisi berlatar belakang akademis, lalu menekuni musik tradisional, gamelan Jawa khususnya. Keberadaannya, diharapkan membawa aura gamelan Jawa di Heidiland. "Instrumen ini memang sangat cocok untuk sekolah kami. Ini bukan hanya kumpulan instrumen, namun untuk memainkannya harus bersama, harmoni dan tidak bisa sendiri sendiri," katanya.
Juga, usia mereka ada yang baru menginjak 6 atau 7 tahun. Khusus untuk melatih lafal Ricik-Ricik Banyumasan, yang bagi orang asing sangat menyiksa lidah, Timothee mengharuskan anak asuhnya menghafalkan di rumah. "Kami merekam lagu tersebut dengan suara asli orang Indonesia, dan dengan teksnya, mereka mencoba menyanyikannya, di rumah," katanya.
Sedangkan penabuh gamelannya, berlatih rutin selama 2 bulan. "Kami saling membantu. Yang sudah pengalaman, menunjukkan bermain yang betul kepada yang lain," imbuhnya.
Beberapa penabuh gamelan, kata Timothee, juga bisa memainkan multiinstrumen. "Itu memudahkan kami memainkan repertoire ini," katanya.
Linggawaty Hakim, mantan Dubes RI untuk Swiss, mengaku kagum dengan permainan murid Sekolah Musik 123. "Mereka memiliki dasar sekolah musik, bukan hanya main gamelan semata. Apa yang ditampilkan, sangat mengagumkan. Ada latar belakang akademis musik, lalu main gamelan. Paduan yang sempurna," puji Linggawati.
Timothee mendalami gamelan Jawa sejak 2008. Empat kali dia melakukan perjalanan ke Indonesia untuk memperdalam pengetahuan gamelannya. Sejak usia belia, di bawah bimbingan Nicolem ibunya, dia juga sudah menekuni musik klasik di sekolah itu.
Timothee paduan musisi berlatar belakang akademis, lalu menekuni musik tradisional, gamelan Jawa khususnya. Keberadaannya, diharapkan membawa aura gamelan Jawa di Heidiland. "Instrumen ini memang sangat cocok untuk sekolah kami. Ini bukan hanya kumpulan instrumen, namun untuk memainkannya harus bersama, harmoni dan tidak bisa sendiri sendiri," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda