Cegah Stunting, Begini Asupan Gizi dan Protein yang Tepat Bagi Anak
loading...
A
A
A
LOMBOK - Masa 1.000 hari pertama kehidupan yang dimulai saat kehamilan hingga bayi berusia dua tahun, merupakan periode krusial dan rentan anak terkena stunting. Untuk itu, setiap orang tua perlu memahami asupan gizi dan nutrisi yang tepat buat si bayi.
Kurang gizi pada dua tahun pertama kehidupan dapat menyebabkan kerusakan pada otak yang tidak dapat lagi diperbaiki. Si anak akan mengalami stunted dan membuat kurang berprestasi di sekolah. Bahkan dampaknya bisa sampai dewasa.
Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Universitas Indonesia (UI) dr Nurul Ratna Mutu Manikam, menjelaskan, stunting merupakan masalah kurang gizi kronis, yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak.
Selain bentuk fisik, anak dengan kondisi stunting berisiko memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan rentan terhadap penyakit. Untuk itu, orang tua penting memperhatikan asupan nutrisi yang tepat dengan gizi seimbang pada 1.000 hari pertama jehidupan (HPK).
“Asupan nutrisi yang tidak optimal, seperti rendahnya asupan protein hewani dan zat besi yang dapat menyebabkan anemia, menjadi salah satu faktor penyebab stunting pada anak," ujar dr Nurul saat Media Briefing terkait Pentingnya Asupan Protein Hewani dan Zat Besi untuk Wujudkan Generasi Maju Bebas Stunting, di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (10/2/2023).
Dokter Nurul mengingatkan, tubuh yang kekurangan asupan protein hewani dan zat besi dapat mengalami gangguan fungsi hormonal, regenerasi sel, sistem kekebalan tubuh, massa otot, fungsi kognitif, bahkan kemampuan motorik anak.
Oleh karena itu, bersama dengan asupan nutrisi yang tidak optimal, anemia menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gangguan pertumbuhan (growth faltering) yang merupakan awal terjadinya stunting.
Apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka dapatbberdampak serius pada kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak. Seperti terhambatnya pertumbuhan fisik yang dapat menyebabkan stunting.
Menurut dr Nurul, Program Isi Piringku merupakan panduan gizi lengkap dan seimbang untuk sekali makan yang dapat mendukung pemenuhan asupan gizi harian anak. Agar dapat membantu pemenuhan nutrisi harian anak, makanan bergizi seimbang yang kaya dengan protein hewani, sangat penting untuk mendukung pertumbuhan optimal anak serta membantu mencegah dan mengatasi stunting.
Selain itu, penting juga untuk dilengkapi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C yang bermanfaat meningkatkan penyerapan zat besi hingga dua kali lipat guna mendukung tumbuh kembang maksimal anak. Sehingga dengan penyerapan yang optimal dapat membantu meningkatkan pertumbuhan otak dan kemampuan belajar, pertumbuhan fisik, perkembangan motorik dan sensorik, serta daya tahan tubuh anak.
Terdapat banyak sumber makanan yang mengandung protein hewani dan zat besi dapat diperoleh dengan mudah dan murah, seperti pada daging merah, ayam, hati, ikan, telur, serta susu terfortifikasi. Bahkan banyak potensi pangan lokal di setiap daerah di Indonesia yang bisa menjadi sumber protein hewani.
Di Lombok misalnya, memiliki beragam pangan potensial yang cukup terkait dengan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Di antaranya berbagai pangan laut seperti ikan, udang, cumi-cumi, dan kerang yang mudah ditemukan masyarakat.
Bahkan Nyale (cacing laut) ternyata kaya protein hewani hingga sebanyak 43,84%. Sedangkan telur ayam mengandung 12,2% dan susu sapi sekitar 3,5%, serta memiliki kadar zat besi yang cukup tinggi mencapai 857 ppm sangat tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat (80 ppm).
"Selain pangan lokal yang kaya protein untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, dapat juga dilengkapi dengan susu pertumbuhan yang difortifikasi dengan kombinasi zat besi dan vitamin C agar si kecil dapat tumbuh optimal,” tutup dr Nurul.
