Tak Kalah dengan Negara Lain, Indonesia Juga Punya Fasilitas Kesehatan Kelas Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Situasi pandemi Covid-19 telah mengubah cara hidup manusia, bahkan dari sisi kesehatan. Masyarakat kini tak bisa bebas melakukan perjalanan ke luar negeri untuk berobat. Sejumlah negara, termasuk Singapura telah melarang pasien baru datang berobat ke negaranya.
(Baca juga: Sindrom Patah Hati Meningkat Selama Pandemi Covid-19 )
Meskipun begitu, bukan berarti masyarakat tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan berstandar internasional di Tanah Air. Tidak kalah dengan negara lain, Indonesia telah memiliki fasilitas kesehatan yang berskala internasional. Sejumlah rumah sakit bahkan sudah memiliki akreditasi internasional dan pengakuan dari lembaga internasional untuk mutu pelayanan kesehatan.
Indonesian Medical Tourism Board (IMTB) menyatakan beberapa klinik dan rumah sakit siap untuk memberikan pelayanan kelas dunia bagi masyarakat Indonesia dan dunia. Beberapa di antaranya adalah rumah sakit Jakarta Eye Center (JEC), Morula IVF, RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta, BIMC Siloam Nusa Dua, RSUP Sanglah Bali, Siloam Hospital Denpasar, beberapa Rumah Sakit Awal Bros, dan banyak lagi yang lainnya.
Sejumlah rumah sakit tersebut bahkan mampu bersaing dengan rumah sakit di Malaysia dan Singapura yang selama ini menjadi rujukan masyarakat Indonesia. "Kondisi pandemi Covid-19 ini seharusnya menjadi momentum bagi industri rumah sakit Indonesia untuk merebut kembali pasar domestik yang selama ini lari ke luar negeri," ujar Direktur IMTB, Yudiyantho dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/7).
"Dengan adanya rumah sakit yang mutu dan pelayanannya sudah sama dengan negara maju, masyarakat sudah tidak perlu lagi berobat ke luar negeri, seperti ke Malaysia, Singapura, atau Australia," sambungnya.
(Baca juga: Traveling di New Normal, Apa yang Perlu Diperhatikan? )
Menurut Yudiyantho, berdasarkan data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD), setiap tahun setidaknya orang Indonesia mengeluarkan uang Rp100 triliun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di luar negeri. Masih dari survei yang sama, jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri mengalami peningkatan hampir 100% selama 10 tahun terakhir. Jika pada 2006 terdapat 350 ribu orang pasien, di 2015 melonjak menjadi 600 ribu pasien.
"Artinya, potensi kehilangan devisa di bidang wisata medis (medical tourism) sangat besar, padahal Indonesia memiliki klinik-klinik dan rumah sakit dengan pelayanan kesehatan dan teknologi yang tak kalah dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura," cetusnya.
Untuk merebut momen tersebut, Yudiyantho mengatakan, seluruh stakeholder wisata medis Indonesia harus bekerjasama untuk merebut pasar domestik dengan dengan tujuan yang sama. "Kunci merebut pasar domestik adalah edukasi dan promosi kepada masyarakat Indonesia. Kita tunjukkan bahwa kualitas dan layanan kesehatan Indonesia sangat baik," tukasnya.
(Baca juga: Sindrom Patah Hati Meningkat Selama Pandemi Covid-19 )
Meskipun begitu, bukan berarti masyarakat tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan berstandar internasional di Tanah Air. Tidak kalah dengan negara lain, Indonesia telah memiliki fasilitas kesehatan yang berskala internasional. Sejumlah rumah sakit bahkan sudah memiliki akreditasi internasional dan pengakuan dari lembaga internasional untuk mutu pelayanan kesehatan.
Indonesian Medical Tourism Board (IMTB) menyatakan beberapa klinik dan rumah sakit siap untuk memberikan pelayanan kelas dunia bagi masyarakat Indonesia dan dunia. Beberapa di antaranya adalah rumah sakit Jakarta Eye Center (JEC), Morula IVF, RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta, BIMC Siloam Nusa Dua, RSUP Sanglah Bali, Siloam Hospital Denpasar, beberapa Rumah Sakit Awal Bros, dan banyak lagi yang lainnya.
Sejumlah rumah sakit tersebut bahkan mampu bersaing dengan rumah sakit di Malaysia dan Singapura yang selama ini menjadi rujukan masyarakat Indonesia. "Kondisi pandemi Covid-19 ini seharusnya menjadi momentum bagi industri rumah sakit Indonesia untuk merebut kembali pasar domestik yang selama ini lari ke luar negeri," ujar Direktur IMTB, Yudiyantho dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/7).
"Dengan adanya rumah sakit yang mutu dan pelayanannya sudah sama dengan negara maju, masyarakat sudah tidak perlu lagi berobat ke luar negeri, seperti ke Malaysia, Singapura, atau Australia," sambungnya.
(Baca juga: Traveling di New Normal, Apa yang Perlu Diperhatikan? )
Menurut Yudiyantho, berdasarkan data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD), setiap tahun setidaknya orang Indonesia mengeluarkan uang Rp100 triliun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di luar negeri. Masih dari survei yang sama, jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri mengalami peningkatan hampir 100% selama 10 tahun terakhir. Jika pada 2006 terdapat 350 ribu orang pasien, di 2015 melonjak menjadi 600 ribu pasien.
"Artinya, potensi kehilangan devisa di bidang wisata medis (medical tourism) sangat besar, padahal Indonesia memiliki klinik-klinik dan rumah sakit dengan pelayanan kesehatan dan teknologi yang tak kalah dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura," cetusnya.
Untuk merebut momen tersebut, Yudiyantho mengatakan, seluruh stakeholder wisata medis Indonesia harus bekerjasama untuk merebut pasar domestik dengan dengan tujuan yang sama. "Kunci merebut pasar domestik adalah edukasi dan promosi kepada masyarakat Indonesia. Kita tunjukkan bahwa kualitas dan layanan kesehatan Indonesia sangat baik," tukasnya.