Kumpulan Puisi Kemerdekaan untuk Menyambut HUT ke-76 RI

Senin, 09 Agustus 2021 - 15:00 WIB
Hikmah kehidupan

berNusa

berBangsa

berBahasa

Kewajaran napas

dan degub jantung

Keserasian beralam

dan bertujuan

Lama didambakan

menjadi kenyataan

wajar, bebas

seperti embun

seperti sinar matahari

menerangi bumi

di hari pagi

Kemanusiaan

Indonesia Merdeka

17 Agustus 1945

6. Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini (Taufiq Ismail)

Tidak ada pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Karena berhenti atau mundur

Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita

Dalam pengabdian tanpa harga

Akan maukah kita duduk satu meja

Dengan para pembunuh tahun yang lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran

“Duli Tuanku?”

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan

Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh

Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama

Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka

Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan

Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus.

7. Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang (W.S. Rendra)

Tuhanku,

WajahMu membayang di kota terbakar

dan firmanMu terguris di atas ribuan

kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa

Tanah sepi kehilangan lelakinya

Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini

tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti

sempurnalah sudah warna dosa

dan mesiu kembali lagi bicara

Waktu itu, Tuhanku,

perkenankan aku membunuh

perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku

adalah satu warna

Dosa dan nafasku

adalah satu udara.

Tak ada lagi pilihan

kecuali menyadari

-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan

oleh bibirku yang terjajah ?

Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai

mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku

Erat-erat kugenggam senapanku

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku.

8. Bunga dan Tembok (Widji Thukul)

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau hendaki tumbuh

Engkau lebih suka membangun

Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau kehendaki adanya

Engkau lebih suka membangun

Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang

Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga

Engkau adalah tembok itu

Tapi di tubuh tembok itu

Telah kami sebar biji-biji

Suatu saat kami akan tumbuh bersama

Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More