Digemari Kalangan Milenial, Konsep Co-living Lebih Efisien
Rabu, 08 Juli 2020 - 11:41 WIB
JAKARTA - Konsep co-living atau berbagi tempat tinggal tampaknya semakin populer di kalangan milenial. Ada dua hal yang membuat konsep ini menjadi booming, yaitu keterjangkauan dan komunitas.
Milenial dengan dana yang terbatas dan ingin menabung akan sangat tertolong dengan konsep co-living. Konsep hunian ini menawarkan solusi yang murah dan lebih terjangkau.
Dina (24) misalnya, sebelum pandemi ini menyewa coworking di Mega Kuningan. Jarak tempuhnya hanya 15 menit dari huniannya di kawasan Setiabudi yang disewa dari operator co-living bernama Flokq.
Selama pandemi, dia melakukan seluruh pekerjaan dari ruang co-living-nya, dan sama sekali tidak kehilangan segala kelebihan yang juga bisa dirasakan di tempat kerja. (Baca: 2 Jenis Perawatan Kulit wajah Andalan Wanita Korea)
"Sejak tinggal di hunian dengan konsep co-living, saya lebih bisa meluangkan banyak waktu dan merasa mudah melakukan pekerjaan di ruang komunal bersama teman-teman satu flat," ungkap Dina.
Hal ini ditegaskan pengamat properti yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda. Menurutnya, salah satu hunian yang saat ini digemari adalah co-living. Konsepnya, dengan berbagi ruang akan jauh lebih hemat, baik dari ruangan maupun biaya perawatan.
"Jadi, kalau bicara efisiensi biaya jelas menghemat sekali karena fasilitas dapur, ruang tamu, bisa juga kamar mandi di-share bersama," ujar Ali.
Namun, umumnya hunian seperti ini yang dibangun di dekat kawasan transportasi massal dan dipakai sebagian besar pekerja milenial, bukan sebagai rumah tetap atau investasi.
Untuk bisa terus tumbuh, pengembangan co-living juga harus kreatif dalam membuat produk dan harga terjangkau. Jika itu terpenuhi, dia yakin market co-living meningkat. Bahkan, banyak pengembang di negara maju seperti China, Hong Kong, dan Singapura memanfaatkan tren ini dengan membangun ruang co-living dengan kamar tidur. Konsep ini ternyata sangat digemari dan menjadi tren hunian baru.
Milenial dengan dana yang terbatas dan ingin menabung akan sangat tertolong dengan konsep co-living. Konsep hunian ini menawarkan solusi yang murah dan lebih terjangkau.
Dina (24) misalnya, sebelum pandemi ini menyewa coworking di Mega Kuningan. Jarak tempuhnya hanya 15 menit dari huniannya di kawasan Setiabudi yang disewa dari operator co-living bernama Flokq.
Selama pandemi, dia melakukan seluruh pekerjaan dari ruang co-living-nya, dan sama sekali tidak kehilangan segala kelebihan yang juga bisa dirasakan di tempat kerja. (Baca: 2 Jenis Perawatan Kulit wajah Andalan Wanita Korea)
"Sejak tinggal di hunian dengan konsep co-living, saya lebih bisa meluangkan banyak waktu dan merasa mudah melakukan pekerjaan di ruang komunal bersama teman-teman satu flat," ungkap Dina.
Hal ini ditegaskan pengamat properti yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda. Menurutnya, salah satu hunian yang saat ini digemari adalah co-living. Konsepnya, dengan berbagi ruang akan jauh lebih hemat, baik dari ruangan maupun biaya perawatan.
"Jadi, kalau bicara efisiensi biaya jelas menghemat sekali karena fasilitas dapur, ruang tamu, bisa juga kamar mandi di-share bersama," ujar Ali.
Namun, umumnya hunian seperti ini yang dibangun di dekat kawasan transportasi massal dan dipakai sebagian besar pekerja milenial, bukan sebagai rumah tetap atau investasi.
Untuk bisa terus tumbuh, pengembangan co-living juga harus kreatif dalam membuat produk dan harga terjangkau. Jika itu terpenuhi, dia yakin market co-living meningkat. Bahkan, banyak pengembang di negara maju seperti China, Hong Kong, dan Singapura memanfaatkan tren ini dengan membangun ruang co-living dengan kamar tidur. Konsep ini ternyata sangat digemari dan menjadi tren hunian baru.
Lihat Juga :
tulis komentar anda