Dokter Spesialis Anak Ananta Fittonia Benvenuto menyebutkan, selama ini masih terdapat kesalahan paradigma orang tua dalam pemenuhan gizi di dua tahun pertama anak. Untuk mencegah stunting, anak seharusnya diperbanyak asupan protein hewani, bukan sayur-sayuran.
"Saya sendiri melihat masyarakat pasien anak-anak itu lebih banyak diminta untuk makan sayur, padahal sayur itu enggak begitu penting untuk anak usia dua tahun pertam. Justru protein hewani yang diutamakan, sayur-sayuran boleh, tapi hanya untuk mengenal," tegasnya.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang diakibatkan kurang gizi kronis serta infeksi berulang. Kondisi ini biasanya ditandai dengan tinggi badan anak yang berada di bawah standar. Jika tidak ditangani dengan tepat, kata dia, kondisi stunting pada anak dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik.
Penting untuk dipahami bahwa penyebab utama permasalahan gizi adalah asupan gizi yang tidak optimal. Asupan protein hewani dan zat besi menjadi salah satu elemen kunci dalam optimalisasi masa 1.000 hari pertama kehidupan, termasuk untuk pencegahan stunting.
Namun tidak hanya itu, selain status gizi yang buruk, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan masih tingginya angka stunting di Indonesia. Lingkungan yang tidak higienis, buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan, serta infeksi penyakit juga bisa mengakibatkan stunting pada anak.
Untuk itu, selain asupan makan yang bergizi seimbang kaya protein hewani, stunting juga bisa dipengaruhi pola asuh, sanitasi serta juga budaya atau kebiasaan masyarakat setempat. Terlebih lagi bagi anak-anak yang tinggal di daerah yang rentan terpapar infeksi seperti di TPA yang merupakan sumber utama polusi tanah, udara, sumber air dangkal dan sanitasi.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Lalu Hamzi Fikri membeberkan, studi menunjukkan bahwa stunting menurunkan jumlah penghasilan saat dewasa sebesar 20%, sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah kurang gizi menyebabkan kemiskinan.
Ia menjelaskan, otak mulai berkembang sejak masa embryo. Pada saat lahir baru sekitar 25% otak orang dewasa, usia 2 tahun mencapai 70 - 80% otak orang dewasa, dan baru setelah usia 5 tahun otak berkembang hampir sama dengan orang dewasa.
Menurut Fikri, berdasarkan hasil laporan rutin, prevalansi stunting di NTB terus mengalami penurunan. Rata-rata penurunan 2,5 persen per tahun.
"Provinsi NTB terus berkomitmen untuk mengupayakan percepatan penurunan stunting. Upaya tersebut telah memberikan hasil positif, dimana berdasarkan Sigiziterpadu (e-PPGBM) telah menunjukkan penurunan angka stunting di NTB pada 2022 menjadi 16,86%," katanya.
Keberhasilan NTB menurunkan stunting berkar berjalan baiknya program unggulan, yakni Posyandu Keluarga, sebagai wadah deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Kemudian surveilensi gizi sebagai basis pengelolaan data terlaksana secara rutin dan berjalan maksimal. "NTB kini memilikk data by name by adress," katanya.
Upaya penanganan stunting tentunya harus terus dilakukan dengan koordinasi dan keterlibatan antar lima elemen yang disebut pentahelix, yaitu pemerintah pusat dan daerah, akademisi atau perguruan tinggi, sektor swasta, masyarakat atau kelompok komunitas, serta media.
Kolaborasi ini bisa dilakukan dengan terus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemenuhan nutrisi dengan protein hewani dan menjaga pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
"Maka dari itu, kami menyambut baik kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti dukungan dari Danone Indonesia dalam mendukung penyelesaian masalah stunting di NTB dalam memperkuat intervensi spesifik dan intervensi sensitif," ucapnya.
