Gelombang Kedua Pandemi COVID-19 Hantam Indonesia, WHO Beri Pedoman untuk Turunkan Penularan
Minggu, 11 Juli 2021 - 13:13 WIB
JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi gelombang kedua pandemi COVID-19.
Lonjakan tinggi terkonfirmasi telah terjadi di DKI Jakarta, Bandung Raya, Semarang, Kudus, dan Surabaya yang berasal dari varian Delta. Meski begitu, menurut Budi, apapun variannya tujuan utama dari setiap pandemi yang telah terjadi adalah mengurangi laju penularan.
"Karena banyak pandemi baru bisa selesai 5 tahun, 10 tahun, bahkan ada yang mencapai ratusan tahun. Jadi kita tidak usah terlalu berambisi bisa mengatasi pandemi dalam waktu 1 tahun. Itu jarang sekali, hampir tidak ada saya rasa," kata Budi dalam konferensi pers virtual, Minggu (11/7).
Virus COVID-19 memang tidak sefatal virus lain seperti HIV, MERS, atau TBC, karena tingkat kematiannya secara persentase rendah. Tetapi, yang bahaya dari virus ini adalah penularannya sangat tinggi.
Budi memaparkan, data di dunia mengatakan bahwa dari 100 orang yang terinfeksi, 80% bisa isolasi mandiri dan diharapkan dalam 14 hari bisa sembuh, dan 20% masuk RS untuk dirawat. Sebanyak 5% dari 20% itu perlu ke ICU, dan 1,6%-1,7% dari 20% itu wafat.
"Jadi, kalau yang kena 100 ribu kasus aktif, mungkin masih bisa ditangani. Tapi, kalau yang kena jadi 1 juta, RS kita tidak akan mampu menangangi 20% dari jumlah itu," tambah Budi.
Budi menuturkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberikan pedoman terkait cara mengurangi penularan. Yaitu ada empat strategi utama, tiga strategi untuk orang sehat dan satu strategi untuk orang sakit.
Strategi pertama menaati protokol kesehatan atau perubahan perilaku. Menurut Budi, semua pandemi menuntut perubahan perilaku.
Lonjakan tinggi terkonfirmasi telah terjadi di DKI Jakarta, Bandung Raya, Semarang, Kudus, dan Surabaya yang berasal dari varian Delta. Meski begitu, menurut Budi, apapun variannya tujuan utama dari setiap pandemi yang telah terjadi adalah mengurangi laju penularan.
"Karena banyak pandemi baru bisa selesai 5 tahun, 10 tahun, bahkan ada yang mencapai ratusan tahun. Jadi kita tidak usah terlalu berambisi bisa mengatasi pandemi dalam waktu 1 tahun. Itu jarang sekali, hampir tidak ada saya rasa," kata Budi dalam konferensi pers virtual, Minggu (11/7).
Virus COVID-19 memang tidak sefatal virus lain seperti HIV, MERS, atau TBC, karena tingkat kematiannya secara persentase rendah. Tetapi, yang bahaya dari virus ini adalah penularannya sangat tinggi.
Budi memaparkan, data di dunia mengatakan bahwa dari 100 orang yang terinfeksi, 80% bisa isolasi mandiri dan diharapkan dalam 14 hari bisa sembuh, dan 20% masuk RS untuk dirawat. Sebanyak 5% dari 20% itu perlu ke ICU, dan 1,6%-1,7% dari 20% itu wafat.
"Jadi, kalau yang kena 100 ribu kasus aktif, mungkin masih bisa ditangani. Tapi, kalau yang kena jadi 1 juta, RS kita tidak akan mampu menangangi 20% dari jumlah itu," tambah Budi.
Budi menuturkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberikan pedoman terkait cara mengurangi penularan. Yaitu ada empat strategi utama, tiga strategi untuk orang sehat dan satu strategi untuk orang sakit.
Strategi pertama menaati protokol kesehatan atau perubahan perilaku. Menurut Budi, semua pandemi menuntut perubahan perilaku.
Lihat Juga :
tulis komentar anda