Karya Debutan, Kain Wastra Nusantara dalam Gaya Kontemporer

Minggu, 02 Mei 2021 - 20:26 WIB
Konferensi pers virtual peluncuran label Boru. Foto/Istimewa
JAKARTA - Saat ini banyak pelaku industri fashion lokal mengangkat kain wastra Nusantara menjadi karya yang selaran dengan zaman. Di tangan seorang desainer muda, kain wastra dari suku Batak, Sumatera Utara, yakni ulos , yang identik dengan konsep formal kini tampil menjadi lebih kontemporer.

Founder & CEO Boru Kerri na Basaria menuturkan, Indonesia kaya akan budaya dan karya yang sangat bernilai. Oleh karena itu, ia amat menghargai segala proses yang tidak sederhana dari karya tersebut, terutama pada proses dan perjalanannya.





Kerri menambahkan, sebagai desainer muda, dirinya berkomitmen untuk menjaga lingkungan, kebudayaan lokal, dan kesejahteraan pengrajin. Dia bertekad ingin menciptakan perputaran ekonomi yang terus berkembang.

Karena itulah Kerri menghadirkan label Boru. Nama Boru diambil dari bahasa Batak yang berarti anak perempuan. Meskipun tergolong masih belia, label lokal tersebut berani mengusung kain ulos sebagai DNA karyanya.

“Setiap potongan busana yang dihasilkan tak hanya memajukan kain ulos agar lebih modern, namun juga membantu ekosistem perputaran pelaku ekonomi di dalamnya,” ujar Kerri dalam konferensi pers virtual belum lama ini.

Menurut Kerri, material karya besutannya langsung dibuat oleh para penenun ulos yang ada di desa perajin ulos di Sumatera. Kerja sama ini juga turut membantu para perajin yang mengalami goncangan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Meskipun menggunakan ulos, namun corak dan pilihan warnanya seolah keluar dari zona nyaman ulos yang kaku dan formal. Kendati modern, menurut Kerri, pada proses pengerjaannya masih menggunakan bahan yang alami, mulai pewarnaan hingga pemilihan serat benang.



Pada karya pertama Boru, diperkenalkan beberapa potong busana multifungsi dan ready to wear pada rangkaian koleksi bertajuk Sindar. ‘Sindar’ memiliki arti ‘sinar’. Kata tersebut dipilih sebagai koleksi debut Kerri karena setiap pemakai koleksi Sindar seakan-akan menjadi cahaya kecil bagi orang-orang di sekitarnya. Hal itu menjadi bagian dari siklus ekonomi karya lokal yang membantu para artisan yang menciptakan koleksi ini.

“Motif-motif yang dipakai dalam koleksi ini melambangkan tiga elemen penting dalam budaya Batak yaitu ‘sinar’, ‘harapan’, dan ‘rumah’. Tak ketinggalan, pola pada kain tenun yang dipakai terinspirasi dari konsep Mataniari (penghidupan) dan Gorga siTagan (saling menolong),” sebut Kerri.
(tsa)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More