Intervensi spesifik merupakan penanganan yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu memberikan makanan yang kaya protein hewani. Selain itu, intervensi sensitif yang merupakan penanganan faktor-faktor penyebab stunting di luar kesehatan, seperti masalah sanitasi dan kebersihan lingkungan yang juga sangat menentukan dalam upaya menurunkan kasus stunting di NTB.”
Sementara itu, Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin mengatakan, masih dalam momentum Hari Gizi Nasional 2023, pihaknya ingin berkontribusi mendukung pemerintah dalam mengampanyekan cegah stunting dengan protein hewani.
Salah satunya di Lombok yang merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya asupan makanan yang kaya akan protein hewani, dilengkapi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C guna mendukung tumbuh kembang maksimal anak.
"Melalui inisiatif tersebut diharapkan semakin banyak lagi masyarakat Lombok yang teredukasi tentang pola makan dengan gizi seimbang dalam upaya mencegah sunting agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dengan optimal untuk jadi anak generasi maju,” katanya.
Danone Indonesia sebagai perusahaan yang beroperasi dan memproduksi produknya di Indonesia untuk masyarakat di Indonesia, juga berkomitmen mengembangkan inovasi produk bernutrisi untuk mendukung kualitas kesehatan masyarakat.
Melalui keahlian bidang sains dan teknologi, Danone memiliki fasilitas pusat riset R&I Center di Yogyakarta yang menjadi pusat pengembangan berbagai inovasi produk untuk menjawab kebutuhan gizi ibu hamil hingga anak-anak.
Danone Indonesia menyadari bahwa untuk mengatasi stunting dibutuhkan dukungan dan kolaborasi lintas sektoral, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan secara serentak pada fase hulu dan hilir.
Danone Indonesia tidak hanya melakukan berbagai riset dan inovasi produk bergizi yang dibuat khusus untuk membantu menjawab tantangan kebutuhan gizi pada anak di Indonesia, namun juga secara berkelanjutan melakukan berbagai inisiatif dan edukasi mengenai pentingnya pemenuhan gizi seimbang untuk mewujudkan generasi maju.
"Upaya tersebut dilakukan dalam rangka untuk memastikan bahwa kehadiran kami dapat memberikan dampak kesehatan ke sebanyak mungkin masyarakat dunia dan khususnya untuk menciptakan generasi emas Indonesia 2045,” tutup Arif.
Kurang gizi pada dua tahun pertama kehidupan dapat menyebabkan kerusakan pada otak yang tidak dapat lagi diperbaiki. Si anak akan mengalami stunted dan membuat kurang berprestasi di sekolah. Bahkan dampaknya bisa sampai dewasa.
Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Universitas Indonesia (UI) dr Nurul Ratna Mutu Manikam, menjelaskan, stunting merupakan masalah kurang gizi kronis, yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak.
Selain bentuk fisik, anak dengan kondisi stunting berisiko memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan rentan terhadap penyakit. Untuk itu, orang tua penting memperhatikan asupan nutrisi yang tepat dengan gizi seimbang pada 1.000 hari pertama jehidupan (HPK).
“Asupan nutrisi yang tidak optimal, seperti rendahnya asupan protein hewani dan zat besi yang dapat menyebabkan anemia, menjadi salah satu faktor penyebab stunting pada anak," ujar dr Nurul saat Media Briefing terkait Pentingnya Asupan Protein Hewani dan Zat Besi untuk Wujudkan Generasi Maju Bebas Stunting, di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (10/2/2023).
Dokter Nurul mengingatkan, tubuh yang kekurangan asupan protein hewani dan zat besi dapat mengalami gangguan fungsi hormonal, regenerasi sel, sistem kekebalan tubuh, massa otot, fungsi kognitif, bahkan kemampuan motorik anak.
Oleh karena itu, bersama dengan asupan nutrisi yang tidak optimal, anemia menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gangguan pertumbuhan (growth faltering) yang merupakan awal terjadinya stunting.
Apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka dapatbberdampak serius pada kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak. Seperti terhambatnya pertumbuhan fisik yang dapat menyebabkan stunting.
