Tingkat Kematian Makin Tinggi, Kemenkes Canangkan Deteksi Dini Kanker Serviks lewat Tes HPV DNA
Kamis, 25 Agustus 2022 - 16:44 WIB
JAKARTA - Kanker serviks atau kanker mulut rahim masih menjadi salah penyakit yang mengancam wanita Indonesia. Pasalnya, Indonesia menampati urutan pertama dari jumlah penderita kanker serviks di seluruh Asia Tenggara.
"Di Indonesia, angka kanker serviks penurunannya lambat, dan justru pada 2019-2020 itu meningkat dan menempati peringkat pertama di Asia Tenggara, dan peringkat kedua untuk angka kematiannya," jelas Perwakilan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Dr. dr. Tofan Widya Utami saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).
Menurut dr. Tofan, tingginya kasus penyakit kanker yang terjadi karena infeksi human papillomavirus (HPV) di Indonesia salah satunya adalah karena kurangnya fasilitas screening atau fasilitas kesehatan yang bisa menjadi wadah bagi wanita di Indonesia untuk melakukan konsultasi.
Karena tingginya angka kematian wanita Indonesia akibat kanker serviks, Tofan lantas mengungkapkan jika saat ini Kementerian Kesehatan bersama instansi dan kementerian lain berkolaborasi untuk mencanangkan deteksi dini kanker serviks melalui tes HPV DNA.
"Karena kurangnya screening, jadi rencananya periksa HPV untuk serviks diusulkan jadi program nasional yang dibiayai oleh pemerintah," kata dia.
Lebih lanjut, dr. Tofan mengutarakan, kanker serviks yang memiliki risiko tinggi ini masih menjadi fokus edukasi untuk meningkatkan kesadaran di masyarakat, khususnya yang sudah aktif seksual untuk rutin melakukan tes deteksi dini.
"Karena masalah ini bukan masalah Kemenkes saja, tapi juga masalah nasional. Dan para perempuan yang sudah dewasa juga harus sudah mempunyai awareness tentang kebersihan organ intim mereka," harap dia.
Sebagai informasi, deteksi dini kanker serviks yang ada saat ini meliputi IVA (Inspeksi visual asam asetat), Papsmear, Papsmear Berbasis Cairan, dan HPV DNA.
Tes HPV DNA dilakukan untuk mendeteksi sejak awal terjadinya infeksi virus HPV risiko tinggi yang dapat menyebabkan kanker serviks. Di Indonesia subtipe HPV 16,18,45 dan 52 menjadi tipe risiko tinggi yang cukup banyak ditemukan.
"Di Indonesia, angka kanker serviks penurunannya lambat, dan justru pada 2019-2020 itu meningkat dan menempati peringkat pertama di Asia Tenggara, dan peringkat kedua untuk angka kematiannya," jelas Perwakilan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Dr. dr. Tofan Widya Utami saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).
Menurut dr. Tofan, tingginya kasus penyakit kanker yang terjadi karena infeksi human papillomavirus (HPV) di Indonesia salah satunya adalah karena kurangnya fasilitas screening atau fasilitas kesehatan yang bisa menjadi wadah bagi wanita di Indonesia untuk melakukan konsultasi.
Karena tingginya angka kematian wanita Indonesia akibat kanker serviks, Tofan lantas mengungkapkan jika saat ini Kementerian Kesehatan bersama instansi dan kementerian lain berkolaborasi untuk mencanangkan deteksi dini kanker serviks melalui tes HPV DNA.
"Karena kurangnya screening, jadi rencananya periksa HPV untuk serviks diusulkan jadi program nasional yang dibiayai oleh pemerintah," kata dia.
Lebih lanjut, dr. Tofan mengutarakan, kanker serviks yang memiliki risiko tinggi ini masih menjadi fokus edukasi untuk meningkatkan kesadaran di masyarakat, khususnya yang sudah aktif seksual untuk rutin melakukan tes deteksi dini.
"Karena masalah ini bukan masalah Kemenkes saja, tapi juga masalah nasional. Dan para perempuan yang sudah dewasa juga harus sudah mempunyai awareness tentang kebersihan organ intim mereka," harap dia.
Sebagai informasi, deteksi dini kanker serviks yang ada saat ini meliputi IVA (Inspeksi visual asam asetat), Papsmear, Papsmear Berbasis Cairan, dan HPV DNA.
Tes HPV DNA dilakukan untuk mendeteksi sejak awal terjadinya infeksi virus HPV risiko tinggi yang dapat menyebabkan kanker serviks. Di Indonesia subtipe HPV 16,18,45 dan 52 menjadi tipe risiko tinggi yang cukup banyak ditemukan.
(nug)
Lihat Juga :
tulis komentar anda