Menurut dr Nurul, Program Isi Piringku merupakan panduan gizi lengkap dan seimbang untuk sekali makan yang dapat mendukung pemenuhan asupan gizi harian anak. Agar dapat membantu pemenuhan nutrisi harian anak, makanan bergizi seimbang yang kaya dengan protein hewani, sangat penting untuk mendukung pertumbuhan optimal anak serta membantu mencegah dan mengatasi stunting.
Selain itu, penting juga untuk dilengkapi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C yang bermanfaat meningkatkan penyerapan zat besi hingga dua kali lipat guna mendukung tumbuh kembang maksimal anak. Sehingga dengan penyerapan yang optimal dapat membantu meningkatkan pertumbuhan otak dan kemampuan belajar, pertumbuhan fisik, perkembangan motorik dan sensorik, serta daya tahan tubuh anak.
Terdapat banyak sumber makanan yang mengandung protein hewani dan zat besi dapat diperoleh dengan mudah dan murah, seperti pada daging merah, ayam, hati, ikan, telur, serta susu terfortifikasi. Bahkan banyak potensi pangan lokal di setiap daerah di Indonesia yang bisa menjadi sumber protein hewani.
Di Lombok misalnya, memiliki beragam pangan potensial yang cukup terkait dengan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Di antaranya berbagai pangan laut seperti ikan, udang, cumi-cumi, dan kerang yang mudah ditemukan masyarakat.
Bahkan Nyale (cacing laut) ternyata kaya protein hewani hingga sebanyak 43,84%. Sedangkan telur ayam mengandung 12,2% dan susu sapi sekitar 3,5%, serta memiliki kadar zat besi yang cukup tinggi mencapai 857 ppm sangat tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat (80 ppm).
"Selain pangan lokal yang kaya protein untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, dapat juga dilengkapi dengan susu pertumbuhan yang difortifikasi dengan kombinasi zat besi dan vitamin C agar si kecil dapat tumbuh optimal,” tutup dr Nurul.
Dokter Spesialis Anak Ananta Fittonia Benvenuto menyebutkan, selama ini masih terdapat kesalahan paradigma orang tua dalam pemenuhan gizi di dua tahun pertama anak. Untuk mencegah stunting, anak seharusnya diperbanyak asupan protein hewani, bukan sayur-sayuran.
"Saya sendiri melihat masyarakat pasien anak-anak itu lebih banyak diminta untuk makan sayur, padahal sayur itu enggak begitu penting untuk anak usia dua tahun pertam. Justru protein hewani yang diutamakan, sayur-sayuran boleh, tapi hanya untuk mengenal," tegasnya.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang diakibatkan kurang gizi kronis serta infeksi berulang. Kondisi ini biasanya ditandai dengan tinggi badan anak yang berada di bawah standar. Jika tidak ditangani dengan tepat, kata dia, kondisi stunting pada anak dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik.
Penting untuk dipahami bahwa penyebab utama permasalahan gizi adalah asupan gizi yang tidak optimal. Asupan protein hewani dan zat besi menjadi salah satu elemen kunci dalam optimalisasi masa 1.000 hari pertama kehidupan, termasuk untuk pencegahan stunting.
Namun tidak hanya itu, selain status gizi yang buruk, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan masih tingginya angka stunting di Indonesia. Lingkungan yang tidak higienis, buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan, serta infeksi penyakit juga bisa mengakibatkan stunting pada anak.
Untuk itu, selain asupan makan yang bergizi seimbang kaya protein hewani, stunting juga bisa dipengaruhi pola asuh, sanitasi serta juga budaya atau kebiasaan masyarakat setempat. Terlebih lagi bagi anak-anak yang tinggal di daerah yang rentan terpapar infeksi seperti di TPA yang merupakan sumber utama polusi tanah, udara, sumber air dangkal dan sanitasi.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Lalu Hamzi Fikri membeberkan, studi menunjukkan bahwa stunting menurunkan jumlah penghasilan saat dewasa sebesar 20%, sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah kurang gizi menyebabkan kemiskinan.
Ia menjelaskan, otak mulai berkembang sejak masa embryo. Pada saat lahir baru sekitar 25% otak orang dewasa, usia 2 tahun mencapai 70 - 80% otak orang dewasa, dan baru setelah usia 5 tahun otak berkembang hampir sama dengan orang dewasa.
Menurut Fikri, berdasarkan hasil laporan rutin, prevalansi stunting di NTB terus mengalami penurunan. Rata-rata penurunan 2,5 persen per tahun.
"Provinsi NTB terus berkomitmen untuk mengupayakan percepatan penurunan stunting. Upaya tersebut telah memberikan hasil positif, dimana berdasarkan Sigiziterpadu (e-PPGBM) telah menunjukkan penurunan angka stunting di NTB pada 2022 menjadi 16,86%," katanya.
Keberhasilan NTB menurunkan stunting berkar berjalan baiknya program unggulan, yakni Posyandu Keluarga, sebagai wadah deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Kemudian surveilensi gizi sebagai basis pengelolaan data terlaksana secara rutin dan berjalan maksimal. "NTB kini memilikk data by name by adress," katanya.
Upaya penanganan stunting tentunya harus terus dilakukan dengan koordinasi dan keterlibatan antar lima elemen yang disebut pentahelix, yaitu pemerintah pusat dan daerah, akademisi atau perguruan tinggi, sektor swasta, masyarakat atau kelompok komunitas, serta media.
Kolaborasi ini bisa dilakukan dengan terus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemenuhan nutrisi dengan protein hewani dan menjaga pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
"Maka dari itu, kami menyambut baik kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti dukungan dari Danone Indonesia dalam mendukung penyelesaian masalah stunting di NTB dalam memperkuat intervensi spesifik dan intervensi sensitif," ucapnya.
Intervensi spesifik merupakan penanganan yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu memberikan makanan yang kaya protein hewani. Selain itu, intervensi sensitif yang merupakan penanganan faktor-faktor penyebab stunting di luar kesehatan, seperti masalah sanitasi dan kebersihan lingkungan yang juga sangat menentukan dalam upaya menurunkan kasus stunting di NTB.”
Sementara itu, Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin mengatakan, masih dalam momentum Hari Gizi Nasional 2023, pihaknya ingin berkontribusi mendukung pemerintah dalam mengampanyekan cegah stunting dengan protein hewani.
Salah satunya di Lombok yang merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya asupan makanan yang kaya akan protein hewani, dilengkapi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C guna mendukung tumbuh kembang maksimal anak.
"Melalui inisiatif tersebut diharapkan semakin banyak lagi masyarakat Lombok yang teredukasi tentang pola makan dengan gizi seimbang dalam upaya mencegah sunting agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dengan optimal untuk jadi anak generasi maju,” katanya.
Danone Indonesia sebagai perusahaan yang beroperasi dan memproduksi produknya di Indonesia untuk masyarakat di Indonesia, juga berkomitmen mengembangkan inovasi produk bernutrisi untuk mendukung kualitas kesehatan masyarakat.
Melalui keahlian bidang sains dan teknologi, Danone memiliki fasilitas pusat riset R&I Center di Yogyakarta yang menjadi pusat pengembangan berbagai inovasi produk untuk menjawab kebutuhan gizi ibu hamil hingga anak-anak.
Danone Indonesia menyadari bahwa untuk mengatasi stunting dibutuhkan dukungan dan kolaborasi lintas sektoral, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan secara serentak pada fase hulu dan hilir.
Danone Indonesia tidak hanya melakukan berbagai riset dan inovasi produk bergizi yang dibuat khusus untuk membantu menjawab tantangan kebutuhan gizi pada anak di Indonesia, namun juga secara berkelanjutan melakukan berbagai inisiatif dan edukasi mengenai pentingnya pemenuhan gizi seimbang untuk mewujudkan generasi maju.
"Upaya tersebut dilakukan dalam rangka untuk memastikan bahwa kehadiran kami dapat memberikan dampak kesehatan ke sebanyak mungkin masyarakat dunia dan khususnya untuk menciptakan generasi emas Indonesia 2045,” tutup Arif.
(hri)